Hardiknas, Mampukah Merdeka Belajar Wujudkan Generasi Berkualitas?

Opini315 Views

 

 

Penulis: Hasnani | Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Hal ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Mendikbudristek tentang Pedoman Peringatan Hardiknas 2024. Tidak hanya itu, Hardikans juga ternyata dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar.

Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengklaim bahwa kurikulum Merdeka menjadikan siswa lebih tenang belajar karena ujian nasional sudah dihapuskan dan penilaian dilakukan oleh gurunya sendiri.

Kualitas pendidikan juga dapat dimonitor oleh pemerintah daerah (pemda) melalui dara Asesmen Nasional di Platform Rapor Pendidikan.(Muslimahnews, 10/5/2023)

Ia juga mengatakan kurikulum merdeka mampu mendukung para guru untuk bebas berinovasi dan tidak lagi terikat dengan aturan kaku.

Benarkah Kurikulum Merdeka Saat Ini Sudah Tepat Untuk Generasi Kita?

Sayangnya di tengah wacana Kemendikbudristek yang akan segera mengesahkan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional Kurnas), konsep kurikulum merdeka belajar ini ternyata masih mendapatkan kritik dari beberapa pihak, seperti organisasi nirlaba Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik).

Organisasi Bajik ini menilai Kurikulum Merdeka tak layak jadi Kurnas. Tidak hanya itu mereka juga meminta agar Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total dan menyeluruh.

Menurut Direktur Eksekutif Bajik Dhita Puti Sarasvati, seperti ditulis detik.com (26/2/2024), Kurikulum Merdeka masih compang camping. Maka dari itu, banyak kelemahan yang harus diperbaiki.

Kurikulum merdeka juga dianggap masih belum memberi kejelasan sebagai kurikulum. Di sisi lain, peserta didik diarahkan kepada kompetensi/daya saing atas sesuatu yang bersifat materi, namun melupakan aspek pembinaan agama atau mental.

Faktanya semakin ke sini semakin rusak moral para generasi, ditandai dengan pergaulan bebas, tawuran, terutama kasus bullying yang kian marak dan menjadi kasus terbanyak yang ditemui diberbagai lembaga pendidikan, baik itu SD, SMP hingga kejenjang perguruan negeri.

Hal ini juga didukung berdasarkan hasil Asesman Nasional 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4% peserta didik mengalami jenis kasus perundungan (bullying)

Sementara itu, Menurut Federas Serikat Guru Indonesia (FSGI) ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. FSGI juga mencatat sepanjang 2023 terdapat 46,67% kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. Ini hanyalah angka angka yang tampak, belum kasus yang tidak terlaporkan.

Beginilah potret buram pendidikan yang berasas kapitalisme, akibatnya masalah yang terjadi melebar ke semua aspek, baik guru maupun siswa yang melakukan berbagai kemaksiatan dan kejahatan serta pelanggaran hukum.

Seperti beberapa kriminalitas yang terjadi di dunia pendidikan saat ini, ada murid yang menganiaya teman sekelasnya hingga meninggal. Ada guru yang melecehkan bahkan melakukan rudapaksa kepada siswanya, ada juga siswa yang membunuh gurunya sendiri dan banyak kasus lain yang mungkin tak nampak di publik, namun sampai saat ini minim penanganan.

Ini membuktikan bahwa perubahan kurikulum seperti apapun di negeri ini apabila tidak didasari oleh unsur hukum yang haq, maka tidak akan memberikan pengaruh yang baik bagi dunia pendidikan.

Hukum dari Allah Swt. adalah satu-satunya yang dapat memberikan solusi yang tepat. Apalagi perombakan kurikulum membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka jelaslah bahwa dunia pendidikan pun menjadi ladang bisnis dan keuntungan bagi para kapitalis di negeri ini.

Oleh karena itu,  kurikulum merdeka justru akan menguatkan sekularisme dan kapitalisme dalam kehidupan. Melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya, menjadikan generasi terjajah budaya Barat yang rusak dan merusak.

Faktanya, sikap sopan santun dan etika siswa tidak lagi terjaga, tidak sedikit siswa yang melawan dan bersikap sewenang-wenang kepada gurunya padahal guru merupakan orang tua keduanya. Di sisi lain guru disibukkan dengan berbagai administrasi yang akhirnya fokus mengajar siswa pun terbagi. Mampukah kurikulum kerdeka menuntaskan permasalahan yang pelik ini? Lalu bagaimana dengan pendidikan dalam Islam?

Pendidikan dalam Islam merupakan fondasi yang harus diperhatikan, hasil dari pendidikan harus menjadikan karakter siswa menjadi berkepribadian islam yang tangguh, memiliki pola pikir dan pola sikap islami, sehingga tidak akan banyak masalah pada anak seperti tawuran, bullying, dan sebagainya.

Pendidikan adalah salah satu aspek strategis yang menentukan generasi masa depan.  Islam menargetkan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil dan berjiwa pemimpin serta menjadi problem solver di tengah masyarakat.

Islam juga memiliki sistem pendidikan terbaik berbasis akidah Islam yang terbukti berhasil melahirkan generasi berkualitas, menjadi agen perubahan dan membangun peradaban yang mulia.

Sementara negara dalam pandangan  Islam memiliki tanggung jawab untuk mewujudkannya. Sebab, arah pendidikan dipengaruhi oleh sistem yang diterapkan saat ini. Apabila sistem tersebut mendukung generasi menjadi baik maka baiklah generasinya tetapi apabila sistem ini tidak sempurna dan tidak berasal dari Yang Maha Sempurna maka akan banyak kerusakan di dalamnya.

Saatnya menerapkan kurikulum pendidikan yang berasal dari Sang Pencipta dan Maha Sempurna, yakni pendidikan yang berbasis akidah Islam yang secara fakta historis mampu menunjukkan kegemilangan yang luar biasa serta mewujudkan generasi yang berkualitas. Wallahu a’lam  bishawab.[]

Comment