Oleh : Qisti Pristiwani, Alumni UMN Al-Washliyah Medan
_________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Minyak goreng merupakan kebutuhan pangan utama masyarakat. Namun, ketersediannya di pasaran menemui sekelumit permasalahan. Dimulai dari harga jual pedagang ke konsumen lebih tinggi dari yang ditetapkan Kementrian Perdagangan (Kemendag), adanya praktik tying dan bundling, kecurangan penjualan minyakita oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), hingga terjadilah kelangkaan diberbagai lapak (katadata.co.id/1 Juni 2023).
Padahal, pemerintah telah meluncurkan minyakita sebagai solusi untuk menstabilkan harga di pasaran. Kecurangan demi kecurangan yang terjadi dalam proses distribusi minyakita di pasar domestik tak lain adalah akibat dari penerapan sistem perekonomian pasar bebas ala kapitalisme-liberal di negeri ini. Sistem perekonomian ini meniscayakan para koorporat memegang kendali dalam mengatur perekonomian pasar. Mereka turut andil membuat keputusan tentang produksi dan konsumsi. Akibatnya, para pengusaha yang memiliki modal besar tersebut bebas memainkan perannya menetapkan jumlah ekspor dan harga-harga sesuai kepentingan mereka, hingga melakukan praktik tying dan bundling.
Terlebih lagi, teori kelangkaan dari perekonomian kapitalisme sangat dimaklumi terjadi dari masa ke masa seakan menjadi tren global. Yakni, jika jumlah keberadaan sumber daya alam tak sebanding dengan kebutuhan dan keinginan manusia, maka hal ini akan membuat terjadinya berbagai kelangkaan dan melonjaknya harga barang.
Teori ini menjadi tameng pembenaran tindakan para pengusaha untuk bisa meyakinkan masyarakat akan kenormal-an fenomena yang terjadi. Padahal, Menteri Perdagangan (Zulkifli Hasan) mengatakan, harga minyakita saat ini sebetulnya tidak mengalami kenaikan dari produsen atau suplainya yang berkurang (Republika, 31/1/2023).
Artinya, jika ditinjau dari aspek produksi, jumlah produksi minyak tidak mengalami penurunan. Terlebih lagi, Indonesia mengantongi predikat produsen CPO terbesar di dunia sejak 2006 silam (Channel9.id 7/6/2023).
Sehingga, permasalahan kelangkaan ini muncul pada bagaimana distribusinya di tengah-tengah masyarakat. Seperti temuan di lapangan, yakni akibat kecurangan pada penjualan dari para pengusaha itu sendiri atau praktik penimbunan barang oleh agen-agen tertentu semata-mata untuk menguntungkan dirinya sendiri.
Tentu persoalan ini akan sulit teratasi bila negara tak memiliki kuasa penuh atas pasar. Apalagi pemerintah seakan tunduk di bawah kaki koorporat dan tak memiliki taji menghadapi para pengusaha nakal. Adanya regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah tak lain hanya sebagai formalitas yang tak juga memiliki sanksi tegas. Tentu persoalan ini tak akan pernah usai dan cita-cita terwujudnya stabilitas harga di pasaran sangat mustahil terwujud.
Dalam Islam, praktik kecurangan dan penimbunan barang merupakan kemaksiatan dan pelakunya akan dihukum sesuai hukum takzir yang ditetapkan oleh khalifah. Hal ini dikarenakan aktivitas penimbunan merugikan masyarakat luas. Masyarakat tak dapat memenuhi kebutuhan pangan karena sulit mendapatkan barang tersebut. Ini adalah sebuah kezhaliman.
Dari Said al-Musayyib, dari Mu’amar bin Abdullah al-‘Adawi bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan” (H.R Muslim).
Dengan adanya sanksi tegas ini, maka persoalan kelangkaan pun teratasi dan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau.
Islam juga memiliki mekanisme perekonomian yang diatur menurut syariat Allah. Sudah pasti aturan tersebut adalah aturan sempurna yang akan menciptakan kebaikan bagi umat manusia. Sistem ekonomi dalam Islam mampu mewujudkan kestabilan harga dan terjangkau oleh masyarakat. Mulai dari menjaga pasokan produksi dalam negeri dengan mewujudkan swasembada pangan, mengontrol penuh aktivitas pasar, termasuk berperan langsung mengawasi tata niaga pasar, mengawasi penentuan harga di pasaran.
Kemudian menjadikan lembaga pangan negara benar-benar menjalankan fungsi pelayanan, bukan bisnis belaka. Islam tidak membiarkan para koorporat mengontrol rantai distribusi pangan untuk mencari keuntungan pribadi.
Mekanisme pasar sehat tersebut hanya akan dapat berjalan bila sistem perekonomian Islam diterapkan secara menyeluruh. Sehingga, pengaturan hidup masyarakat benar-benar diatur menurut syariat yang akan membawa mashlahat bagi masyarakat, termasuk terwujudnya kesejahteraan.
Hal ini dikarenakan hadirnya seorang khalifah yang mengemban amanah langsung dari Allah sebagai raa’in yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Maka, urusan rakyat benar-benar diurus secara baik oleh Khalifah (pemimpin). Wallahua’lam bisshowab.[]
Comment