Penulis: Yanti Irawati | Aktivis Dakwah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Fenomena hubungan sedarah (inses) yang kini mencuat di ruang publik melalui media sosial, terutama grup-grup menyimpang seperti “Fantasi Sedarah” di Facebook, menunjukkan kondisi darurat moral yang tengah menimpa bangsa ini.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komnas Perempuan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memberikan perhatian serius terhadap konten eksploitasi seksual menyimpang ini.
Bahkan publik pun merespons dengan kemarahan dan keresahan yang luar biasa. Namun, persoalan ini tidak bisa hanya dipandang sebagai penyimpangan individu semata, tetapi sebagai hasil dari kerusakan sistemik yang lebih besar: runtuhnya sistem keluarga dalam naungan ideologi sekuler.
Masalah utama yang sedang terjadi adalah hancurnya benteng keluarga dan merosotnya moral masyarakat secara umum. Ketika keluarga, yang semestinya menjadi tempat perlindungan, pendidikan, dan pembinaan moral, justru menjadi arena penyimpangan seksual, maka itu menandakan adanya kehancuran nilai-nilai dasar dalam masyarakat.
Hubungan inses bukan hanya tindakan kriminal atau pelanggaran norma sosial, namun juga merupakan bentuk kebejatan moral yang paling menjijikkan.
Dalam masyarakat yang mengaku religius, fenomena seperti ini seharusnya tidak memiliki tempat. Tetapi kenyataannya, justru menjadi konten yang dipertontonkan dan didiskusikan secara vulgar di ruang maya. Hal ini memperlihatkan bahwa kontrol sosial dan kontrol moral sudah benar-benar melemah.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa sistem kehidupan sekuler kapitalisme telah gagal menjaga moralitas manusia. Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menempatkan manusia untuk hidup hanya berdasarkan akal dan hawa nafsu, tanpa tuntunan wahyu.
Dalam sistem demokrasi liberal, kebebasan individu diagungkan setinggi-tingginya. Manusia bebas berbicara, berperilaku, dan berekspresi tanpa batas, selama tidak dianggap melanggar hukum positif yang berlaku. Sayangnya, hukum buatan manusia ini sangat lemah dan sering kali justru melindungi pelaku penyimpangan atas nama kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia.
Negara bahkan tidak serius dan tegas dalam mengatur kebijakan-kebijakan yang melemahkan institusi keluarga, seperti legalisasi konten pornografi, tayangan-tayangan yang merusak di media, hingga kurikulum pendidikan yang mengabaikan aspek moral dan agama.
Solusi yang ditawarkan oleh sistem Islam sangat berbeda dan jauh lebih menyeluruh. Islam memandang keluarga sebagai institusi suci yang menjadi pondasi utama dalam pembentukan masyarakat. Hubungan inses dalam pandangan Islam adalah perbuatan haram yang sangat besar dosanya dan memiliki sanksi yang berat.
Allah SWT secara tegas melarang pernikahan dan hubungan seksual antara mahram (kerabat dekat) dalam banyak ayat, seperti dalam Q.S An-Nisa ayat 23. Islam tidak hanya melarang perbuatan inses, tetapi juga menutup semua celah yang bisa mengarah pada perbuatan keji tersebut.
Hal ini dilakukan dengan cara menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan, menetapkan aturan pergaulan yang bersih, serta membangun sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang menanamkan iman dan takwa sejak dini.
Dalam Islam, negara memiliki peran sentral dalam menjaga kesucian masyarakat. Negara dalam Islam bertugas menerapkan hukum-hukum syariat secara menyeluruh, termasuk dalam menjaga keluarga dari kehancuran.
Negara bertanggung jawab membina masyarakat agar bertakwa kepada Allah, menyediakan pendidikan Islam, dan menciptakan lingkungan yang sehat secara moral. Negara juga berkewajiban menerapkan amar makruf nahi munkar sebagai sistem sosial yang hidup dalam masyarakat.
Dengan begitu, ketika ada individu atau kelompok yang menyimpang, masyarakat dan negara bersama-sama melakukan koreksi sosial, bukan malah membiarkannya tumbuh dan menyebar.
Pendapat yang harus ditegaskan adalah bahwa selama sistem sekuler dan kapitalisme menjadi dasar kehidupan, maka kerusakan demi kerusakan akan terus terjadi. Sistem ini tidak memiliki standar kebenaran yang absolut, karena semuanya diserahkan kepada akal dan hawa nafsu manusia yang terbatas.
Ketika agama tidak lagi menjadi rujukan utama, maka yang tersisa hanyalah kesenangan pribadi yang dijadikan tujuan hidup. Inilah yang kemudian membuat perilaku menyimpang seperti inses, LGBT, pornografi, dan zina menjadi semakin biasa dan bahkan dilindungi dalam beberapa kasus.
Dalam sistem kapitalisme, keluarga bukan lagi institusi yang dijaga, melainkan dijadikan alat untuk kepentingan pasar dan konsumsi.
Kesimpulannya, hanya dengan kembali kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), keluarga dan masyarakat bisa diselamatkan dari kehancuran moral. Islam bukan hanya agama spiritual, tetapi juga sistem hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Islam memiliki panduan yang jelas tentang bagaimana membangun keluarga yang kuat, bagaimana menjaga interaksi antaranggota keluarga, dan bagaimana negara harus hadir sebagai pelindung keluarga dan moralitas masyarakat.
Ketika hukum syariah diterapkan secara utuh dalam sistem pemerintahan Islam, maka tidak akan ada ruang bagi penyimpangan seperti inses dan perilaku seksual menyimpang lainnya. Islam tidak hanya memberikan solusi terhadap gejala, tapi menuntaskan masalah sampai ke akar-akarnya.
Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa sistem kapitalisme sekuler bukanlah solusi, melainkan sumber dari masalah yang ada. Saatnya umat Islam kembali pada jati dirinya sebagai umat terbaik yang hidup berdasarkan tuntunan wahyu, dengan memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah.
Hanya dengan itulah kemuliaan keluarga, masyarakat, dan peradaban manusia dapat ditegakkan kembali.[]
Comment