Kapitalisme dan Maraknya Bunuh diri pada Anak

Opini256 Views

 

 

Penulis: Suci Halimatussadiah
Ibu Pemerhati Sosial

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sungguh fenomena yang mengerikan. Dahulu, bunuh diri dilakukan oleh orang dewasa, kini kejadian bunuh diri ini telah menjangkiti anak usia belia. Seperti dilansir media online. Seorang anak SD (10) di Pekalongan nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di kamarnya. Peristiwa ini seperti ditulis kompas.com (23/11/2023), diduga dipicu karena dilarang bermain ponsel. Kejadian ini sontak mengejutkan sang ibu dan menggemparkan banyak orang.

KPAI seperti ditulis tribunnews.com, (01/12/2023), mencatat selama bulan Januari sampai November 2023 terdapat 37 aduan kasus bunuh diri pada anak. Kasus tersebut terjadi pada usia rawan yakni kelas 5–6 SD, kelas 1–2 SMP, kelas 1–2 SMA, dan mirisnya kasus anak mengakhiri hidup ini menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di Indonesia.

Maraknya kasus bunuh diri pada anak menunjukkan ada yang salah dalam tata kehidupan ini. Kita tahu bahwa tumbuh kembang seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah, juga masyarakat. Artinya, jika saat ini terlahir generasi yang rapuh, mudah putus asa maka perlu dilakukan evaluasi terhadap ketiga unsur tersebut.

Nyatanya kebanyakan keluarga saat ini dibingkai menggunakan kapitalisne sekuler. Agama tak lagi menjadi tolok ukur berkeluarga, termasuk dalam mendidik anak. Orientasi hidup hanya mengejar dunia, suasana rumah kering dari nilai agama.

Keimanan yang semestinya menjadi fondasi kokoh menghadapi kehidupan telah terabaikan. Dari situlah bibit jiwa yang rapuh mulai tumbuh. Apalagi jika tidak ada kedekatan antar anggota keluarga, anak tak punya tempat berbagi cerita. Hal ini memicu perilaku buruk pada anak, semisal penyalahgunaan narkoba, tindakan kriminal hingga nekat bunuh diri.

Lingkungan sekolah juga memiliki peran dan sangat berdampak terhadap kesehatan mental anak. Kurikulum sekolah yang dilandaskan pada kapitalisme sekuler telah mengikis nilai ruhiah yang hakiki. Pendidikan agama hanya pelengkap, bukan menjadi landasan utama. Anak-anak diarahkan untuk cepat lulus, mendapatkan nilai, gelar lalu bisa bekerja dan menghasilkan banyak uang.

Dari sini terlahir generasi yang mungkin unggul di bidang akademis, sains, dan keahlian teknis, tetapi memiliki mental yang rapuh dan mudah hancur.

Meski saat ini pendidikan berbasis Islam mulai banyak berkembang, namun  sebagian tetap terkena imbas sistem pendidikan kapitalisme sekuler. Kalaupun ada sekolah yang berusaha mendidik dengan standar Islam, tidak semua anak berkemampuan mengenyamnya.

Kondisi di atas diperparah dengan sistem kehidupan kapitalisme sekularisme yang mengakar kuat di tengah masyarakat. Hubungan antar manusia tidak lagi dibangun berlandaskan nilai ukhuwah, melainkan ikatan kepentingan. Nilai kesopanan kian tergerus, nilai kemanusiaan telah terberangus.

Masing-masing sibuk dengan urusannya, tak peduli dengan masalah orang lain. Harus kita ingat, kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat takkan lepas dari pengaruh sistem yang diterapkan oleh negara. Sayangnya, negara masih dikuasai oleh sekularisme dan kapitalisme. Padahal kapitalisme sekuler inilah yang menjadi sumber masalah.

Kapitalisme seker memiliki andil yang menyebabkan rusaknya generasi, baik pemuda maupun anak-anak. Oleh karenanya, untuk mengakhiri permasalahan ini, sistem kapitalisme harus segera diakhiri.

Islam adalah agama yang sempurna. Syariat yang dimilikinya mengatur seluruh aspek kehidupan. Aturan tersebut ditetapkan oleh Allah Sang Pencipta. Sudah semestinya kita menjadikan syariat Islam sebagai standar kehidupan. Begitupun ketika menghadapi masalah generasi, sudut pandang penyelesaiannya haruslah mengacu kepada nilai – nilai Islam.

Dalam Islam, membangun rumah tangga adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Untuk itu, ketika membina keluarga haruslah dilandaskan pada keimanan. Begitu pula dalam mendidik anak-anak.

Kita bisa berkaca bagaimana masyarakat di Gaza. Di tengah gempuran penjajah yang tiada henti, anak-anak justru tumbuh menjadi manusia dengan kesabaran dan mental sekuat baja. Tak gentar menghadapi musuh. Semua itu lahir dari landasan keimanan yang ditanamkan oleh orang tuanya. Al-Qur’an adalah landasan hidup mereka.

Dalam Islam, akidah dijadikan sebagai landasan dan the way of life. Penguatan keimanan adalah bagian penting yang diperhatikan dalam pendidikan. Selain menanamkan keimanan dan tsaqafah (pemahaman) keislaman, sistem pendidikan Islam juga mengarahkan agar anak didik menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari sinilah akan lahir generasi hebat yang menguasai dunia, tetapi tidak melupakan akhirat. Tak hanya pandai dalam urusan dunia, tetapi juga memiliki iman dan mental yang kuat untuk menjalani kehidupan.
Islam juga punya seperangkat aturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat agar berjalan harmonis.

Penerapan nilai nilai Islam akan menghindarkan manusia dari depresi sehingga terhindar dari pikiran untuk bunuh diri.

Demikianlah sedikit gambaran pengaturan dalam Islam yang akan mengantarkan manusia pada kehidupan yang sejahtera dan terjaga dalam suasana ketaatan. Inilah sistem yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Sudah saatnya kita tinggalkan kapitalisme sekuler yang merusak generasi serta digantikan dengan nilai nilai Islam yang menjadi pelindung dan solusi hakiki untuk setiap problematika kehidupan mnusia di bumi ini. Wallahualam bissawab.[]

Comment