Penulis: Atika Nasution, S.E | Praktisi Pendidikan
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta meringkus dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pelaku jual-beli bayi melalui sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data yang diperoleh Polda DIY kurun 2015 hingga saat tertangkap tangan pada 4 Desember 2024, dari praktik kedua tersangka tercatat sebanyak 66 bayi dijual terdiri atas 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.
Dari dokumen serah terima atas bayi-bayi dari rumah bersalin tersebut diketahui bahwa bayi tersebut diadopsi oleh pihak-pihak dalam dan luar Kota Yogyakarta termasuk Surabaya, NTT, Bali, hingga Papua.
Atas perbuatannya, JE dan DM dijerat dengan Pasal 83 Unduang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak serta pasal 76F UU Nomor 35 tahun 2014 dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta. (Republika. Co. Id). Kamis,12 Desember 2024.
Kasus jual beli bayi bukan kali ini saja terjadi. Berulangnya kasus sejenis menunjukkan adanya problem sistemis. Terjadinya kasus ini melibatkan banyak faktor di antaranya adanya problem ekonomi/kemiskinan yakni tidak punya uang untuk bersalin atau ditelantarkan suami, maraknya seks bebas yang mengakibatkan banyak terjadi KTD (Kehamilan Tidak di Inginkan) akibat seks bebas, perempuan pekerja migran yang mengalami kekerasan seksual atau pulang dalam keadaan hamil dan juga tumpulnya hati nurani dan adanya pergeseran nilai kehidupan.
Selain itu juga akibat tumpulnya hukum dan kurang seriusnya negara mengurus rakyat. Dari sisi ekonomi, kondisi keluarga yang serba kekurangan kadang kala memicu seseorang berbuat kriminal.
Ketika seseorang sudah putus asa mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, mereka memilih cara instan demi mendapatkan materi yang diinginkan.
Terkadang, keterbatasan ekonomi juga membuat seseorang rela menjual bayinya sendiri kepada orang yang mau mengadopsinya lantaran kehadiran sang bayi dianggap sebagai beban ekonomi.
Ada pula yang tega menjual bayi karena takut masa depan bayi suram akibat kemiskinan. Dari sisi sosial, pergaulan bebas saat ini tidak lagi dipandang sebagai hal yang memalukan. Bahkan, banyak generasi kita yang terjebak arus liberalisasi perilaku seperti seks bebas, hingga hamil di luar nikah.
Mereka yang mengalami kehamilan tidak diinginkan memilih untuk menggugurkan bayinya (aborsi), membuang bayi yang baru dilahirkan, menaruhnya di panti asuhan, atau menyerahkannya di tempat-tempat yang mau merawat bayi yang terbuang.
Dari sisi empati dan nurani, banyak kita ketahui sistem kehidupan sekuler telah menjauhkan manusia dari aturan agama (Islam). Masyarakat menjadi individualis dan minim empati. Banyak kasus kriminal dan kejahatan yang antara pelaku dan korban masih ada hubungan kerabat atau keluarga. Kini perdagangan bayi pun menjadi wadah bisnis bagi para pelaku kejahatan.
Nurani terkikis, keimanan makin tipis, dan perilaku kian bengis serta sadis. Sistem sekuler kapitalisme dengan berbagai kebijakannya menyebabkan permasalahan makin pelik. Kebijakan politik ekonomi yang hanya mementingkan kapitalis menjadikan masyarakat makin sulit memenuhi standar hidup yang layak, bahkan memenuhi kebutuhan pokok saja sangat susah.
Berbagai tarif layanan publik naik, harga bahan pokok mahal, cari kerja sulit, dan pengangguran meningkat sehingga mendorong bertambahnya angka kemiskinan di negeri ini. Negara juga tidak maksimal menjaga generasi dari kerusakan pergaulan.
Segala sesuatu yang merangsang perilaku seks bebas justru dibiarkan begitu saja, semisal konten atau produk film yang menonjolkan naluri nau’ (seksualitas) dilegalisasi atas nama kebebasan berperilaku dan berekspresi.
Faktor-faktor ini tidak akan berkembang jika negara mampu menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan kemaslahatan rakyat. Negara seharusnya dapat mencegah angka kejahatan merajalela.
Negara juga harus memiliki sistem sanksi yang tegas sehingga dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Peran negara seakan mandul dalam menuntaskan persoalan kriminalitas.
Namun faktanya, sistem hukum buatan manusia tidak memberi rasa jera. Ini membuktikan bahwa hukuman penjara tidak menakutkan dan membuat pelaku kapok. Nilai nyawa pun seperti tidak ada harganya karena hukuman yang tidak tegas.
Bahkan, hukum bisa diperjualbelikan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaaan dan uang. Inilah kelemahan hukum sekuler buatan manusia. Di sisi lain, aparat penegak hukum juga tidak menjalankan tugasnya dengan optimal.
Hal yang terjadi, oknum aparat justru banyak terlibat kejahatan dan kriminalitas, entah sebagai pembunuh, pengedar narkoba, pelaku kekerasan seksual, dan sebagainya. Bagaimana sindikat kejahatan bisa dibabat tuntas, sedangkan oknum aparat penegak hukum lemah dan kalah, bahkan menjadi pelaku kejahatan.
Oleh karenanya, dibutuhkan kesungguhan negara untuk melakukan kebijakan yang jelas dalam memberantas kejahatan dan kriminalitas.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Standar dan nilai perbuatan dalam Islam terikat dengan syariat Islam sehingga halal dan haram akan selalu menjadi pedoman dalam menilai sesuatu.
Islam mengoptimalkan peran negara sebagai penanggung jawab dan penyelenggara dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan menjamin kehidupan mereka berlangsung dengan aman dan sejahtera.
Baik dari segi pendidikan, ekonomi, pergaulan, semua akan berbasis akidah Islam serta negara akan melakukan pengontrolan terhadap penyiaran terhadap informasi agar bersih dari unsur kemaksiatan.
Dengan demikian, Islam telah menjamin setiap individu secara pribadi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebagai manusia, yaitu sandang, papan, dan pangan.
Islam juga mendorong orang tersebut agar bisa menikmati rezeki yang halal serta mengambil hiasan hidup di dunia sesuai dengan kemampuannya. Adapun dalam kasus jual beli bayi hukumnya haram dan termasuk dosa besar, sekaligus menunjukkan rusaknya masyarakat pada tingkat kerusakan yang parah.
Keharaman memperdagangkan bayi (anak) didasarkan pada hadits sahih perihal mengharamkan jual beli manusia merdeka (bukan budak).
Dalam sebuah hadits qudsi dari Abu Hurairah ra. dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Allah berfirman, ‘Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada hari kiamat nanti, seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seorang yang mempekerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya.’” (HR Muslim No 2114).
Sanksi bagi pelaku jual beli bayi berupa hukuman ta’zir yang ditetapkan khalifah berdasarkan jenis pelanggarannya, yaitu bisa dikenai sanksi penjara, pengasingan, hingga hukuman mati.
Demikianlah, Islam mampu membentuk individu bertakwa dan mencegah kemaksiatan membudaya. Penerapan Islam kafah (lengkap) akan menangkal semua bentuk kejahatan dengan sanksi tegas tanpa pandang bulu. Wallahu’alam Bissawab.[]
Comment