Banjir Produk China Ancam Industri Lokal 

Opini289 Views

 

Penulis: Eno Fadli | Pemerhati Kebijakan Publik

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Indonesia dibanjiri produk manufaktur China. Sangat mudah menemukan produk China di pasar domestik RI terutama melalui e-commerce. Dengan adanya perubahan selera pasar yang cepat, produsen China mengadaptasi dengan cepat sehingga lahirlah inovasi didukung penetrasi pasar dan produksi skala besar. Selain itu diikuti pula dengan kebijakan pemerintah setempat menjadikan produk China dengan mudah masuk ke Indonesia dan dapat dibeli dengan harga murah.

Produk China tidak hanya ditemui di pasar lokal namun juga perdagangan lewat industri e-commerce. Saat ini animo masyarakat mengarah pada jual beli secara online.

Fenomena ini dimanfaatkan oleh produsen manufaktur China, misalnya melalui Tik Tok Shop, banyak didapati produk China lalu-lalang dalam aplikasi ini.

Perdagangan dengan menggunakan aplikasi Tik-Tok Shop banyak diminati masyarakat bahkan menjangkau segala kalangan, hal ini menjadi kekuatan penting bagi sektor perdagangan luar negeri Cina.

Dilansir (Tribunnews. com. 19/06/2024) Deputi Bidang Badan Pusat Statistik (BPS) M Habibullah menyebutkan bahwa impor produk China mencapai 36,34 persen dengan nilai sebesar 6,06 miliar dolar Amerika Serikat (AS) per Mei 2024, mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya sebesar 33,06 persen.

Hal ini tentu saja menjadi kekhawatiran tersendiri terhadap produk lokal karena menyebabkan tingkat konsumsi produk lokal menurun sedangkan produksi harus terus berjalan demi pertumbuhan ekonomi. Jika ini terus terjadi akan menjadikan industri produk lokal mengalami kebangkrutan.

Setelah pandemi Covid-19, China menggenjot produksi untuk pertumbuhan ekonomi mereka yang sempat anjlok, namun serapan pasar dalam negeri yang rendah menjadikan China mengekspor produk mereka keluar negeri termasuk Indonesia.

Untuk membendung over kapasitas produk China yang masuk ke Indonesia, pemerintah berencana menggunakan bea masuk tambahan atas barang-barang impor termasuk barang impor dari China. Namun realisasi ini membutuhkan waktu lama karena Komite Anti Dumping (Kadi) yang bertugas untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan importasi barang dumping dan barang mengandung subsidi membutuhkan penyelidikan lebih dalam.

Kebijakan ini juga memerlukan surat perintah dari kementerian terkait yaitu Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan.

Selain itu pemerintah juga mempertimbangkan agar tidak kena semprit oleh WTO dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) karena tingginya bea masuk untuk barang impor yang masuk ke Indonesia. Jika kebijakan ini diberlakukan akan melanggar perjanjian yang sudah ditangani pemerintah Indonesia.

Dalam perjanjian perdagangan luar negeri, Indonesia masuk dalam kawasan yang mewujudkan pasar bebas dengan mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang, sehingga sudah seharusnya pemerintah memberi kemudahan untuk laju perdagangan internasional.

Kondisi ini menyebabkan industri produk lokal yang sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kondisi industri lokal diperparah dengan tidak adanya upaya pemerintah melakukan revitalisasi industri. Pemerintah justru membebani industri lokal dengan berbagai pungutan termasuk pajak menyebabkan pengeluaran yang harus ditanggung industri lokal semakin besar.

Minat terhadap produk lokal semakin menurun, menjadikan industri lokal kekurangan dana sehingga sulit untuk melakukan inovasi terhadap produk mereka. Perlahan-lahan mereka tidak kuat menahan berbagai beban biaya produksi dan akhirnya tidak sanggup bertahan yang berujung kebangkrutan.

Dengan begitu, terjadilah PHK massal yang tentunya akan mengganggu laju perekonomian masyarakat. Perekonomian akan memburuk dan mempengaruhi aspek sosial dengan peningkatan kriminalitas, retaknya bangunan rumah tangga, kesehatan karena gizi buruk dan aspek sosial lainnya.

Dampak negatif penerapan ekonomi  kapitalisme-liberal selalu mengorbankan masyarakat. Dalam model ekonomi kapitalis liberal ini, fungsi negara sebagai pengatur urusan rakyat menjadi lemah. Kapitalisme memposisikan pemerintah terbatas pada fungsi  regulator pengusaha kelas kakap yang mengacu pada kepentingan mereka dengan memperhitungkan untung dan rugi.

Berbeda dengan Islam, kebijakan yang dibuat selalu memprioritaskan kemaslahatan rakyat. Negara tidak akan membebani rakyat dengan pungutan-pungutan yang memberatkan termasuk dengan pungutan pajak. Pajak diharamkan kecuali dalam situasi darurat ekonomi yang memaksa.

Terhadap negara luar yang terikat

Perjanjian dengan negara lain terkait peraoalan ekonomi dan perdagangan  diberlakukan sesuai dengan teks perjanjian di mana hubungan ekonomi dan perdagangan terbatas pada barang dan kondisi tertentu yang dibutuhkan dan tidak akan menyebabkan kuatnya negara yang bersangkutan karena sebuah kebebasan yang disepakati.

Negara juga membebani mereka dengan bea cukai atas barang yang masuk sebesar cukai yang mereka ambil dari pedagang Islam.

Khalifah Umar bin Khattab pernah menginstruksikan kepada para pegawainya untuk mengambil cukai sebesar 5% kepada kafir harbi yang membawa minyak dan biji-bijian ke Hijaz dan dalam keadaan tertentu beliau juga menginstruksikan kepada pegawainya untuk membebaskan cukai sama sekali pada mereka.

Dalam islam, negara memberikan kurikulum berbasis akidah melalui jalur pendidikan, agar masyarakat mempunyai pola sikap dan pola laku islami, sehingga masyarakat mempunyai kesadaran agar tidak bersikap konsumtif, dengan membeli barang yang dibutuhkan bukan barang yang diinginkan, lebih mempertimbangkan manfaat atas barang bukan latah dalam membeli suatu barang.

Penanganan secara sistematis seperti ini yang diperlukan dalam upaya membendung produk asing masuk dan membanjiri negeri-negeri kaum muslim.

Penanganan seperti ini dapat ditemui dalam sistem yang mengatur persoalan hidup manusia secara sempurna, dan tentunya akan ditemui dalam sistem islam yang pernah berjaya dalam kurun waktu 13 abad. Wallahu a’lam bishshawab.[]

Comment