Tren Peningkatan HIV-AIDS dan  Gaya Hidup Liberal

Opini434 Views

 

Penulis : Fitriani | Mahasiswi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus HIV/AIDS terus meningkat. Kota Jambi menjadi salah satu wilayah yang perlu mendapat perhatian serius. Data terbaru menunjukkan adanya kasus anak-anak yang positif HIV, serta tren perilaku seksual sesama jenis (LSL) yang turut menyumbang peningkatan kasus.

Fakta ini menimbulkan keprihatinan mendalam dan sekaligus menjadi cerminan dari kehidupan yang semakin jauh dari nilai-nilai moral.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Jambi, mengatakan tercatat 400 kasus HIV di Kota Jambi. Dari ratusan kasus penyebaran HIV itu, empat diantaranya menimpa anak-anak.

Penularan HIV pada anak-anak itu sebagian besar terjadi akibat hubungan seksual yang tidak aman, termasuk penularan dari ibu ke anak.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Jambi menghimbau kepada masyarakat agar:

1. Tidak melakukan hubungan seksual bebas

2. Menerapkan perilaku seksual yang aman dan sehat guna mencegah penyebaran virus

3. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya HIV dan cara pencegahan yang efektif melalui kerja sama lintas sektor untuk program penanggulangan yang mempunyai visi untuk menghentikan AIDS pada 2030.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS, angka kasus masih terus meningkat di beberapa daerah, termasuk Kota Jambi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa masalah ini jauh lebih kompleks daripada sekadar kampanye dan himbauan. Tetapi karena maraknya perilaku liberal yang kini semakin berkembang di masyarakat, terutama dalam aspek seksual, liberalisme ini menjadi salah satu penyebab utama penyebaran HIV/AIDS.

Dalam kehidupan liberal, kebebasan seringkali disalahartikan sebagai kebebasan tanpa batas, termasuk dalam memilih gaya hidup yang tidak bertanggung jawab. Nilai-nilai moral yang sebelumnya menjadi tameng untuk mencegah perilaku berisiko kini terkikis oleh modernisasi dan arus globalisasi.

Gaya hidup liberal seringkali mengabaikan norma agama dan sosial yang selama ini menjadi pedoman masyarakat menjaga keharmonisan hidup. Seks bebas, hubungan sesama jenis, dan penyalahgunaan narkoba menjadi bagian dari gaya hidup yang dianggap “modern” oleh sebagian kalangan.

Padahal, perilaku ini tidak hanya merusak individu secara fisik dan mental tetapi juga membawa dampak buruk pada tatanan sosial. Tren ini jelas memerlukan perhatian serius.

Pemerintah Kota Jambi, melalui berbagai program, telah berupaya menanggulangi penyebaran HIV/AIDS dengan intensifikasi penyuluhan dan layanan kesehatan, seperti yang diberitakan oleh Antara News.

Apa hubungan HIV/AIDS dengan sistem liberalisme?

Salah satu aspek utama adalah kebebasan individu dalam urusan seksual, yang sering dijunjung tinggi dalam masyarakat liberal. Kebebasan ini membuka ruang untuk praktik-praktik seperti hubungan seksual bebas, seks di luar pernikahan, dan hubungan sesama jenis (LSL).

Sayangnya, perilaku ini sering tidak diimbangi dengan kesadaran akan risiko kesehatan atau tanggung jawab sosial, sehingga berkontribusi pada penyebaran HIV/AIDS.

Liberalisme juga cenderung memisahkan nilai-nilai moral atau agama dari pengaturan kehidupan masyarakat. Hal ini membuat tindakan melanggar syariat, seperti seks bebas dan prostitusi, lebih mudah diterima secara sosial. Akibatnya, perilaku-perilaku ini menjadi saluran utama penyebaran HIV/AIDS.

Selain itu, minimnya regulasi terhadap gaya hidup menjadi salah satu karakteristik liberalisme yang relevan. Dalam masyarakat liberal, prostitusi, konsumsi narkoba, dan perilaku seksual berisiko lainnya sering kali sulit diatur secara hukum karena dianggap sebagai bagian dari kebebasan individu.

Kondisi ini semakin mempersulit upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Upaya untuk membatasi perilaku berisiko sering mendapat stigma dalam masyarakat liberal. Pendekatan berbasis ideology islam kerap ditolak karena dianggap menghakimi atau bertentangan dengan nilai kebebasan individu.

Hal ini membuat penanganan masalah seperti HIV/AIDS menjadi lebih kompleks. Gaya hidup hedonistik juga menjadi ciri khas liberalisme yang mendorong individu untuk menempatkan kepuasan pribadi di atas segalanya. Gaya hidup ini sering kali mengabaikan konsekuensi jangka panjang, termasuk risiko kesehatan, sehingga memperburuk penyebaran HIV/AIDS.

Terakhir, meskipun liberalisme menekankan kebebasan informasi, tidak semua orang memiliki akses yang merata terhadap pendidikan kesehatan seksual atau layanan pencegahan HIV/AIDS.

Kesenjangan ini menyebabkan banyak individu, terutama dari kelompok rentan, tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang risiko dan cara pencegahannya. Kombinasi dari semua faktor ini mencerminkan bagaimana nilai-nilai dalam sistem liberalisme dapat berkontribusi pada peningkatan kasus HIV/AIDS.

Solusi Islam menangkal HIV/AIDS

Pada masa Rasulullah SAW, masyarakat Islam hidup dalam bingkai syariat yang tegak secara menyeluruh. Hukum-hukum islam tidak hanya diajarkan tetapi juga diterapkan dengan penuh kesadaran kolektif. Pelanggaran seperti zina dianggap sebagai dosa besar yang dapat merusak tatanan sosial.

Hukum ditegakkan dengan adil dan penuh kasih sayang, bertujuan memberi efek jera dan mendidik masyarakat agar terhindar dari perilaku menyimpang. Dalam komunitas tersebut, kontrol sosial dan amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, menciptakan lingkungan yang mendukung kebaikan dan menjauhkan umat dari perilaku berisiko.

Namun, situasi di zaman modern jauh berbeda. Dalam banyak masyarakat saat ini, hukum agama sering kali tidak diterapkan secara menyeluruh. Kebebasan individu dan gaya hidup liberal yang banyak diadopsi sering kali mengaburkan batas-batas moral.

Pelanggaran seperti zina atau seks bebas kerap dianggap sebagai hak pribadi tanpa memperhatikan dampak sosialnya. Media digital dan budaya populer juga turut memperbesar akses dan normalisasi perilaku berisiko, termasuk hubungan seksual bebas, yang menjadi salah satu penyebab utama penyebaran HIV/AIDS.

Selain itu, respons masyarakat terhadap pelanggaran moral kini sering kali permisif atau bahkan apatis. Alih-alih membimbing pelaku untuk bertaubat, masyarakat modern cenderung menilai secara dangkal atau mengabaikan persoalan tersebut.

Di sisi lain, kontrol sosial melemah, dan nilai-nilai agama sering kali dipisahkan dari kehidupan publik, sehingga pengawasan kolektif terhadap perilaku menyimpang hampir tidak ada.

Kisah masa Rasulullah SAW menunjukkan bagaimana penerapan Islam dapat melindungi masyarakat dari kerusakan moral dan dampak negatifnya, termasuk penyakit seperti HIV/AIDS. Di sisi lain, zaman modern yang cenderung menjauh dari agama menghadapi tantangan besar dalam menekan perilaku berisiko yang berkontribusi pada penyebaran penyakit tersebut.

Hal ini menjadi refleksi penting akan kebutuhan untuk kembali kepada prinsip-prinsip Islam yang menyeluruh, yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga dengan sesamanya dalam masyarakat.

Dalam pandangan Islam, HIV/AIDS dan penyebarannya erat kaitannya dengan perilaku manusia yang menyimpang dari syariat islam. Islam menawarkan solusi pencegahan melalui penerapan aturan yang tegas dan syariat islam yang berakar pada kesucian dan kehormatan diri.

Larangan terhadap zina dan perilaku sesama jenis, serta ajaran untuk menjaga hubungan yang halal dalam ikatan pernikahan, menjadi fondasi utama untuk mencegah perilaku yang berisiko menularkan penyakit ini.

Islam juga menempatkan kesehatan sebagai tanggung jawab ruhiyah dan sosial. Menjaga tubuh dan kesehatan dianggap sebagai amanah dari Allah SWT yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya.

Dalam hal ini, pendidikan tentang kesehatan seksual yang berbasis agama diajarkan untuk mendorong kesadaran masyarakat terhadap risiko penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.

Pendidikan ini diberikan dalam bingkai nilai-nilai Islami, sehingga individu memahami pentingnya menjaga diri dari perilaku yang berbahaya.

Keluarga dan komunitas dalam Islam memiliki peran penting sebagai pelindung moral dan pendidik. Lingkungan keluarga yang kokoh dan komunitas yang mendukung dapat mencegah individu terjerumus ke dalam perilaku menyimpang.

Selain itu, Islam mendorong tindakan preventif seperti menjaga kebersihan pribadi, menjauhi minuman keras dan narkoba, serta menghindari perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Pentingnya kasih sayang dan empati juga diajarkan dalam Islam untuk menghapus stigma terhadap mereka yang telah terinfeksi HIV/AIDS. Islam mengajarkan pendekatan rahmatan lil ‘alamin, di mana setiap individu diperlakukan dengan penuh kasih sayang tanpa menghakimi.

Pendekatan ini tidak hanya membantu mereka yang terinfeksi mendapatkan pengobatan, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung edukasi dan pencegahan lebih lanjut.

Sebagai bentuk perlindungan masyarakat, Islam juga menerapkan hukum yang tegas terhadap pelanggaran moral seperti zina. Islam menerapkan hukum yang tegas terhadap pelanggaran moral seperti zina, sebagaimana yang disebutkan dalam Surah An-Nur ayat 2.

Ayat tersebut berbunyi: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali. Dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Dan hendaklah hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2).

Sanksi yang jelas ini bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya perilaku berisiko, sehingga menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan terlindung dari ancaman HIV/AIDS.

Dengan pendekatan menyeluruh yang melibatkan pencegahan, pendidikan, dan membentuk pemikiran umat dengan islam, Islam menawarkan solusi untuk memutus rantai penyebaran penyakit ini.[]

Comment