Krisis Gaza: Momentum Kebangkitan dan Kesadaran Umat 

Opini157 Views

 

Penulis: Nurfaidah | Mahasiswi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Krisis Gaza yang terus berlangsung telah menjadi pemicu semakin massifnya aksi solidaritas dan konferensi internasional seperti yang digelar oleh College of Public Policy di Hamad Bin Khalifa University (HBKU), bekerja sama dengan Universitas Islam Gaza, Universitas Fort Hare, Universitas Johannesburg, dan Universitas Glasgow.

Kerjasama ini akan menyelenggarakan sebuah konferensi untuk membahas rekonstruksi pendidikan tinggi di Gaza di HBDKU (15/April/2025) serta Konferensi Al-Ruwad ke-14 di Istanbul, Turki, pada Sabtu, (27/4/2025) dengan tema “Kemenangan untuk Gaza adalah Tanggung Jawab Umat.” Sabili.id, Senin, 28 April 2025.

Hal ini menunjukkan bahwa isu Palestina telah menembus batas-batas geografis dan ideologis. Solidaritas ini tidak hanya datang dari negara-negara mayoritas Muslim tetapi juga dari dunia Barat.

Pemerintah Inggris, misalnya, melalui Menlu David Lammy, melakukan konsultasi dengan Prancis dan negara Arab terkait opsi pengakuan negara Palestina.

Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar, juga aktif melalui kehadiran ARI-BP dan MUI dalam konferensi internasional, menegaskan dukungan politik dan moral terhadap perjuangan rakyat Palestina seperti ditulis SindoNews, Senin (28/4/2025).

Aksi-aksi tersebut tak hanya menyoroti isu kemanusiaan, tetapi juga pada narasi yang lebih mendasar: tuntutan terhadap solusi politik dan sistemik bagi umat Islam, yakni penegakan kepemimpinan islam global.

Fenomena ini menandakan adanya perubahan signifikan dalam kesadaran politik umat Islam global, yang mulai melihat pentingnya persatuan politik dan sistem pemerintahan Islam sebagai solusi jangka panjang, bukan sekadar respons insidental terhadap krisis.

Krisis Kepemimpinan dan Kerinduan pada persatuan islam global

Perang di Gaza telah membongkar krisis dan kelemahan kepemimpinan di dunia Islam. Negara-negara besar seperti Turki, Mesir, dan Pakistan, meski memiliki populasi,militer dan senjata yang besar terbukti tidak mampu memberikan pengaruh signifikan di panggung internasional untuk menghentikan penderitaan di Gaza.

Banyak umat Islam mulai menyadari bahwa para pemimpin yang ada saat ini termasuk organisasi-organisasi Islam “moderat”, tidak mampu bertindak independen dan seringkali berada di bawah bayang-bayang kekuatan global.

Dalam kondisi ini, muncul dorongan kuat untuk kembali kepada sistem persatuan islam global yang diyakini mampu menyatukan umat, membebaskan negeri-negeri Muslim dari penjajahan, dan menghadirkan keadilan yang hakiki.

Narasi ini diperkuat oleh fakta sejarah yang membuktikan, hanya kepemimpinan Islam global yang mampu mempersatukan umat Islam lintas bangsa, suku, dan mazhab. Selama lebih dari 14 abad, kesatuan Islam global menjadi payung ratusan ribu suku dan kabilah, menghadirkan kehidupan damai dan toleransi di tiga benua.

Ini merupakan sebuah prestasi yang belum pernah dicapai peradaban lain di duni. Selain itu, keyakinan akan bisyarah Rasulullah saw. tentang kembalinya masa kepemimpinan islam global setelah era kekuasaan dictator (mulkan jabariyyan).

Namun kembali lagi kepastian akan tegaknya kepemimpinan Islam global bukan alasan untuk berdiam diri, perjuangan dan dakwah harus lebih massif lagi dilakukan dan tentu harus sesuai dengan Metode yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai suri taulan kita.

Metode Perubahan; Meneladani Rasulullah SAW

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam berbagai karyanya menegaskan bahwa dakwah menegakkan khilafah harus melalui tiga tahapan: pembinaan individu berbasis akidah, interaksi aktif dengan masyarakat untuk membentuk opini umum, dan mencari dukungan politik dari ahlun nushrah (pemilik kekuasaan).

Perubahan mendasar hanya akan terjadi jika didukung oleh kesadaran kolektif umat, bukan sekadar aksi militer atau paksaan.

Tantangan dan Respon Dunia Barat

Kebangkitan kesadaran politik umat Islam ini jelas menjadi perhatian dan kekhawatiran negara-negara Barat. Selama ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk membendung kebangkitan Islam politik, namun krisis Gaza justru memperlebar arus kesadaran umat tentang pentingnya persatuan dan penegakan kepemimpinan Islam global.

Bagi sebagian kalangan, krisis Gaza bagaikan “lonceng kematian” bagi dominasi peradaban Barat dan menjadi tanda terbitnya fajar kebangkitan Islam.

Saatnya Umat Bersatu

Perpecahan yang terjadi di dunia Islam saat ini justru disebabkan oleh tidak apanya kepemimpinan islam global. Nasionalisme, negara-bangsa, dan pemikiran non-Islam telah menghalangi persatuan umat, meskipun mereka memiliki satu agama yang sama.

Sungguh hanya kepemimpinan Islam global yang mampu menyatukan umat Islam, menghadapi arogansi kekuatan global, dan membebaskan negeri-negeri Muslim yang terjajah. Sistem ini memiliki legitimasi syar’i dan kekuatan politik yang terpusat, sehingga tidak mudah dipengaruhi atau dikendalikan oleh kepentingan asing. Ketahanan negara dalam kepemimpinan islam global, yang dibangun di atas akidah dan syariah Islam, menjadikannya mampu membendung berbagai ancaman, termasuk neoliberalisme Barat yang selama ini menjerat negara-negara muslim melalui berbagai instrumen ekonomi dan politik.

Hadir atau tidaknya kita dalam perjuangan ini, kepemimpinan Islam global pasti akan tetap tegak. Jika bukan karena kita maka orang lainlah yang akan memikulnya.

Maka, saatnya umat bersatu, menanggalkan sekat-sekat perpecahan, dan bersama-sama berjuang menegakkan kepemimpinannya islam global ini sebagai solusi hakiki bagi umat Islam dan dunia. Wallahu ’alam bishowab.[]

Comment