Kriminalisasi Guru dan Krisis Pendidikan: Refleksi Sistem dan Solusi Islam

Opini98 Views

 

Penulis: Indha Tri Permatasari, S.Keb., Bd. | Aktifis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Persoalan pendidikan di negeri ini semakin kompleks, diperburuk oleh maraknya kriminalisasi terhadap guru. Kehormatan guru semakin tercabik dengan banyaknya laporan hukum yang menimpa mereka, sering kali dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap siswa. Padahal, tindakan mereka bagian dari sebuah proses mendisiplinkan siswa sebagai bagian dari tanggung jawab moral seorang guru. Tragisnya, guru yang seharusnya menjadi pilar utama pendidikan bangsa justru diperlakukan demikian.

Kasus Supriyani, seorang guru di Konawe, Sulawesi Tenggara, menjadi salah satu contoh nyata. Ia dipenjara dengan tuduhan menganiaya siswa kelas 1 SD yang diketahui merupakan anak seorang polisi.

Kasus seperti ini bukanlah yang pertama. Pada 2016, Guru Sambudi di Sidoarjo diadili karena mencubit siswa yang tidak mau melaksanakan shalat berjamaah. Pada 2023, Guru Zaharman di Bengkulu kehilangan penglihatan akibat diketapel oleh orang tua siswa yang tidak terima anaknya dihukum.

Deretan kasus ini menunjukkan betapa rentannya posisi guru saat ini, di mana kesejahteraan minim dan perlindungan hukum nyaris tiada.

Kriminalisasi guru berdampak besar pada semangat mereka mendidik. Ketakutan menghadapi tuntutan hukum membuat banyak guru enggan mendisiplinkan siswa, bahkan ketika pendisplinan itu diperlukan. Kondisi ini menciptakan fenomena “masa bodoh” dalam dunia pendidikan yang pada akhirnya berdampak buruk pada kualitas lulusan.

Tidak heran jika para guru turun ke jalan menuntut perlindungan hukum, seperti yang dilakukan PGRI. Namun, meski pemerintah mengklaim UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen sudah cukup, implementasinya di lapangan masih jauh dari optimal.

Persoalan ini mencerminkan krisis  dalam sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini tidak hanya menghasilkan UU yang lemah, tetapi juga memisahkan pendidikan dari nilai-nilai agama. Akibatnya, tindakan mendisiplinkan siswa sering disalahartikan sebagai kekerasan.

Bahkan, sistem hukum yang berlaku cenderung berpihak pada mereka yang memiliki kekuatan finansial atau jabatan. Guru seperti Supriyani, yang tidak memiliki daya tawar, mudah dipidanakan meskipun tidak bersalah.

Sistem sekuler juga menjauhkan individu dari nilai agama. Ketika agama tidak menjadi pedoman hidup, kontrol diri menjadi lemah. Kasus Guru Zaharman, yang kehilangan penglihatan akibat ulah orang tua siswa, menunjukkan betapa lemahnya moralitas dalam masyarakat sekuler.

Pola komunikasi yang buruk antara sekolah, siswa, dan orang tua semakin memperparah situasi, sementara orientasi pendidikan yang berbasis materi membuat banyak pihak kehilangan esensi pendidikan sebagai pembentuk karakter dan moral.

Dalam pandangan Islam, guru memiliki posisi yang sangat mulia sebagai pemberi ilmu. Rasulullah SAW bersabda, *”Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.”* (HR Muslim).

Islam tidak hanya memuliakan guru, tetapi juga menjamin kesejahteraan mereka. Dalam sistem Islam, guru mendapatkan gaji yang layak sehingga mereka dapat fokus mendidik tanpa tekanan ekonomi.

Islam juga mengatur tujuan pendidikan dengan sangat jelas, yakni membentuk kepribadian Islami serta membekali siswa dengan ilmu yang bermanfaat dunia-akhirat. Kurikulum dalam Islam dirancang berdasarkan akidah, dengan integrasi nilai moral dan agama. Semua pihak, baik guru, siswa, orang tua, maupun negara, bersinergi untuk mencapai tujuan pendidikan ini.

Di bawah sistem Islam, hubungan antara guru, siswa, orang tua dilandasi adab dan penghormatan. Orang tua diajarkan untuk mendukung peran guru dan tidak mencari-cari kesalahan mereka. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.”* (QS. Al-Hujurat: 12). Siswa juga diajarkan untuk menghormati guru sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah.

Negara dalam konsep Islam memiliki peran besar menjaga kualitas pendidikan. Negara tidak hanya menjamin kesejahteraan guru, tetapi juga melindungi mereka dari kriminalisasi. Hukum yang diterapkan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah memastikan keadilan bagi semua pihak, tanpa intervensi materi atau kekuasaan.

Pendidikan dalam Islam adalah tanggung jawab negara untuk memastikan setiap individu mendapatkan haknya secara merata. Negara mengatur kurikulum yang mencakup pembentukan kepribadian Islami, penguasaan ilmu, dan keterampilan hidup yang bermanfaat.

Dengan demikian, tujuan pendidikan dalam Islam dapat terwujud, menghasilkan generasi beradab, berakhlak mulia, dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.

Kriminalisasi guru adalah salah satu dampak buruk dari sistem sekuler kapitalisme. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, guru akan mendapatkan perlindungan dan penghormatan yang layak.

Islam tidak hanya menjamin kesejahteraan guru, tetapi juga mengintegrasikan pendidikan dengan nilai-nilai agama, menciptakan generasi yang berkualitas dan masyarakat yang harmonis.

Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam untuk memuliakan guru, menyelamatkan pendidikan, dan membangun generasi unggul.[]

Comment