Fitriani S.Pd*: Pernikahan Dini Faktor Penyebab Kasus KDRT?

Opini505 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Biduk rumah tangga yang seyogianya dijadikan sebagai wadah menghimpun kasih sayang sepertinya begitu sulit didapatkan hari ini.

Kata sakina mawaddah warahmah seolah hanya ungkapan doa yang terkadang tidak mampu terealisasi dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Tidak jarang berbagai macam kasus yang tidak pernah diharapkan terjadi.

Seperti kasus yang terjadi di Baubau Sulawesi Tenggara, kota yang terkenal dengan benteng terluas di dunianya ini. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) mencatat, kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Baubau didominasi tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Kepala DP3A Baubau Wa Ode Soraya mengaku, dari total 72 kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Baubau sepanjang tahun 2019 lalu, lebih 30 kasus adalah KDRT. ( baubaupost.com, 27/01/2020 )

Tentu tidak ada asap jika tidak ada api. Begitu pula dengan kasus KDRT yang marak di kota Baubau ini.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) menilai, pemicu utama Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah perkawinan di usia dini, karena ketidakdewasaan membangun rumah tangga. Untuk itu, DP3A Baubau melakukan pencegahan dengan mengadakan sosialisasi di sekolah-sekolah guna pencegahan pernikahan anak di usia dini. Tujuannya agar dapat meminimalisir tindak kekerasan anak dan perempuan. (baubaupost.com, 07/02/2020)

Hal ini tentu sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait batasan usia dalam pernikahan.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com (16/09/2020), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi Undang-undang. Proses persetujuan diambil melalui rapat paripurna ke-8 tahun sidang 2019-2020 yang digelar di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Senin (16/9).

Hasil rapat disepakati bahwa batasan usia yang dibolehkan melakukan perkawinan antara laki-laki dan perempuan adalah sama-sama usia 19 tahun.

Undang-Undang ini kemudian disosialisasikan kepada masyarakat tentang berbahayanya perkawinan usia dini ditinjau dari berbagai aspek.

Namun benarkah demikian, bahwa penyebab utama KDRT adalah pernikahan dini? Sehingga diharuskan adanya batasan pada usia pernikahan dini agar KDRT bisa terhenti?

Faktor Kompleks dibalik Kasus KDRT

Pernikahan sejatinya bukanlah sebuah permasalahan, karena pernikahan sendiri merupakan sesuatu yang baik, mulia dan diperintahkan oleh agama.

Justru yang menjadi masalah adalah apabila pernikahan terjadi tanpa dibekali dengan ilmu dan persiapan yang matang untuk menjalani biduk rumah tangga.

Walhasil ketika ada badai dan ombak yang menerjang, mereka tidak mampu menyelesaikannya, sehingga kekerasan pun menjadi sesuatu yang tidak bisa terhindarkan.

Ketiadaan ilmu ini juga yang melahirkan ketidakjelasan peran antara laki-laki dan perempuan, sehingga mendorong terjadinya diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Banyaknya kasus buram mengenai pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di negeri ini tentu akan menjadi tinta merah dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Contohnya, perempuan yang seharusnya mampu melahirkan dan mendidik generasi penerus bangsa yang unggul dan membawa bangsa lebih maju, justru sekarang tengah dalam keadaan yang memprihatinkan dengan segudang kegiatan di luar rumah.

Banyak perempuan masa kini sudah berpindah posisi sebagai pengurus dan pendidik generasi kini .wninggalkan posisi strayehis itu dan mereka justru disibukkan dengan karier dan mencari nafkah.

Bahkan para istri tidak lagi menghargai suaminya karena memiliki penghasilan yang lebih banyak. Inilah pula salah satu penyebab timbulnya konflik rumah tangga dan berakibat kekerasan yang bersifat privat atau rumah tangga.

Belum lagi kondisi ekonomi yang terpuruk karena susahnya memperoleh pekerjaan yang mapan, sementara harga kebutuhan hidup kian melambung tinggi. Stres karena menghadapi masalah ekonomi pun sering kali berujung pada amarah dan KDRT.

Perempuan dan anak sering kali menjadi korban karena suami terdesak dengan tuntutan memenuhi kebutuhan keluarga sementara pekerjaan sulit didapatkan.

Hal ini terjadi karena negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalis telah membuat negara gagal mengurusi rakyatnya.

Rakyat dibiarkan mengurus kebutuhannya sendiri. Selain itu negara terus memantik pajak kepada rakyat sebagai salah satu sumber pemasukan negara.

Selain itu, sistem sekuler yang diterapkan saat ini juga sangat pwrmisif terhadapa pola pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan.

Sebab sistem ini, sejak awal – membentuk umat ini agar tidak mencampuri urusan kehidupan dwngan agama.

Laki-laki dan perempuan yang sudah sah menjadi suami istri pun rentan melakukan perselingkuhan. Inilah pula yang menjadi pelarian ketika ada masalah dalam rumah tangga. Walhasil KDRT tidak terelakkan lagi.

Sehingga sangat disayangkan apabila pemerintah mengambil kebijakan pembatasan usia pada pernikahan dini, sementara permasalahan pergaulan bebas dibiarkan.

Harusnya yang menjadi fokus pemerintah adalah menyelesaikan akar permasalahan yang menjadi penyebab munculnya kondisi ini, yakni sistem sekuler liberal.

Keluarga Ideal dalam Islam

Sejatinya pernikahan adalah salah satu ibadah jangka panjang. Ada lapis-lapis keberkahan di dalamnya jika suami istri saling melengkapi, bersama meraih ridhah-Nya dan mengharap surga sebagai tempat berkumpulnya kelak.

Lewat sinilah juga akan lahir generasi penerus peradaban yang tidak hanya mampu membanggakan orang tuanya namun juga bangsa dan agamanya.

Menjadi generasi berkepribadian Islam yang berkualitas. Berpola pikir dan berperilaku sesuai dengan aturan Islam. Inilah sedikit gambaran keluarga ideal yang diimpikan oleh setiap insan.

Namun tentu saja upaya mewujudkan struktur keluarga yang ideal ini butuh proses dan peran dari berbagai pihak, baik keluarga, lingkungan masyarakat maupun negara.

Dalam Islam tidak ada yang namanya pernikahan dini, karena ketika seseorang sudah balig, berapa pun usianya maka dia sudah diperbolehkan menikah, tentu dengan persiapan yang sudah matang sebelumnya.

Dalam Islam, ada peran negara yang wajib menciptakan kondisi yang kondusif di tengah masyarakat guna membentuk kematangan pribadi sebelum sampai menikah.

Sehingga ketika melangkah ke jenjang pernikahan, ia telah memiliki ilmu dan persiapan dalam mengarunginya.

Membentuk ketakwaan individu juga tentu menjadi hal yang diprioritaskan oleh negara. Rakyat dibina agar selalu terikat dengan hukum syara dalam menjalani kehidupannya.

Salah satunya interaksi antara laki-laki dan perempuan dibatasi, sehingga tertutup peluang untuk melakukan perselingkuhan dan lain sebagainya. Memahami juga kewajibannya sebagai pasangan suami istri.

Sebab Islam sudah memberikan pengaturan; setiap orang yang menikah harus mampu melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing dalam mengarungi biduk rumah tangga.

Suami memahami kewajibannya sebagai kepala keluarga untuk mencari nafkah, sedang istri juga memahami kewajibannya sebagai ummu warobbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga), karena sejatinya ditangannyalah pendidikan anak pertama kali diberikan dan darinya akan lahir generasi cemerlang penerus bangsa.

Maka ketika keduanya menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing, maka akan terciptalah kondisi keluarga yang ideal.

Tidak hanya itu, negara juga menjamin kebutuhan pokok serta menyediakan lapangan pekerjaan yang luas nan mapan kepada rakyatnya. Bahkan belum kering keringatnya, gajinya telah diberikan. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw, “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih)

Kemudian tidak ada istilah pajak dan mahalnya kebutuhan hidup, sebab negara mengambil alih pengelolaan seluruh sumber daya alam yang ada, yang kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Sehingga pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok rakyat lainnya menjadi murah bahkan bisa diberikan secara cuma-cuma kepada rakyat.

Sebab menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum.

Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada Rasulullah saw yang menetapkan kepada tiga hal penting yang tidak boleh dimiliki swcara pribadi.

“Tiga hal yang tak boleh dimonopoli adalah air, rumput dan api (energi) (HR Ibnu Majah).

Itulah sedikit gambaran bagaimana menciptakan keluarga ideal dalam Islam yang tidak hanya melibatkan peran individu saja melainkan juga negara di dalamnya.

Sehingga tidak akan ada lagi kasus KDRT yang mewarnai kehidupan berumah tangga. Sayangnya semua ini mustahil terwujud jika negeri ini masihlah menerapkan sistem sekuler kapitalis.

Semua permasalahan yang menimpa negeri ini, termasuk kasus KDRT hanya akan terwujud jika masyarakat mengaplukasikan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu A’lam Bissawab.[]

*Pemerhati sosial. Tinggal di Baubau

Comment