Tata Kelola Lahan Menurut Islam dan Kapitalisme 

Opini112 Views

 

Penulis Auliah, S.Pd | Aktivis Dakwah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Allah menganugerahkan kekayaan Alam berupa hutan untuk keberlangsungan hidup manusia. Hutan adalah kekayaan alam yang sangat penting bagi kehidupan. Hutan memiliki bayak fungsi, di antaranya sebagai pemasok oksigen terbesar di bumi, menyerap karbon dioksida, melindungi sumber mata air, melindungi ozon, melindungi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan, serta memberikan keindahan dan kenikmatan bagi manusia.

Akhir-akhir ini, deforestasi hutan makin marak terjadi, jutaan hektar hutan telah ditebang untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Merilis dari kompas.com, dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa tanaman sawit adalah aset negara sehingga menjadi pemicu pentingnya tata kelola sawit secara nasional. (Kompas.com/10/01/25).

Rencana Presiden Prabowo Subianto memperluas lahan sawit dengan merambah hutan. Ini dinilai tidak sejalan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon (katadata.co.id/09/1/25). Meskipun industri kelapa sawit memberikan manfaat ekonomi, tetapi dampaknya terhadap lingkungan hidup sangat signifikan dan merugikan.

Pengelolaan lahan adalah sebuah amanah dari Allah yang mesti dijaga oleh manusia. Hutan perlu dijaga dan dikelola dengan baik agar tetap lestari. Pemanfaatan hutan yang tidak ramah lingkungan dapat berdampak buruk bagi kehidupan manusia, hewan, dan lingkungan

Kapitalis penyebab kegagalan tata kelola lahan.

Inilah gambaran seorang pemimpin di dalam sistem kapitalis. Asas manfaat adalah pijakan berpikirnya, sehingga standar berpikirnya pun tidak terikat dengan Syariah Allah. Kapitalisme adalah sebuah sistem kehidupan yang memfasilitasi kerakusan manusia dalam menguasai kekayaan alam termasuk lahan.

Melakukan deforestasi dan digantikan dengan sawit adalah sebuah kesalahan besar, walaupun sawit juga melakukan fotosintesis tapi tetap tidaklah sama hutan dengan perkebunan sawit.

Mirisnya, tingkat deforestasi di Indonesia pada 2023 sebagian besar justru terjadi di kawasan hutan yang pengelolaannya di bawah kewenangan pemerintah. Padahal, kawasan tersebut seharusnya terproteksi dan bebas dari gangguan, tetapi malah mengalami deforestasi dengan luasan yang besar.

Kegagalan tata kelola lahan pada sistem ini benar-benar fatal. Kapitalis berhasil menjadikan pemimpin menggali lobang untuk menutupi lobang yang lain, atau menjadikan pemimin lebih mengutamakan ekspor sawit kepada asing ketimbag memikirkan dampak akibat alih fungsi hutan. Ujung-ujungnya rakyat dan makhluk Allah yang lain menjadi korban.

Islam Solusi terbaik

Jika kita cerna secara mendalam, kasus perkebunan sawit saat ini adalah perkebunan yang awalnya mengubah fungsi hutan.

“Sedangkan, hutan dalam pengaturan syariat Islam masuk dalam kepemilikan umum yang tidak diperbolehkan untuk diserahkan pada individu tertentu atau swasta.

Rasulullah saw bersabda., “Manusia berserikat dalam kepemilikan atas tiga hal, yakni air, padang gembalaan, dan api.” (HR Ahmad).

Hadits ini memang tidak menyebutkan tentang hutan secara tekstual, tetapi makna yang disebutkan di dalamnya bisa mencakup hutan karena karakteristiknya termasuk sebagaimana tiga aspek tersebut. Hutan adalah kepemilikan umum, yang berarti tidak boleh dikuasai individu.

Keberadaannya untuk hajat hidup orang banyak. Islam mengatur kepemilikan umum ini hanya boleh dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat selaku pemiliknya.oleh karena itu, negara tidak boleh memberikan pengeloalaan lahan kepada asing/ swasta seutuhnya tanpa terlibat secara lagsung.

Selain itu, Allah memberikan kekayaan alam kepada manusia agar dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan Syariah Allah. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 205:

“Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanamandan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan’’

Dalam islam, Negara memasukkan segala pendapatan hasil hutan ke dalam Baitul Mal (Kas Negara) dan mendistribusikan dananya sesuai kemaslahatan rakyat dalam koridor hukum-hukum syariah. Negara juga boleh melakukan kebijakan hima atas hutan tertentu untuk suatu kepentingan khusus.

Hima artinya kebijakan negara memanfaatkan suatu kepemilikan umum untuk suatu keperluan tertentu, misalnya untuk keperluan jihad fi sabilillah. Rasulullah telah melakukan hima atas Naqii’ (nama padang gembalaan dekat Madinah) untuk kuda-kuda perang milik kaum muslimin (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).

Tidak boleh hasilnya untuk gaji dinas kehutanan, atau untuk membeli mesin dan sarana kehutanan, atau keperluan apa pun di luar kepentingan jihad fi sabilillah.

Selain itu, Negara dalam konsep islam wajib melakukan pengawasan terhadap hutan dan pengelolaan hutan. yag dijalankan oleh lembaga peradilan, yaitu Muhtasib (Qadhi Hisbah).

Tugas pokoknya adalah menjaga terpeliharanya hak-hak masyarakat secara umum (termasuk pengelolaan hutan). sebagai contoh perusakan hutan. kemudian Negarajuga wajib mencegah segala bahaya (dharar) atau kerusakan (fasad) pada hutan.

Dalam kaidah fikih dikatakan, “Adh-dlarar yuzal”, artinya segala bentuk kemudharatan atau bahaya itu wajib dihilangkan. Nabi SAW bersabda, “Laa dharara wa laa dhiraara.” (HR Ahmad & Ibn Majah), artinya tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain. Negarajuga wajib melakukan konservasi hutan, menjaga keanekaragaman hayati (biodiversity), melakukan penelitian kehutanan.

Khalifah dalam daulah Islamiyah berhak menjatuhkan sanksi ta’zir yang tegas atas segala pihak yang merusak hutan. Orang yang melakukan pembalakan liar, pembakaran hutan, penebangan di luar batas yang dibolehkan, dan segala macam pelanggaran lainnya terkait hutan wajib diberi sanksi ta’zir yang tegas oleh negara (peradilan).

Ta’zir harus memberikan efek jera agar kejatahan tidak terulag kembali. Ta’zir ini dapat berupa denda, cambuk, penjara, bahkan sampai hukuman mati, tergantung tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkan.

Dengan menerapkan solusi islam yang sesuai dengan syariah, in syaa Allah pengelolaan lahan akan merata dan menyentuh akar permasalahan. Wallahu a’lam bi shawab.[]

Comment