UU TPKS, Solusi Problem Kekerasan Seksual?

Opini769 Views

 

 

Oleh: Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T, Dosen dan Pemerhati Generasi

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Rapat paripurna DPR RI ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2021-2022 akhirnya mengesahkan RUU TPKS menjadi UU. Ini menjadi angin segar bagi para aktivis perempuan dan pihak-pihak yang ikut mengawal RUU ini sejak awal digulirkan.

Sudah jamak diketahui bahwa RUU ini menuai banyak polemik di tengah masyarakat, baik dari komunitas pemerhati anak dan perempuan, birokrat serta akademisi. Tersebab, beberapa pasal yang ambigu dan terkesan menjadi celah pelegalan perzinaan.

Sehari setelah aksi protes Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, yang menuntut berbagai kebijakan abnormal dan zalim, RUU ini akhirnya diketok palu setelah enam tahun timbul tenggelam. Dimulai dari pergantian nama UU, perubahan naskah akademik, dan perubahan atau penghilangan beberapa pasal dari draft awal.

Jika dicermati, RUU ini sudah diwacanakan sejak 2012 dan diberi nama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Pertama kali diinisiasi oleh Komnas Perempuan. Selanjutnya DPR memasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2016. Seiring waktu, karena menimbulkan banyak polemik di tengah masyarakat, sehingga DPR memutuskan menunda pembahasan hingga Pemilu 2019 selesai.

Tahun 2020, seperti dikutip bbc.com, (12/4/2022), pro kontra masih mewarnai perjalanan RUU ini. Empat fraksi di DPR tidak mendukung RUU PKS masuk dalam Prolegnas 2021, hanya lima fraksi saja yang mendukung. Fraksi yang keras menolak adalah PKS, sementara PPP, PAN, dan Demokrat, tidak secara tegas menyatakan diri mendukung RUU PKS.

Tidak Komprehensif

Perlu ditelaah lebih jernih bahwa terkait UU TPKS, ada beberapa pasal ambigu. Roh solusi kekerasan seksual seakan tidak ter-cover dengan berubahnya diksi penghapusan menjadi tindak pidana. Wajar jika banyak pihak menilai bahwa UU ini berperspektif korban, sehingga solusi yang diinginkan tidak tepat sasaran bahkan rawan terjadinya masalah baru.

Upaya untuk membuat payung hukum atas banyaknya problem kekerasan seksual di negeri ini patut diapresiasi. Namun, jangan sampai malah dijadikan pengalihan isu terhadap problem lain yang juga tak kalah rusaknya. Misalnya, dihapusnya poin pemerkosaan dan aborsi. Hal ini menjadikan UU TPKS terkesan tidak komprehensif, sehingga tidak solutif.

Dian Novita dari LBH Apik Jakarta, mengatakan bahwa bagaimana mungkin RUU yang bicara tentang kekerasan seksual, tetapi tidak berbicara pemerkosaan dan aborsi. Ini adalah roh RUU TPKS.

Hal senada sebagaimana diungkapkan laman republika.co.id (6/4/2022) juga ditegaskan anggota Baleg dari Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf, penolakan PKS karena RUU TPKS tidak memuat aturan mengenai elarangan perzinaan dan penyimpangan seksual atau LGBT.

Dilansir  kompas.id (13/4/2022), UU TPKS mengatur sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Beberapa pihak menilai bahwa tindak pidana kekerasan seksual yang sudah disahkan tersebut, tidak memuat secara komprehensif problem kekerasan yang menjadi alasan dibuatnya UU ini. Di mana jika merujuk pada ruang lingkup tindak pidana kesusilaan yaitu segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual. Dari sini terlihat bahwa UU ini hanya memuat satu aspek saja, sehingga sangat wajar jika sedari awal UU ini banyak ditentang karena dinilai membuka kran pintu perzinaan dan makin melanggengkan perilaku penyimpangan seksual.

Berbagai regulasi yang ada, seakan tak pernah menyolusi beragam kemaksiatan termasuk problem kekerasan seksual. Kompleksnya sumber masalah akibat penerapan sistem sekuler kapitalis, membuat kebijakan yang dibuat seolah hanya tambal sulam.

Perkara ini sangat mungkin terjadi, karena asas sistem ini adalah pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya boleh mengatur urusan-urusan ibadah mahdoh seperti salat, zakat, dan haji. Tidak diberi ruang untuk mengatur interaksi antar manusia atau bermuamalah sesama manusia, seperti aspek ekonomi, sosial, dan politik. Sehingga apa yang kita saksikan hari ini adalah aneka kemaksiatan yang terus mendera negeri seakan tak kunjung usai.

Sistem Paripurna

Peradaban gemilang telah ditorehkan selama 1300 tahun lamanya. Tak dimungkiri, sistem Islam begitu luar biasa menjadi contoh konkret kesejahteraan seluruh rakyat. Kemaksiatan sangat minim terjadi, baik skala individu, masyarakat, maupun negara.

Segala hal diatur dengan sistem paripurna yang menenteramkan jiwa, karena bersumber dari Sang Pencipta manusia dan seluruh isi semesta. Keniscayaan akan terciptanya sebuah sistem kehidupan yang berjalan harmonis, mewujud dalam minimnya kemaksiatan.

Terkait kekerasan seksual dan berbagai problem lainnya, Islam sangat detil mengatur dengan berbagai instrumen berbasis akidah Islam. Dimana, peran negara sangat urgen dalam melegislasi sebuah UU. Seorang Imam atau Khalifah dalam mengambil sebuah kebijakan harus berdasarkan syariat-Nya, bukan dari hasil pemikiran manusia.

Keseluruhan support system bersinergi demi terlaksananya penerapan hukum syariat dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai dari ketakwaan individu rakyat, kontrol masyarakat hingga efek jera yang diberlakukan negara.

Hal ini didukung oleh jaminan pemenuhan kebutuhan pokok individu dan publik oleh negara sebagai pelaksana hukum syariat. Perkara ini penting untuk memastikan hak dan kewajiban setiap individu rakyat dan penguasa telah berjalan sesuai aturan-Nya.

Gambaran kondisi rakyat yang diliputi keamanan dan kesejahteraan, karena seluruh komponen masyarakat bertindak berdasar ketakwaan kepada Allah Swt. Sistem paripurna dari zat Yang Maha Sempurna, meniscayakan hal tersebut terwujud.

Pun sebaliknya ketika manusia melanggar atau tidak menggunakan aturan Ilahi, maka kesempitan hidup dan kesengsaraan terus melanda. Sebagaimana dijelaskan QS. A’raf: 96, yang artinya “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”. Wallahua’lam bis Showab.[]

Comment