RADARINDONESIANEWS.COM, BOGOR – Interfaith Rainforest Initiative atau Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis telah menyelenggarakan Forest and Climate Youth Leadership Camp for Climate Action and Urban Forest Ecosystem atau Kamp Kepemimpinan Generasi Muda Hutan dan Perubahan Iklim untuk Aksi Iklim dan Ekosistem Hutan Kota.
Kegiatan ini berlangsung sejak Sabtu (1/6/24) hingga Ahad (2/6/24) di Sentul Edu Eco Tourism Forest, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Acara ini juga melibatkan sejumlah organisasi kemasyaratakan (ormas) keagamaan sebagai peserta sekaligus pengisi acara, ditambah dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Para peserta dan pengisi acara terdiri dari perwakilan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), khususnya dari Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (LPLH) dan Sumber Daya Alam (SDA) MUI, serta ormas keagamaan lainnya seperti Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), khususnya Lembaga Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (LHAAK) KWI.
Turut hadir perwakilan peserta dan pengisi acara dari sejumlah ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Buddha Indonesia (PERMABUDHI) dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN).
Selain itu, acara ini istimewa karena berlangsung di lokasi yang menjadi saksi bisu kerja sama antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia (RI), yakni Perusahaan Umum (Perum) Perhutani, dengan Korea Forest Service Republik Korea (Korea Selatan).
Sebagai peserta perwakilan dari MUI, penulis melihat langsung dua bendera negara berkibar dengan tegak di lapangan utama lokasi acara, yakni bendera RI dan bendera Korea Selatan. Penulis juga melihat prasasti terkait pembangunan Millenials Hall atau Aula Milenial yang menjadi lokasi utama kegiatan ini.
Prasasti Aula Milenial mengandung tulisan “Inauguration of Millenials Hall of Sentul Eco Edu Tourism Forest to commemorate the contribution by the Korea Forest Service of the Republic of Korea to the Management of Sentul Eco Edu Tourism Forest“. Prasasti berbahan dasar batu marmer hitam itu ditandatangani pada 6 April 2021 oleh empat pihak.
Keempat pihak itu ialah Presiden Direktur Perum Perhutani, Wahyu Kuncoro, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Dr. Ir. Bambang Hendroyono, M.M., dan Direktur Jenderal International Affairs Bureau – Korea Forest Service, Dr. Park Eun-sik, dan Direktur Korea-Indonesia Forest Center, Lee Sung-Gil.
Sewaktu sampai di lokasi acara, penulis disambut langsung oleh sebuah prasati dari batu marmer berwarna hitam dengan tulisan: “Inauguration of Crossing Bridge of Sentul Eco Edu Tourism Forest To commemorate the contribution by the Korea Forest Service of The Republic of Korea to The Management of Sentul Eco Edu Tourism Forest (SEETF)“.
Prasasti tersebut ditandatangani pada 17 Juni 2019 di Sentul, Bogor, oleh tiga pihak, yakni Direktur Korea-Indonesia Forest Center, Kim Yongchul, Bupati Bogor, Ade Yasin, dan Presiden Dierektur Perum Perhutani, Denaldy M. Mauna.
Lebih lanjut, Penanggung Jawab kegiatan ialah Ketua LPLH SDA MUI Pusat, Dr. Ir. H. Hayu Susilo Prabowo, M.Hum., yang juga Fasilitator Nasional Interfaith Rainforest Initiative (IRI) untuk Indonesia. Acara ini diikuti oleh 53 peserta dan menghadirkan dua narasumber utama dalam workshop, yakni Ir. Abdon Nababan dan Hening Purwati Parlan, S.Sos., M.M.
Saat ini, Ir. Abdon Nababan adalah Penasehat di The Samdhana Institute, dan menjadi Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS). Sedangkan Hening Purwati Parlan, M.M., mengemban amanat sebagai Wakil Ketua II Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Adapun moderatornya ialah Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.
Dalam sambutannya saat membuka acara, Sabtu (1/6/24) pagi, Ketua LPLH SDA MUI Pusat, Dr. Ir. H. Hayu Susilo Prabowo, M.Hum., menjelaskan seputar permasalahan yang saat ini sedang dihadapi dunia terkait lingkungan hidup, antara lain ekosistem global yang terancam karena semakin berkurangnya biodiversitas atau keanekaragaman hayati.
“Diantara penyebab semakin berkurangnya biodiversitas global ialah pemanasan global dan perubahan iklim (climate change) akibat ulah manusia. IRI Indonesia bersama-sama dengan IRI Global berkomitmen teguh untuk mengatasi perubahan iklim dan mempertahankan kelestarian hutan tropis dunia,” tuturnya.
Selanjutnya, Fasilitator Nasional IRI Indonesia itu juga memperkenalkan konsep nature based solution atau solusi berbasis alam untuk lingkungan hidup. “Tujuannya ialah ikhtiar untuk menyelesaikan problematika manusia dengan solusi berbasis alam,” imbuhnya.
“Alhamdulillah, saat ini kami sedang mengembangkan KISUCI atau Komunitas Iklim Sungai Cikeas dengan konsep Nature Based Solution. Di sana, kita bisa langsung mempraktikkan ilmu-ilmu terkait lingkungan hidup seperti menanam tumbuhan dengan pola multikultur, membuat pupuk kompos, serta pengelolaan sampah ramah lingkungan,” jelasnya.[]
Comment