Oleh: Eka Purwaningsih, S.Pd, Pegiat literasi, Muslimah peduli Ummat
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Umumnya karena asupan makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, Indonesia ada di urutan ke-lima jumlah anak dengan kondisi stunting.
Pemerintah telah melakukan pembenahan atas masalah ini. Melalui berbagai kebijakan yang sudah dikeluarkan seperti Peraturan Presiden nomor 42/2013 tentang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi diterbitkan untuk mendukung upaya penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinir untuk percepatan perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK).
Sebagai upaya mengatasi kurang gizi (stunting), pemerintah berencana meningkatkan program gizi seimbang serta menyiapkan total anggaran sekitar Rp60 triliun untuk 21 kementerian/lembaga yang terlibat penanganan stunting.
Komitmen pemerintah Indonesia dalam percepatan upaya mengatasi stunting tercermin dari Strategi Nasional Pencegahan Stunting senilai US$ 14,6 miliar yang diluncurkan pada Agustus 2017 dan akan memberi manfaat bagi 48 juta ibu hamil dan anak-anak di bawah usia 2 tahun dalam empat tahun ke depan.
Di Jawa Barat sendiri untuk mencegah dan menangani stunting, pemerintah daerah Provinsi sudah menggelar kampanye Gerakan Jabar Menuju Zero Stunting 2023 mulai tanggal 18 November 2018 lalu di Lapangan Gasibu Bandung.
Program ini sejalan dengan kampanye Zero stunting yang sedang digulirkan Pemerintah mulai dari provinsi sampai daerah (Kab).
Sebelumnya setelah menghadiri acara peremuan IMF di Bali, world Bank mengadakan kunjungan ke beberapa daerah di Indonesia salah satunya ke daerah Rongga Kabupaten Bandung Barat.
Kunjungan ini salah satu agendanya adalah terkait stunting. Dalam kesempatan itu, Presiden bank dunia (World Bank) Jim Yong Kim mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam menangani stunting.
Karena Pemerintah Indonesia mengajak kita untuk beranjak dari seluruh metode lama dan menggunakan pendekatan baru.
Di antaranya dengan memanfaatkan teknologi yang ada, dengan merangkul sektor swasta, dan melibatkan organisasi-organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi keagamaan, dan masyarakat sipil membawa mereka memahami mengenai stunting dan mengatasi stunting sebisa mungkin.
Tahun berganti, mirisnya pada 2022 ini Jawa Barat menjadi salah satu Provinsi dengan angka balita stunting terbanyak di Indonesia.
Data SSGI 2021 menyebutkan prevalensi stunting Provinsi Jawa Barat mencapai 24,5 persen, sedikit di atas rata-rata angka stunting nasional, yaitu 24,4 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Juanita Paticia Fatima mengungkapkan saat ini di Jawa Barat, terdapat 218.286 Balita yang mengalami stunting atau gangguan tumbuh kembang akibat kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek dalam ukuran usianya.
Lahirnya berbagai kebijakan yang ada, selama ini belum bisa menuntaskan masalah stunting di Indonesia, angka stunting masih saja pada garis darurat.
Hal ini didukung dari survey yang pernah dilakukan oleh ahli-ahli di Indonesia bahwa penurunan stunting dari tahun 1992 sampai 2013 atau selama sekitar 20 tahun hanya 4%.
Di Jawa Barat sendiri, menurut Juanita “Rata-rata penurunan stunting dalam tiga tahun terakhir di Jabar, 1,35 persen per tahun,” ungkapnya. (stunting.go.id/22-8/2022)
Tentu, hal ini menjadi koreksi besar bagi semua lini kehidupan termasuk peran tenaga kesehatan, pemangku pembuat kebijakan dan seluruh masyarakat.
Penyebab stunting yang paling umum adalah karena kekurangan gizi, kekurangan gizi tidak bisa dipisahkan dan erat kaitannya dengan kemiskinan.
Begitu banyak penyebab yang membuat seseorang menjadi miskin, namun secara garis besar kemiskinan dapat disebabkan oleh tiga faktor utama.
Pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut dan lain-lain.
Kedua, kemiskinan kultural, kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat. Misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain.
Ketiga, kemiskinan stuktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat.
Dari ketiga penyebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat.
Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju.
Kemiskinan struktural tersebut merupakan konsekuensi logis penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang rusak baik secara paradigma maupun konsep derivatif atau turunan dalam kebijakannya.
Secara paradigma kesalahan mendasar sistem ekonomi kapitalis adalah ketika menjadikan kelangkaan barang dan jasa sebagai problem ekonomi dan menyerahkan produksi, konsumsi dan distribusi kepada mekanisme pasar dengan peran negara yang minimalis.
Dalam penanganan stunting ini misalnya, Pemerintah menyerahkan kepada pihak swasta.
Hubungan antara penguasa dengan rakyat ibarat atasan dan bawahan, bertumpu pada asas kemanfaatan. Padahal sejatinya penguasa itu adalah pelayan bagi rakyatnya.
Sementara dalam konsep derivatifnya ekonomi kapitalis memunculkan adanya sektor non riil dalam perekonomian seperti perbankan ribawi, pasar modal, bursa saham, valas atau pasar uang, dll, atas sektor riil (perdagangan dan jasa yang bersifat nyata).
Sektor ekonomi non rill ini menjadi sumber utama pemicu krisis ekonomi dan moneter serta ketimpangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat karena menyebabkan sektor rill tidak bergerak dan kekayaan hanya bertumpu pada kelompok kecil manusia.
Di sisi lain, kebodohan juga seringnya berbanding lurus dengan kemiskinan. Pendidikan dituntut untuk dimiliki sebagai bekal hidup namun saat ini, pendidikan dikapitalisasikan menjadi sesuatu yang mahal dan sulit dijangkau.
Belum lagi dampak sekulerisme dalam sistem Pendidikan yang ada, menimbulkan berbagai problematika pendidikan.
Jelaslah Sistem ekonomi Kapitalisme tidak mendukung untuk terciptanya keluarga yang sejahtera.
Negara akan gagal mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan pendidikan rakyatnya selama sistem yang digunakan masih sekulerisme Kapitalisme.
Kebutuhan akan sandang, papan, pangan, termasuk kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan keamanan merupakan kebutuhan dasar tiap warga negara.
Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat, mari kita Lirik solusi dalam Islam mewajibkan negara menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam.
Politik ekonomi merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia dalam bidang ekonomi.
Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka.
Dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, Islam memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anggota masyarakat dengan fokus perhatian bahwa manusia diperhatikan sebagai individu (pribadi), bukan sekadar sebagai suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara.
Hal ini berarti Islam lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara individual dan bukan secara kolektif. Dengan kata lain, bagaimana agar setiap individu masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier).
Bukan sekadar meningkatkan taraf hidup secara kolektif yang diukur dari rata-rata kesejahteraan seluruh anggota masyarakat (GNP).
Dengan demikian, aspek distribusi sangatlah penting sehingga dapat dijamin secara pasti bahwa setiap individu telah terpenuhi kebutuhan hidupnya .
Ketika mensyariatkan hukum-hukum yang berkenaan tentang ekonomi kepada manusia, Allah Swt. telah mensyariatkan hukum-hukum tersebut untuk pribadi, masyarakat, dan negara.
Adapun pada saat mengupayakan adanya jaminan kehidupan serta jaminan pencapaian kemakmuran, Islam telah menetapkan bahwa semua jaminan harus direalisasikan dalam sebuah negara yang memiliki pandangan hidup (way of life) tertentu.
Dengan begitu, sistem Islam memperhatikan hal-hal yang menjadi tuntutan individu dan masyarakat merealisasikan jaminan kehidupan serta jaminan pencapaian kemakmuran bagi setiap Individu rakyatnya.
Jika akar masalah bisa diurai dengan aturan Islam sebagai solusi penting, maka akan mudah mewujudkan Zero Stunting.Wallahu’alam bishawwab.[]
Comment