Penulis: Mira Ummu Tegar | Aktivis Muslimah Balikpapan
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kemarahan masyarakat Kabupaten Paser memuncak setelah seorang perempuan asal Kecamatan Muara Komam meninggal dunia karena terlibat kecelakaan dengan truk roda 10 yang membawa batu bara milik sebuah PT, Sabtu (26/10/2024). Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Gabungan Masyarakat Paser pun melakukan orasi di Kantor Bupati Paser, Senin (28/10/2024).
Mereka menyuarakan penolakan aktivitas hauling di jalan umum. Aspirasi mereka membuahkan hasil dan sepakat menutup sementara aktivitas hauling milik PT tersebut sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Seperti diketahui, truk-truk pengangkut batu bara tersebut melintasi jalan umum. Saat kejadian, truk pengangkut batu bara tidak kuat menanjak dan akhirnya mundur dan terbalik mengenai korban yang mengendarai sepeda motor tepat di belakangnya.
Pjs. Bupati Paser M. Syirajudin melalui isi notulen menyampaikan, pemerintah daerah mengambil sikap ini atas dasar kemanusiaan. Meskipun secara undang-undang, sebenarnya pemerintah daerah tidak punya kewenangan menindak izin pertambangan atau hauling yang melanggar hukum sebagaimana ditulis infopaser.id (29/10/2024).
Sebelumnya juga kerap terjadi kecelakaan akibat hauling batu bara yang mengunakan fasilitas jalan umum bahkan truk melintas ugal-ugalan. Hal ini sangat meresahkan dan membuat marah warga – sempat didemo namun entah kenapa redup dan boleh beroperasi kembali. Hal ini menjadi potret kelam bagaimana kisruh peraturan pertambangan yang tumpang tindih.
Truk hauling atau pengangkut batu bara yang marak melintasi jalan umum, sebenarnya melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kalimatan Timur (Kaltim). Sebagaimana yang diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit.
Sanksi bagi kendaraan pengangkut hasil tambang yang melintas jalan umum diancam pidana kurungan paling lama 6 bulan, atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta. Namun, regulasi daerah ini terkendala dengan kewenangan sejak terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Pemprov Kaltim tidak lagi diberi kewenangan terkait pertambangan. Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Hal inilah yang kemudian menjadi dilema bagi Pemda ketika di lapangan terjadi pelanggaran pertambangan bahkan sampai memakan korban. Ketidakberdayaan Pemda sangat tampak nyata pada kasus ini karena alasan dibalik penutupan sementara PT tersebut bukanlah karena pelanggaran pertambangan namun lebih kepada alasan kemanusiaan.
Karena memang pada aturannya yang tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 91 ayat 3 menyebutkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum untuk keperluan pertambangan.
Lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2020, merupakan jalan mulus bagi perusahaan tambang menjalankan aktivitasnya. Keberpihakan regulasi ini bukanlah tanpa sebab. Demokrasi liberal berbiaya mahal, membuka ruang bagi pengusaha/oligarki tambang merangsek kebijakan kekuasaan dengan kontribusi mahar kampanye sang calon penguasa.
Maka tidak heran ketika sang calon penguasa duduk ditampuk kekuasaan maka terjadilah politik balas budi. Lihat kekuasaan yang baru dilantik sangat nyata adanya dan ini hampur terjadi di emua rezim.
Maka wajar akhirnya masyarakat kemudian mencari keadilan sendiri dan bertindak tegas menjaga jalan agar tidak dilalui truk hauling batu bara dan menutup akses jalan. Mirisnya tak jarang aksi massa yang berhadapan dengan aparat tersebut justru berujung jeruji.
Demikianlah sekularisme dan kapitalisme menyerahkan aturan kehidupan kepada manusia, sehingga manusia bebas berbuat semaunya. Aturan tersebut tentunya berpihak pada pembuatnya. Sistem ini membatasi peran negara pada tataran regulator saja, sehingga tak mampu berbuat banyak bahkan bisa dikatakan gagal menjamin keselamatan dan nyawa rakyatnya. Kapitalisme sekuler dengan sistem demokrasinya mampu mengendalikan kebijakan negara.
Sistem ini dengan konsep kebebasan kepemilikannya, menjamin seseorang atau kelompok menguasai dan mengelola sumber daya alam dan energi (SDAE) negeri yang berlimpah. Maka wajar kemudian distribusi kekayaan alam negara hanya beredar pada segelintir orang saja.
Berbeda dengan Islam yang menjadikan aturan kehidupan hanya kepada Allah SWT semata. Konsep pemerintahan Islam menjadikan kepengurusan rakyat sebagai landasan aktivitasnya, tentu dengan pengimplementasian Islam dalam semau aspek kehidupan sehingga tidak ada keberpihakan aturan/hukum apalagi intervensi kekuasaan. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw, “Demi Allah seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku sendiri akan memotong tangannya”.(HR. Bukhari dan Muslim).
Pertambangan dalam Islam merupakan kepemilikan umum, artinya milik semua rakyat, sehingga wajib bagi negara menguasai dan mengelola- yang hasilnya nanti diperuntukkan bagi kemaslahatan rakyatnya. Ekplorasi tambang disesuaikan dengan kebutuhan negara sehingga dengannya keberlangsungan lingkungan hidup tetap terjaga.
Dalam Islam negara menjamin terpenuhi kebutuhan pokok individu yakni sandang, pangan dan papan serta kebutuhan pokok publik yakni kesehatan, pendidikan dan keamanan dengan anggaran pembiayaan dari hasil pengelolaan SDAE sehingga jaminan keselamatan nyawa rakyat me jadi tanggung jawab negara,
Terkait jalan yang merupakan kebutuhan publik Islam mewajibkan negara untuk mengadakan, mengelola bahkan menjadi pengendali utama bidang transportasi sebagai bentuk pelayanan kepada rakyat dengan standar keamanan dan kenyamanan terbaik. Sehingga negara akan mengontrol dan memastikan hauling batu bara tidak memberi dampak negatif bagi masyarakat sekitarnya.
Sungguh Islam, bukan hanya aturan kehidupan namun juga sekaligus sebagai solusi atas segala persoalan kehidupan manusia, sehingga mengembalikan Islam secara kaffah sebagai aturan kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan kami (Allah) tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”.(TQS. Al-anbiya:107). Wallahu a’lam bishowab.[]
Comment