INDEF Sebut, Carut Marut Implementasi TA Bikin Resah Rakyat

Berita467 Views
Direktur INDEF, Sri Hartati.[Dok/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pakar ekonomi INDEF Enny Sri Hartati
mengatakan implementasi hukum dari Undang-undang (UU) tentang
Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, bukannya berhasil menarik dana-dana
konglomerat pengemplang pajak yang diparkir di luar negeri, justru malah
telah menimbulkan keresahan di masyarakat yang ada di dalam negeri.
“Pajak itu hampir tak ada yang berasal dari luar negeri, sehingga tak
ada kepastian. Makanya penjelasan bukan harta warisan, penghasilan di
atas Rp 4,5 juta dan sebagainya itu tetap meresahkan masyarakat,” kata
Enny dalam dialektiak demokrasi “Tax Amnesty untuk Siapa?” di Gedung DPR
RI, Kamis (1/9).
Menurut dia, pemerintah tidak mempunyai basis data (data base)
kependudukan, dan kalau pun semua dilaporkan dalam pengisian SPPT, itu
persoalan administrasi yang belum beres. Karena itu pembetulan SPPT
menjadi ancaman dan resikonya tak ada garansi, kalau gagal, akan banyak
yang kenal penalti 200%.
“Padahal, apa yang kita beli seperti mobil, rumah, gaji dan lain-lain
sudah kena pajak. Jadi, repatriasi ini gagal, BUMN yang menjadi sasaran
tak bayar pajak, bahkan perorangan tak punya NPWP. “Yang punya PTKP
sekitar 75 juta orang, dan NPWP sekitar 35 juta orang, dan yang lapor
hanya 9 juta orang,” jelas Enny.
Mestinya tambah Enny, selisih tersebut yang harus menjadi sasaran Tax
Amnesty. Untuk itu, kuncinya adalah penegakan hukum dan basis data
kependudukan dan perusahaan pembayar pajak.
“Jadi, carut-marutnya Tax Amnesty ini yang menimbulkan keresehan
masyarakat, dan itulah yang harus dievaluasi pemerintah. Bahwa ancaman
pada pengusaha tanpa data juga tak akan berhasil, dan kalau ini
dibiarkan, pada 2017 akan terjadi kiamat pajak, yaitu pajak tak tercapai
target, dan APBN akan selalu defisit,” ungkapnya.
Dengan demikian Enny minta kejujuran pemerintah terkait data,
mengingat dulu pemerintah mempunyai data yang lebih dan menjanjikan dari
Panama Papers.
“Itu yang seharusnya didata dan dikejar untuk membayar pajak. Kita
jangan segera senang dengan uang masuk Rp 2 triliun (dalam negeri),
karena pada triwulan ke depan akan terjadi multi efeks terhadap APBN.
Bahwa tanpa perbaikan data bas, maka sama saja memaksakan berlakunya UU
TA ini,” pungkasnya. (Denny/BB)

Comment