Penulis: Novita Mayasari, S.Si | Pegiat Literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pernikahan yang sakinah, mawaddah dan warohmah tentu menjadi impian semua keluarga. Hidup bahagia, berlimpah cinta, keuangan stabil, memiliki anak yang cantik dan ganteng serta saleh dan salihah. Sungguh membahagiakan membina rumah tangga yang adem ayem dan tentram sampai kakek nenek.
Hanya saja saat ini kenyataan tidak seindah apa yang diinginkan. Banyak pasangan suami istri (pasutri) yang usia pernikahan masih seumur jagung harus kandas di tengah jalan. Sebagaimana yang baru-baru ini terjadi yaitu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang semakin marak menghantui pasutri. Seolah-olah menjadi suatu yang sudah biasa terjadi dalam kehidupan hari ini. Perkara-perkara kecil pun bisa menjadi pemicu kasus KDRT.
Republika.co.id, Selasa (12/09/2023) menulis, seorang suami bernama Nando (25 tahun) tega membunuh istrinya Mega Suryani Dewi (24 tahun) di rumah kontrakannya di kampung Cikedokan, RT 01, RW 04, Desa Sukadanau, kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Nando membunuh istrinya karena kesal ketika ditanya masalah uang belanja.
“Sebelum melakukan pembunuhan, pelaku dan korban sempat cekcok masalah ekonomi,” kata Rusma di Mapolsek Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
Kisah serupa datang dari Asep Malik (51 tahun), seorang juru parkir di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat diamankan polisi atas kasus KDRT yang menewaskan istri sirinya, Teti Maryati (40 tahun). Peristiwa tragis itu terjadi di kediaman pelaku di Dusun Warung Wetan, RT 06/03, Desa Imbanagara, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Minggu (10/09/2023).
Kapolres Ciamis AKBP Tony Prasetyo Yudhangkoro menyatakan, peristiwa itu berawal pada Sabtu (09/09/2023) malam. Sebelum pulang ke rumah, Asep dan Teti membeli martabak di Imbanagara sekitar pukul 22.00 WIB.
Kemudian terjadilah pertengkaran ketika Asep menanyakan uang hasil parkir sebesar Rp100.000,00 yang dipegang istrinya. Namun pelaku emosi karena jawaban dari korban terkesan kasar dan berteriak, lalu terjadilah kekerasan seperti menjambak rambut korban, menampar, dan memukul hingga akhirnya membunuh korban seperti ditulis kompas.com, Jumat (15/09/2023).
Miris sekaligus sedih, begitu teganya sang suami melakukan kekerasan terhadap istrinya. Lalu di manakah cinta sejati saat dua sejoli tersebut bersatu dalam mahligai pernikahan?
Mengapa ikatan suci nan sakral ini begitu rapuh dengan mudahnya terjadi KDRT hingga berujung pembunuhan?
Potret Buram Kehidupan Suami Istri dalam Sistem Sekuler Kapitalistik
Tidak bisa dimungkiri, banyaknya kasus KDRT tersebut membuktikan bahwa, begitu lemahnya pengelolaan emosi dan daya tahan dalam menghadapi tekanan hidup. Sebenarnya hal ini wajar terjadi pada sistem sekuler kapitalistik yang diterapkan pada hari ini.
Kehidupan sekuler – memisahkan agama dari kehidupan ini sukses membuat para suami istri miskin akan keimanan. Semua permasalahan dan tekanan dalam hidup serta gonjang-ganjing dalam pernikahan selalu diselesaikan dengan emosi yang meluap-luap dan tidak terkontrol.
Mereka lupa apa dan bagaimana akibat ke depannya. Mereka tidak sempat berpikir bagaimana nasib anak-anaknya serta keluarganya di masa yang akan datang, yang ada di benak mereka adalah memperturutkan hawa nafsu sesaat belaka.
Tidak sampai disitu, negara-negara Barat kapitalis pun sengaja mengaruskan pemahaman liberal di tengah-tengah keluarga muslim. Pemahaman liberal tersebut yaitu pemahaman yang sangat mengagungkan kebebasan pada individu. Sehingga individu bebas untuk berpendapat, bertingkah laku, bebas memiliki dan bebas beragama. Tentu hal ini sangatlah merusak kehidupan keluarga muslim yang semakin jauh dari kehidupan Islam. Bahkan mengakibatkan standar kebahagiaan keluarga muslim pun disandarkan pada kepuasan materi belaka.
Seharusnya keimanan dijadikan sebagai modal utama dan benteng pertahanan agar terhindar dari perbuatan maksiat, yang tentunya akan merugikan diri sendiri serta keluarganya.
Kehidupan Suami Istri adalah Persahabatan
Negara di dalam Islam adalah sebagai pengurus urusan umat tentunya dengan syariat Islam. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam adalah pelayan dan ia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya,” (HR. Bukhori).
Hal ini berarti wajib bagi negara membantu rakyatnya hidup dalam suasana tentram, aman sentosa, sejahtera dan tentunya dalam suasana keimanan. Negara harus mampu mengembalikan kembali posisi suami istri yaitu sebagai hubungan persahabatan. Sebagaimana dalam kitab An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam karya dari Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa seorang istri bukanlah mitra (syirkah alias kontrak kerja). Melainkan istri lebih merupakan sahabat (shahibah) suami. Pergaulan di antara keduanya bukanlah pergaulan kemitraan(perseroan). Namun pergaulan di antara keduanya tidak lain adalah pergaulan persahabatan.
Maka seharusnya pernikahan itu memberikan kedamaian dan ketentraman karena satu sama lain adalah sahabat sejati dalam segala hal. Untuk mewujudkan pernikahan yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman, maka Islam telah memberikan porsi tersendiri baik bagi seorang suami ataupun istri.
Seorang istri wajib melayani suaminya, memasak, membersihkan rumah, menyediakan minuman ataupun makanan jika suami meminta. Kemudian seorang istri juga tidak boleh keluar rumah tanpa seizin suami.
Begitupun juga dengan suami, suami wajib menyediakan apa saja yang dibutuhkan oleh istrinya dari luar rumah, keperluan istri berdandan serta keperluan-keperluan lain yang dibutuhkan seorang istri.
Dengan demikian sudah seharusnya negara menjadi peran utama dalam membangun keluarga muslim sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Melalui pendidikan Islam, dengan menanamkan akidah yang kuat kepada umat. Sehingga menjadikannya asas bagi kaum muslim untuk melakukan sesuatu. Maka akan terbentuklah kepribadian Islam dalam diri kaum muslim.
Di samping itu, dari sisi ekonomi negara mewujudkan kesejahteraan keluarga dengan penerapan sistem ekonomi Islam, di mana negara memudahkan kepada para pencari nafkah agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan layak.
Insya Allah dengan begini, maka keluarga muslim yang tangguh dan berdaya tahan tinggi serta berkepribadian Islam akan terwujud. Sehingga kedamaian dan ketentraman dalam pernikahan pun bisa diraih.Wallahu a’lam Bishowwab.[]
Comment