RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Laporan Bank Dunia pada 30 Januari 2020 dwngan judul “Aspiring Indo-Expanding the Middle Class” menyebut meski pemerintah Indonesia dinilai berhasil mengeluarkan masyarakat miskin dari garis kemiskinan sebanyak 45% atau 115 juta orang namun jumlah penduduk sebanyak itu besar kemungkinannya kembali lagi menjadi miskin.
Menurut “World Bank Acting Country Director” untuk Indonesia Rolande Pryce, kelompok tersebut adalah yang berhasil keluar dari garis kemiskinan namun belum berhasil masuk ke dalam kelas menengah.
Kemiskinan, memang bukan persoalan baru di negeri yang kaya sumber daya alam ini. Solusi yang diambil pun sudah sangat mainstream, yaitu dengan mentaati rekomendasi Bank Dunia.
Dalam kasus ini, Bank Dunia kemudian merekomendasi Indonesia perlu menciptakan lapangan kerja dengan upah yang lebih baik, menyediakan pendidikan berkualitas, juga jamimnn kesehatan.
Hal ini tentu memerlulan perbaikan lingkungan usaha dan investasi pada infrastruktur. Padahal berdasarkan pengalaman sejarah ketika pemerintah negeri ini menyepakati rekomendasi tersebut, maka akan semakin mengokohkan jerat neo-liberalisme di negeri ini.
Karena arti dari rekomendasi Bank Dunia tersebut untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan memperbanyak proyek asing. Dengan logika agar membuka serapan tenaga kerja.
Inilah rekomendasi yang sudah berjalan puluhan tahun namun tidak membuat bangsa ini menjadi lebih baik, justru yang ada malah rakyat terlilit hutang.
Untuk menyelesaikan problem kemiskinan secara tuntas, harusnya penguasa tidak mengambil rekomendasi tersebut agar tidak masuk ke dalam hutang ribawi yang ujung-ujungnya akan melahirkan sebuah kebijakan yang semakin mencekik rakyat. Maka hal yang harus dilakukan rezim adalah menciptakan kondisi tatanan ekonomi yang stabil, sehingga kemakmuran berhasil dicapai.
Islam Dan Solusi Mengatasi Kemiskinan
Lalu bagaimana caranya? Kondisi ini akan tampak ketika pemerintah mau menelisik akar dari permasalahannya, bukan hanya memikirkan penyelesaian jangka pendek dan menguntungkan negara-negara adidaya. Perlu adanya kesadaran para penguasa dan masyarakat untuk mengimementasikan aturan Islam mengatur ekonomi dan sektor lainnya agar bisa dikelola secara syar’i.
Karena Islam memiliki solusi untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif. Setidaknya terdapat beberapa langkah praktis untuk mengatasinya.
Pertama, melarang praktik riba. Aktivitas riba ibarat benalu dalam perekonomian dan Islam sangat mengharamkan hal yang menghilabgkan nilai nilai keberkahan ini.
Kedua, semua sektor usaha harus berbasis sektor produktif. Sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan para pengusaha agar berdaulat di negeri sendiri, memulai produksi dan stop impor.
Ketiga, negara harus memenuhi kebutuhan pokok massal terkait pendidikan, kesehatan, keamanan, sehingga income perkapita keluarga hanya dialokasikan untuk kebutuhan individu.
Keempat, dalam kondisi khusus negara yang berbasis pada nilai nilai Islam wajib memberi nafkah kepada rakyatnya tanpa mewajibkan perempuan untuk bekerja.
Dalam kasus ini, sejarah mencatat peradaban Islam yang mampu mencapai angka kemiskinan struktural yakni 0%. Tingkat hutang luar negeri 0%, dan tingkat inflasi mata uang 0%. Wallahu a’lam.[]
*Aktivis muslimah
Cileungsi, Bogor
Comment