Indonesia Darurat Judi Online?

Opini252 Views

 

Penulis: Mesi Tri Jayanti, S.H | Muslimah Peduli Generasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sungguh memprihatinkan ketika mengetahui fakta bahwa penduduk Indonesia yang mayoritas muslim ternyata justru banyak terlibat judi online. Bahkan berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia.

Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang 2022—2023 perputaran judi online di Nusantara tembus Rp517 triliun. Sebanyak 3,3 juta warga Indonesia bermain judi online. Prihatinnya lagi, lebih dari dua juta warga yang terjerat judi online adalah masyarakat miskin, pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil, hingga ibu rumah tangga. (CNBC Indonesia, 15/06/2024)

Tidak hanya di kalangan rakyat biasa, judi online juga menyasar kalangan aparat penegak hukum. Seperti kasus istri membakar suami hingga meninggal di Mojokerto yang viral karena pelaku dan korban sama-sama merupakan polisi.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, “Yang makin memprihatinkan adalah candu judi online di kalangan polisi. Ketika Polri konon sibuk melakukan penindakan terhadap judi online, justru anggotanya sendiri main judi online, padahal itu pun pidana.” (Republika, 13/06/2024).

Menanggapi hal ini, pemerintah telah membentuk satgas judi online yang telah mendapat perhatian dari pakar ilmu hukum pidana. Menurut Pakar Ilmu Hukum Pidana Khusus dari Universitas Jenderal Soedirman Prof. Agus Raharjo mengingatkan pemerintah agar satuan tugas judi online dibentuk bukan sebagai reaksi terhadap kasus-kasus viral, seperti polwan membakar suaminya tadi.

Jika hanya bersifat reaksi, nanti akan banyak perpres-perpres yang membentuk satgas-satgas. Justru yang harus dilakukan ialah mengevaluasi kembali kinerja aparat penegak hukum dalam memberantas judi online. (Tempo, 14/06/2024).

Pembentukan satgas judol sebelumnya telah menunjukkan adanya kesadaran pemerintah akan kerusakannya. Sayangnya cara pandang atas persoalan ini dan solusi yang ditempuh tidaklah menyentuh akar permasalahan.

Sebab untuk apa memperbanyak perpres membentuk satgas kalau akar masalah judi online tidak diselesaikan? Jika hanya menyelesaikan dampak judi online, bukan tidak mungkin akan terus bermunculan kasus-kasus yang mengerikan akibat judi online.

Pada dasarnya semua terjadi karena kompleksitas persoalan hidup manusia dalam sistem kapitalis yang menghalalkan berbagai cara untuk menghasilkan uang. Bahkan yang mereka sebut sebagai “hiburan” (judi online lewat gim), dalam Islam merupakan keharaman dan akan berakhir petaka.

Selain itu, kemiskinan seringkali menjadi alasan utama terjunnya ke dunia judi online yang dianggap sebagai solusi. Akhirnya kemiskinan dan judol ibaratkan lingkaran setan.

Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan agar korban judi daring masuk ke dalam penerima bansos. Ia mengatakan dampak judi online mengakibatkan banyak masyarakat jatuh miskin. (CNBC Indonesia, 05/06/2024)

Sepintas, mungkin pendapat itu seperti solusi. Sayangnya, sama sekali tidak menuntaskan akar permasalahan ibarat jauh panggang dari api. Apalagi judi online merupakan pilihan yang diambil oleh pelaku sebelumnya. Terlepas dari berbagai dampak yang akan timbul kemudian.

Bukankah semestinya tidak sulit bagi kepolisian untuk menuntaskan masalah judi online? Juga bukan sekadar menangkap bandar judi atau mafianya, tetapi menutup akses secara permanen semua aplikasi dan jaringan judi online. Mirisnya, penegak hukum seolah tidak bertaring menghadapi para bandar judi online karena diduga mereka memiliki sejumlah “back up” yang kuat yang datangnya juga dari oknum terkait.

Adapun dalam pandangan Islam, Allah SWT. telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa ilat atau alasan apa pun, juga tanpa pengecualian. Sesuai Allah Swt. berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (TQS Al-Maidah [5]: 90).

Dalam ayat di atas, Allah Swt. mendejajarkan judi dengan minuman keras, berhala, dan mengundi nasib (azlam). Ini menunjukkan keharamannya secara mutlak. Demikian kerasnya keharaman tersebut hingga Allah menyebutnya sebagai perbuatan setan, rijs[un] (kotor/najis).

Oleh karena itu, Allah Swt. memerintahkan kaum muslim untuk menjauhi semua perbuatan tersebut agar mendapatkan keberuntungan.

Allah Swt. juga berfirman, yang artinya:
“Sungguh setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui minuman keras dan judi; juga (bermaksud) menghalangi kalian dari mengingat Allah dan (melaksanakan) shalat. Karena itu tidakkah kalian mau berhenti?” (TQS Al-Maidah [5]: 91).

Syekh Ali ash-Shabuni menyatakan bahwa penyebutan berbagai keburukan pada ayat di atas mengisyaratkan adanya bahaya besar dan kejahatan materi dari kriminalitas perjudian dan minuman keras, yaitu:

“Sungguh setan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu; juga (bermaksud) menghalangi kalian dari mengingat Allah dan menunaikan salat. Oleh karena itu, berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Ash-Shabuni, Tafsîr Ayât al-Ahkâm, 1/562).

Beliau juga menyebutkan bahaya judi tidak lebih ringan dibandingkan dengan minuman keras, yakni menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara para penjudi, menghalangi orang dari mengingat Allah, dan dari menunaikan salat, merusak masyarakat, membiasakan manusia di jalan kebatilan dan kemalasan, mengharapkan keuntungan tanpa kerja keras dan usaha, menghancurkan keluarga dan rumah tangga (Ash-Shabuni, Rawâbi’ al-Bayân Tafsîr Ayât al-Ahkâm min Al-Qur’ân, 1/281).

Berjudi termasuk ke dalam cara memperoleh harta haram. Sementara itu, harta haram hanya akan mengantarkan pelakunya pada ancaman Allah Swt.. Nabi saw. bersabda kepada Kaab bin Ujrah ra.,

“Wahai Kaab bin ‘Ujrah, sungguh daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram berhak dibakar dalam api neraka.” (HR At-Tirmidzi).

Keharaman judi dan sanksinya ini mengikat semua warga negara; muslim maupun nonmuslim (ahlu dzimmah). Negara tidak boleh membiarkan atau memberikan izin perjudian online maupun melokalisasi perjudian.

Contohnya seperti yang dilakukan oleh sebagian negeri muslim hari ini yang menyediakan kawasan judi untuk nonmuslim. Memberikan izin perjudian walaupun kepada kalangan nonmuslim sama artinya dengan menghalalkan perjudian. Oleh karena itu, memungut pajak dari perjudian juga haram. Nabi saw bersabda:

“Akan datang suatu zaman saat manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR Al-Bukhari).

Larangan berjudi dalam Islam bukanlah sekadar himbauan moral belaka. Allah Swt. pun telah mewajibkan kaum muslim untuk menegakkan sanksi pidana (’uqûbât) terhadap para pelakunya. Mereka adalah bandarnya, pemainnya, pembuat programnya, penyedia servernya, mereka yang mempromosikannya dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sanksi bagi mereka berupa takzir, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada khalifah atau kepada qadi (hakim).

Syekh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-’Uqûbât fî Al-Islâm menjelaskan bahwa kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan preventif (zawâjir) dari sanksi ini tercapai. Beliau juga menjelaskan bahwa khalifah atau kadimemiliki otoritas menetapkan kadar takzirini.

Oleh karena itu, pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat layak dijatuhi hukuman yang berat seperti dicambuk, dipenjara, bahkan dihukum mati.

Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa syariat Islam berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Dengan adanya pengharaman atas perjudian, maka harta umat dan kehidupan sosial akan terjaga dalam keharmonisan. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan, apalagi mengundi nasib lewat perjudian.

Negara juga harus hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas, serta jaminan kesehatan yang memadai secara cuma-cuma.

Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam syariat Islam, maka kecil peluang rakyat terjerumus ke dalam perjudian.

Semua ini hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang ditata dengan syariat Islam di dalam naungan Khilafah, bukan dalam sistem kehidupan yang kapitalis seperti hari ini.

Dalam sistem kehidupan yang kapitalistik, negara minim hadir dalam kehidupan rakyat, sedangkan berbagai bisnis kotor, seperti perjudian, terus menjamur seperti tidak bisa dihentikan. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.[]

Comment