RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Tulisan yang bertebaran di grup whatsapp ini berjudyl Kisah Uang 150 Juta.
Namun di dalam tulisan sebagai kisah motivasi ini diberi judul sebagaimana kalimat yang tercantum di bagian akhir cerita dan tentunya telah dilakukan revisi kalimat seperlunya. Selamat membaca. (Red).
Sebelum pulang kantor, sang suami menelpon istrinya, “Sayang, alhamdulillah, bonus akhir tahun dari perusahaan sudah turun, Rp. 150 juta.” Sang istri yang berada di ujung telpon tentu saja merasa senang dan mengungkapkan rasa syukurnya seraya berujar “Alhamdulillah, semoga barokah ya mas”.
Sebelumnya sepasang suami isteri ini memang telah berencana untuk membeli sebuah mobil sederhana untuk keluarga kecilnya. Uang bonus dari kantor yang turun mereka rasa cukup pas untuk merealisasikan rencana mereka dan sesuai budget.
Namun dalam perjalanan pulang, laki laki tersebut mendapat telpon dari sang ibu di kampung.
“Nak, kamu ada tabungan? Tadi ada orang datang ke rumah. Ternyata almarhum ayahmu punya hutang ke dia cukup besar, Rp. 50 juta.”
Begitu ucap sang ibu di dalam percakapan bia telpon dengan anaknya itu.
Tanpa pikir panjang, ia (sang anak) pun menjawab, “Iya, Bu, insyaAllah ada.” Dalam perjalanan pulang ia pun berpikir, “Nggak apa-apa lah, masih cukup untuk beli mobil yang 100 jutaan. Mungkin ini lebih baik.”
Ia pun melanjutkan perjalanan. Belum tiba di rumah, HP-nya kembali berdering. Seorang sahabat karibnya semasa SMA tiba-tiba menghubunginya sambil menangis.
Sahabatnya itu dengan terbata mengabarkan bahwa anaknya harus segera operasi minggu ini. Banyak biaya yang tidak bisa dicover oleh asuransi kesehatan dari pemerintah. Tagihan dari rumah sakit Rp. 80 juta.
Ia pun berpikir sejenak. Uang bonus dari kantornya tinggal 100 juta. Jika ini diberikan kepada sahabatnya, maka tahun ini ia gagal membeli mobil yang diimpikan bersama isterinya. Tapi nuraninya mengetuk dan selalubtwrngiang di telinganya.
“Berikan padanya. Mungkin kamu memang jalan Allah untuk menolong sahabatmu itu. Mungkin ini memang rezekinya yang datang melalui perantara dirimu.”
Begitulah suara hati yang mencuat dan didengar sepanjang perjalanan pulang. Tak mau pikir panjang, ia pun menuruti panggilan nuraninya.
Setibanya di rumah, ia menemui istrinya dengan wajah lesu. Sang istri bertanya, “Kenapa, mas? Ada masalah? Nggak seperti biasanya pulang kantor murung gini?”
Sang suami mengambil nafas panjang dan berusaha menjawab.
“Tadi ibu di kampung telp, butuh 50 juta untuk bayar utang almarhum bapak. Nggak lama, sahabat abang juga telp, butuh 80 juta untuk operasi anaknya. Uang kita tinggal 20 juta. Maaf ya, tahun ini kita nggak jadi beli mobil dulu.”
Sang istri pun menjawsb ringan dengan tersenyum ringan.
“Aduh, mas, kirain ada masalah apaan. Mas, uang kita sebenarnya bukan yang 20 juta itu, tapi yang 130 juta. Uang yg kita infakkan kepada orang tua kita, kepada sahabat kita, itulah harta kita yang sesungguhnya. Yang akan kita bawa menghadap Allah, yang tidak mungkin bisa hilang jika kita ikhlas. Sedangkan yang 20 juta di rekening itu, masih belum jelas, harta kita atau akan menjadi milik orang lain.”
Sang istri pun memegang tangan suaminya. Dengan senyum merekah sang isteri menambahkan kata manisnya.
“Mas, in syaa Allah ini yg terbaik. Bisa jadi jika kita beli mobil saat ini, justru menjadi keburukan bagi kita. Bisa jadi musibah besar justru datang ketika mobil itu hadir saat ini. Maka mari baik sangka kepada Allah, karena kita hanya tahu yang kita inginkan, sementara Allah-lah lebih tahu apa yang kita butuhkan.”*
Sang suami pun tersenyum kecil sambil memeluk mesra sang isteri yang bijaksana dan shaliha itu.
*Pernyataan kalimat ini terdapat dalam buku Ihyaaulumudin yang ditulis oleh Imam Al Ghazali dengan kata, ” Sebelum Allah memberi apa yang kita inginkan sesungguhnya Dia telah memberi apa yang kita butuhkan.”
Comment