Tragis! Kasus Bullying Pelajar Berujung Kematian, Alarm Darurat Dunia Pendidikan

Opini130 Views

 

Penulis: Irah Wati Murni, S.Pd | Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Anak dan Pemerhati Kebijakan Publik

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Ironis! Beberapa pelajar Sekolah Dasar (SD) menjadi pelaku bullying atau perundungan yang menyebabkan adik kelasnya ARO (9) siswa kelas 3 SDN di Blanakan, Subang meninggal dunia.

Terkait kasus ini, Pj Bupati Subang, Imran menonaktifkan Kepala Sekolah SDN Jayamukti, Blanakan. Ia bahkan mengancam akan memecat kepala sekolah tersebut jika terbukti bersalah.

Menurut laman kumparan (26/11/24), ARO meninggal dunia usai 3 hari koma. Ia sebelumnya harus menjalani perawatan intensif di ICU RSUD Subang setelah diduga menjadi korban kekerasan tiga kakak kelasnya.

Pihak keluarga mengaku korban sempat bercerita sering dipukuli oleh kakak kelasnya. Tindak kekerasan itu terjadi di sekolah maupun di tempat mengaji. Sebelum koma, korban mengalami sakit kepala berat. Ia juga muntah-muntah hingga tidak sadarkan diri. Sungguh sangat tragis!

Kasus ARO di atas menambah deretan fenomena gunung es dari kasus bullying yang terjadi di lembaga pendidikan di Indonesia saat ini. The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) meminta pemerintah mengatasi maraknya kasus perundungan dengan mengedepankan kepentingan terbaik anak tanpa menghilangkan proses pembelajaran pada anak ketika berhadapan dengan hukum.

Meski pelaku berusia anak, hukuman harus tetap ditegakkan yang disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku untuk subjek hukum anak sehingga bisa memberikan efek jera.

Mengurai Akar Masalah Kasus “Bullying” di Sekolah

Berdasarkan teori perkembangan kognitif Jean Peaget, anak-anak usia SD (usia 7-11 tahun) mulai mampu berpikir logis, tetapi mereka masih berkembang dalam memahami perspektif orang lain. Dalam hal ini, relevansinya dengan kasus bullying, anak-anak yang melakukan bullying mungkin kurang mampu melihat akibat emosional dari perilaku mereka pada korban. Empati belum berkembang secara optimal, sehingga mereka lebih fokus pada kepentingan pribadi.

Oleh karena itu, seharusnya keluarga dan sekolah hadir sebagai pihak yang meluruskan pemahaman dan perilaku yang salah pada anak. Namun, bagaimana yang terjadi saat ini?

Tidak sedikit, keluarga yang kurang memperhatikan anaknya, karena orang tua sibuk bekerja sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna.

Begitu juga, sistem pendidikan saat ini, dimana sekolah disibukkan dengan administrasi dan nilai-nilai di atas kertas semata, sementara mendidik akhlak dan perilaku siswa cenderung diabaikan begitu saja.

Sementara itu, menurut teori pembelajaran sosial Albert Bandura, perilaku bullying sering kali dipelajari melalui observasi. Anak-anak meniru perilaku agresif yang mereka lihat di lingkungan rumah, sekolah, atau media.

Mudahnya anak mengakses informasi lewat internet dan media sosial saat ini, turut berperan atas terjadinya kasus perundungan. Apalagi jika pelaku bullying mendapat “penghargaan” misalnya, perhatian, popularitas, atau dianggap kuat di lingkungannya, perilaku ini cenderung berlanjut.

Sungguh sangat berbahaya pada kualitas generasi, jika perkara ini tak kunjung tuntas diselesaikan sampai ke akarnya.
Jika ditelusuri, sejatinya penyebab maraknya kasus bullying pada pelajar bukan hanya bersumber dari buruknya pengasuhan keluarga dan sistem pendidikan saja, tapi sesungguhnya ini semua hanyalah dampak.

Akar masalah adalah penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Asas sekularisme yakni pemisahan antara agama dan kehidupan, sejatinya telah mencabut nilai-nilai moral dan agama. Asas sekulerisme melahirkan liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku sehingga aturan agama makin terpinggirkan.

Orangtua – ayah dan ibu- sebagai pendidik utama anak lalai karena sibuk mencari materi di tengah menjulangnya harga-harga kebutuhan pokok saat ini. Sekolah yang berperan sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak peserta didik yang berkualitas, kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan—tanpa memperhatikan aspek spiritual atau agama—justru melahirkan anak didik yang banyak masalah.

Belum lagi aturan dan kebijakan penguasa yang kental dengan liberalisme, tidak memperhatikan nilai-nilai agama memberi andil besar makin maraknya kasus bullying ini.

Dari sini, maka jelaslah persoalan mendasar penyebab perundungan adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan saat ini.

Sungguh telah nyata kebobrokan sistem sekuler kapitalisme sebagai sistem rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan dan kenestapaan tanpa pandang bulu. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak, semua menjadi korbannya.

3 Pilar Solusi Tuntas Atasi Kasus Bullying
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas bagi seluruh aspek kehidupan, memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna yang bersumber dari sang Pencipta manusia, Allah Subhanahu wa ta’ala.

Dalam hal ini, upaya pencegahan dan solusi perundungan atau bullying tidak hanya fokus pada satu atau dua aspek saja, tapi harus melibatkan semua aspek penting kehidupan manusia. Pencegahan tuntas kasus bullying hanya akan terwujud dengan tiga pilar:

Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Islam akan mendorong setiap individu untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan.

Keluarga sebagai pendidik utama juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaan.

Kedua, kontrol masyarakat. Pilar kedua ini akan menguatkan pilar pertama: individu dan keluarga. Kontrol masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah semakin maraknya berbagai tindakan brutal dan kejahatan yang dilakukan anak-anak.

Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat menjadi pencegahan seseorang melakukan tindakan kejahatan, sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.

Ketiga, peran negara. Dalam islam, negara wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, termasuk perundungan.

Hal ini terjadi karena negara akan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Selain itu, negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam, yang tak hanya fokus pada nilai semata, tapi juga mendidik pelajar agar terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat lainnya.

Negara wajib memberikan tunjangan atau gaji guru dengan layak. Negara pun harus menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi seluruh rakyatnya secara berkualitas dan cuma-cuma. Waallahu’alam. []

Comment