Gaji Guru PPPK dan Mekanisme Islam yang Adil

Opini241 Views

Penulis: Sri Mulyati, S.IP | Komunitas Muslimah Coblong Bandung

 

RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA — Kesejahteraan guru berstatus PPPK kembali jadi sorotan. Banyak dari mereka berpendidikan tinggi—bahkan ada yang bergelar S2 atau S3—namun hidupnya masih jauh dari sejahtera.

Tak sedikit yang mengeluh karena tak punya jenjang karier, tak mendapatkan uang pensiun, dan gajinya pun minim. Ironisnya, ada guru PPPK yang hanya menerima upah di bawah satu juta rupiah per bulan.

Akibatnya, sebagian guru terpaksa berutang ke bank atau pinjol demi memenuhi kebutuhan hidup. Beban ekonomi yang berat ini bukan hanya menekan mereka sebagai individu, tapi juga bisa mengganggu fokus dan semangat dalam mendidik murid.

Sorotan terhadap nasib guru PPPK datang dari berbagai pihak. Seperti diberitakan BeritaSatu.com (22/09/2025), Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, mendesak pemerintah agar tidak hanya menaikkan gaji ASN, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan guru honorer dan PPPK yang turut berjuang memajukan pendidikan nasional.

Hal senada disampaikan Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) melalui Liputan6.com (26/09/2025), bahwa PPPK tidak memiliki jenjang karier, tidak mendapatkan pensiun, dan gajinya pun jauh dari layak.

Guru yang Seharusnya Dimuliakan, Justru Terpinggirkan

Guru adalah sosok yang seharusnya dimuliakan, karena merekalah yang mencetak generasi penerus bangsa. Namun realitas di lapangan menunjukkan hal sebaliknya: guru PPPK kerap diperlakukan layaknya tenaga kontrak biasa—tidak pasti, tidak dijamin, dan tidak sejahtera.

Saat guru harus memikirkan utang dan kekurangan biaya hidup, bagaimana mungkin mereka bisa sepenuhnya fokus mendidik? Perlakuan semacam ini mencerminkan cara pandang negara yang menilai guru sebatas beban anggaran, bukan pilar peradaban.

Masalah ini sejatinya berakar dari sistem kapitalisme-demokrasi yang mendasari tata kelola negara. Kekayaan alam yang seharusnya menjadi sumber pembiayaan pendidikan justru dikelola oleh swasta dan asing atas nama investasi.

Akibatnya, negara bergantung pada pajak dan utang. Pajak membebani rakyat, sementara utang membuat kedaulatan tergadaikan. Tak heran bila anggaran pendidikan terbatas, dan kesejahteraan guru pun terpinggirkan.

Islam: Guru Dimuliakan, Pendidikan Dijamin Negara

Islam menawarkan sistem yang berbeda—adil dan kokoh. Dalam pandangan Islam, keuangan negara dikelola melalui Baitul Maal, dengan sumber pemasukan seperti fai, kharaj, jizyah, kepemilikan umum (termasuk SDA), serta zakat. Pendidikan, sebagai layanan publik, dibiayai dari pos kepemilikan umum.

Sebagaimana dijelaskan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Sistem Ekonomi Islam, gaji para guru berasal dari Baitul Maal. Jika kas negara kosong, maka negara wajib mengusahakannya. Guru dalam Islam bukanlah tenaga kontrak atau ASN, melainkan pegawai negara yang digaji sesuai jasa dan tanggung jawabnya dalam mendidik umat.

Lebih dari itu, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin negara secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik. Rasulullah SAW bersabda:

“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam sistem Islam, guru benar-benar dimuliakan karena mereka adalah pengemban amanah besar: mencetak generasi berilmu dan berakhlak. Kesejahteraan mereka bukan hasil negosiasi kontrak, tapi bagian dari tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.[]

Comment