Tambang Ilegal antara Sanksi dan Peran Pemerintah yang Tidak Setimpal

Opini465 Views

 

Penulis: Nikmatul Choeriyah | Pegiat Literasi)

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Menyerahkan pengelolaan Sumber Daya Alam kepada swasta atau asing adalah bencana bagi negara. Apalagi aktifitas penambangan secara ilegal.

Ditemukannya tambang ilegal di Kalimantan Barat adalah salah satu bukti tanggung jawab pemerintah yang tidak signifikan dalam pengelolaan tambang. Seperti dilansir dari cnnindonesia.com, Warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial YH yang terlibat penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Ketapang pada 28 Agustus 2024 yang lalu.

Mengutip dari detik.com, perbuatan YH membuat negara rugi hingga triliunan rupiah. Angka itu dihitung berdasarkan hilangnya cadangan emas akibat penambangan ilegal.

Dalam persidangan terungkap emas yang berhasil digasak YH melalui aktivitas penambangan ilegal yang dilakukannya di Ketapang sebanyak 774,27 kg.

Tidak hanya itu YH juga berhasil mengeruk cadangan perak di lokasi tersebut sebanyak 937,7 kg. Akibatnya, Indonesia mengalami kerugian mencapai Rp1,02 triliun imbas aktivitas tersebut.

Kasus penambangan emas ilegal yang dilakukan YH beberapa waktu lalu berhasil diungkap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri.

“Ditemukan adanya aktivitas tanpa izin yang terjadi di tempat kejadian perkara yang dilakukan oleh tersangka inisial YH yang bersangkutan merupakan warga negara RRT (Republik Rakyat Tiongkok),” ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Mineral (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi dalam sebuah Konferensi Pers, Sabtu (11/5) sebagaimana dikutip dari CNBCIndonesia.

Sunindyo mengungkapkan, modus yang digunakan oleh YH dalam melakukan aksinya adalah dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin.

Saat ini Pelaku YH terancam pasal 158 Undang- Undang no 3 thn 2020.

“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar dan perkara ini juga sedang dikembangkan menjadi perkara pidana dalam undang-undang selain Undang-undang Minerba,” jelas Sunindyo.

Bukan hanya kali ini, lagi dan lagi negara kecolongan. Penambangan secara ilegal sangat merugikan negara. Dari penambangan legal saja negara mendapatkan pajak yang tidak seberapa, apalagi ilegal. Negara tidak mendapatkan apa- apa.

Seharusnya pemerintah bisa belajar dari kasus penambangan ilegal yang terjadi sebelumnya. Untuk lebih bijak lagi dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) dan tidak menyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak swasta maupun asing.

Hukuman Bagi Penambang Ilegal

Seperti disebutkan di atas, ancaman hukuman bagi pelaku tidaklah seberapa dibandingkan dengan kerugian negara. Belum lagi adanya remisi bagi pelaku ketika berkelakuan baik, atau hari kemerdekaan. Sanksi tersebut tidak memberi efek jera bagi pelaku. Maka, agar tidak terjadi hal seperti ini, harus ada sanksi dan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku.

Penjajahan ekonomi

Mirisnya, negeri ini seperti melegalkan penjarahan ekonomi dengan adanya perusahaan asing yang mengeruk kekayaan emas di Papua, dengan hak izin yang istimewa. PT. Freeport adalah perusahaan asing yang dengan leluasa mengeruk, mengelola, dan mengambil bahan tambang emas secara legal dan terang-terangan dengan izin dari negara.

Penjajahan model baru saat ini bukan berbentuk fisik, melainkan penjajahan ekonomi di mana pihak asing mengambil kekayaan alam dengan dalih investasi. Bukan hanya itu, asing juga menjajah di bidang pendidikan, budaya, dan sebagainya.

Penjajahan tidak akan terjadi ketika negara tidak memiliki sikap masa bodoh dan peduli terhadap nasib rakyatnya. Pemimpin yang peduli terhadap rakyat tentu tidak akan menerima investasi asing yang nantinya akan mengeruk kekayaan rakyat demi kepentingan dan keuntungan mereka.

Dalam Islam, negara harus mampu mengelola Sumber Daya Alam secara mandiri, independent, tidak bergantung kepada asing. Kemudian hasil SDA digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Islam dengan tegas meletakkan pemimpin negara sebagai pengurus rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. :

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (Pengurus Rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. ” (HR. Bukhari).

Sudah saatnya, Negara harus tegas menolak investasi asing baik secara individu, ataupun kelompok. Wallahu’alam bisshawab.[]

Comment