Penulis: Susi Mariam Mulyasari, S.Pd.I | Aktivis Dakwah, Pegiat Literasi, dan Ibu Rumah Tangga
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sebagaimana dilansir ketik.co.id, Bupati Bandung HM. Dadang Supriatna menyatakan menuju Indonesia Emas 2045, diperlukan pola pendidikan yang berkarakter. Apalagi zaman now, anak-anak justru cenderung untuk bertanya atau mencari informasi melalui situs Google.
“Kira-kira peran guru seperti apa, sebagai guru profesional dan berkarakter dan memiliki ciri khas tersendiri yang tidak ada di google,” tandas Bupati. Maksud baik Bupati Bandung patut kita apresiasi, sebab indikator kemajuan sebuah bangsa salah satunya adalah kualitas pendidikan, terutama dalam hal kualitas guru.
Guru Menjadi Ujung Tombak Pendidikan
Dengan adanya peran guru, transfer of knowledge diharapkan berjalan dengan optimal, yang pada akhirnya dapat menentukan kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Namun dengan melihat realita yang ada, sistem pendidikan di Indonesia masih banyak hal yang harus dibenahi. Harapan Bupati Bandung tampaknya akan sulit diwujudkan dengan sempurna.
Apalagi targetnya mewujudkan guru yang berkualitas dengan menitikberatkan profesionalitas dan kompetensi guru yang berkarakter. Untuk meninjau hal ini setidaknya ada beberapa hal yang harus dikaji ulang, sehingga mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas dengan menitikberatkan kualitas guru bisa terwujud, di antaranya:
Landasan Sistem Pendidikan di Indonesia
Landasan pendidikan menjadi hal penting yang harus ada dalam sistem pendidikan. Landasan tersebut menjadi pijakan di mana sistem pendidikan itu diselenggarakan. Landasan pendidikan akan menjadi arahan atau petunjuk di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.
Perlu kita pahami bahwa landasan sistem pendidikan di Indonesia telah meminggirkan peran agama sebagai landasan sistem pendidikan – padahal Indonesia mayoritas muslim terbesar di dunia.
Sistem pendidikan di Indonesia dilandasi sekularisme di mana agama tidak menjadi penentu dalam kebijakan sistem pendidikan. Kebijakan diukur oleh seberapa besar tingkat keuntungan semata bukan berdasarkan halal dan haram. Inilah yang menyebabkan output sistem pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan.
Adanya arus informasi seperti saat ini menambah buram potret sistem pendidikan di Indonesia.
Berapa banyak kasus prostitusi dikalangan pelajar Indonesia? Berapa banyak kasus bullying di kalangan pelajar Indonesia? Berapa banyak kasus tawuran, bahkan pembunuhan di kalangan pelajar Indonesia?
Dengan fakta tersebut nampaknya menjadi sesuatu hal yang jauh panggang dari api untuk mewujudkan Indonesia emas di tahun 2045 selama landasan sistem pendidikannya mengacu kepada sekularisme. Sehingga bisa kita simpulkan bahwa sebesar apapun upaya untuk meningkatkan kualitas guru selama sistem pendidikan dilandasi oleh sekularisme maka mustahil akan terwujud.
Tingkat Kesejahteraan Guru Mesti Diperhatikan
Guru yang berkualitas dan berkompeten serta berkarakter, tidak bisa dijauhkan dari tingkat kesejahteraan guru tersebut. Tingkat kesejahteraan guru akan memberikan dampak signifikan dalam upaya menjalankan sistem pendidikan sebuah bangsa, tak terkecuali Indonesia.
Mereka akan fokus mengoptimalkan daya dan upaya saat memberikan pengajaran di kelas, bahkan mereka akan terus meningkatkan kompetensinya demi menyuguhkan pelayanan terbaik bagi para siswa.
Kondisi ini mustahil terwujud kecuali tingkat kesejahteraan guru tersebut sudah terwujud. Fakta di Indonesia masih banyak guru yang terkatagori belum sejahtera, masih banyak guru yang berpendapatan jauh di bawah buruh pabrik – padahal sekali lagi peran sentral guru tidak bisa ditawar-tawar.
Kita tidak bisa bersembunyi di balik pernyataan, “Siapapun yang menjadi guru harus siap mengabdi, karena merupakan dedikasi terbesar bagi kemajuan sebuah bangsa.”
Pernyataan tersebut memang tidak salah, tapi akan menjadi salah jika pemerintah memperhatikan nasib kesejahteraan guru tersebut. Memang kita akui dengan adanya proses perekrutan guru yang masif melalui jalur P3K, dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan guru tersebut, tetapi faktanya ketersediaan guru honorer masih sangat banyak dengan tingkat kesejahteraan yang memprihatinkan.
Oleh karena itu upaya pembenahan kualitas guru di era digital seperti ini, harus diprioritaskan terutama masalah kesejahteraan guru tersebut.
Tidak Adanya Kemandirian di Dalam Penyelenggaraan Sistem Pendidikan
Indonesia termasuk bagian dari negara yang tergabung di OECD, di mana seluruh arah perkembangan sistem pendidikan mengikuti segala hal yang ditetapkan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) tersebut, sebagai rekomendasi untuk diselenggarakan.
Di dalam penentuan standar kualitas pendidikan sebuah bangsa, OECD menyelenggarakan PISA yaitu Programme for International Student Assessment yang diinisiasi adalah suatu studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia.
Hasil survei PISA 2018 menempatkan Indonesia di urutan ke-74 alias peringkat keenam dari bawah. Kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371 berada di posisi 74, kemampuan Matematika mendapat 379 berada di posisi 73, dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71.
Hasil survei PISA ini setidaknya menjadi arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hal penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia. Akibatnya, kita tidak mempunyai kemandirian di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, kalau dibiarkan begitu saja, selamanya akan berpotensi terjadinya perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita.
Ganti Rezim Ganti Kurikulum
Tidak adanya kemandirian dan landasan sekulerisme dalam penyelenggaraan sistem pendidikan Indonesia, akan berdampak pada silih bergantinya sistem kurikulum dengan substansi yang tidak pernah berubah dari satu kurikulum ke kurikulum lainnya. Hal yang terjadi hanya perubahan istilah semata. Alhasil, putra dan putri bangsa ini hanya menjadi kelinci percobaan di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.
Dari ketiga kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan kualitas pengajar di Indonesia demi mewujudkan Indonesia emas di tahun 2045 mustahil terwujud kalau tidak dibarengi perubahan fundamental terkait landasan sistem pendidikan.
Islam Solusi Terbaik Dalam Penyelenggaraan Sistem Pendidikan
Sebagai kaum muslimin tentu kita harus yakin bahwa apa yang ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya adalah sesuatu yang pasti benar dan membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Di dalam penyelenggaraan pendidikan, Islam telah menetapkan beberapa pilar yang menjadi pijakan penyelenggaraan sistem pendidikan, di antaranya;
Landasan Pendidikan Islam Berdasarkan Akidah Islam
Wajib hukumnya melandasi sistem pendidikan dengan akidah Islam, artinya segala hal yang ada dalam sistem pendidikan Islam tidak boleh menyimpang dari akidah.
Kurikulum Pendidikan Islam, Mewujudkan Generasi Emas
Kalau kita lihat sejarah peradaban Islam, bisa disimpulkan bahwa sistem pendidikan Islam mampu menghasilkan generasi berkualitas baik dari segi keilmuan maupun keislamannya. Sehingga banyak ilmuan bermunculan yang bukan hanya pintar dari segi akademik tetapi juga menjadi seorang ulama yang paham tentang nilai-nilai agama bagi kehidupan.
Di antara ilmuan tersebut adalah:
✓ Ibnu Sina pakar kedokteran
✓ Al khawarizmi pakar matematika
✓ abu qasim Al jahrawi pakar alat optik
✓ Al biruni pakar geografi
Masih banyak lagi para ilmuan islam yang karyanya tercatat dalam tinta emas peradaban Islam dan peradaban manusia.
Kesejahteraan Guru Sangat Diperhatikan
Islam memandang bahwa peran guru sangatlah sentral dan tidak bisa tergantikan oleh apapun. Guru menjadi penentu kualitas siswa yang diajarnya sebab ilmu yang disampaikan menjadi penerang bagi kehidupan muridnya.
Di masa puncak kejayaan kekhalifahan Abbasiyyah yang berlangsung lebih dari lima abad, gaji para pengajar dan ulama saat itu benar-benar sangat fantastis. Gaji para pengajar di masa itu sama dengan gaji para mu’azin yakni 1.000 dinar per tahun. Ini berarti sekitar Rp3,9 miliar atau Rp325 juta/bulan.
Ini salah satu bukti bahwa hanya Islamlah yang mampu mewujudkan kualitas pendidikan bagi bangsa ini. Bisa kita simpulkan bahwa, seberapa hebat upaya di dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia selama sistem sekuler yang menjadi landasannya, maka selama itu juga kekacauan demi kekacauan terjadi di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan kita. Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali mewujudkan sistem kehidupan Islam. Wallahualam bissawab.[]
Comment