Melawan Kotak Kosong, Dagelan Demokrasi

Opini301 Views

 

 

Penulis : Irma Ismail | Aktivis Muslimah Balikpapan

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pesta demokrasi kembali akan dimulai di beberapa wilayah di Indonesia melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Total daerah yang akan melaksanakan Pilkada pada tahun 2024 secara serentak adalah 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Termasuk di Kalimantan Timur, ada Pilgub Kaltim, Pilkada di Balikpapan, Samarinda, Bontang, PPU, Berau dan Sangata.

Adanya aroma satu calon tunggal dalam Pilgub Kaltim mulai santer terdengar. Hal ini dikarenakan tinggal satu partai politik lagi yang belum bergabung dalam koaliisi besar yang mengusung satu bakal calon Gubernur dan jika partai politik tersebut bergabung maka dipastikan bakal calon lawannya adalah kotak kosong.

Tentu saja hal membuat keprihatinan di tengah masyarakat. Sehingga ada dari masyarakat yang mengatasnamakan Solidaritas Masyarakat Demokrasi Kalimantan Timur atau SOMASI Kaltim melakukan kampanye menolak kotak kosong menjelang Pilgub Kaltim tahun 2024 . Aksi damai pun dilakukan pada hari Jumat (2/8/2024) dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Tolak Kotak Kosong Pilgub Kaltim 2024” berlangsung di Simpang 4 Mall Lembuswana, Samarinda.

Koordinator SOMASI Bayu menyampaikan bahwa aksi ini merupakan bentuk kegelisahan atas kondisi perpolitikan di Kaltim yang nantinya akan membuat tidak baik bagi kondisi Kaltim kedepan karena akan rentan dengan mahar politik uang untuk kongkalikong dengan oknum elit partai yang tidak mau bertanding secara demokratis. Kongkalikong sendiri dalam KBBI berarti tidak jujur atau bekerja sama dalam hal yang tidak baik.

Pernyataan lain juga disampaikan oleh Koordinator Klinik Pemilu Fakultas Hukum Unmul Samarinda, Warkhatun Najidah yang mengatakan bahwa dukungan maksimal partai politik kepada satu bakal calon pada Pilgub kaltim 2024 memunculkan fenomena yang tanpa disadari menjadi tanda kemunduran demokrasi. Adanya strategi borong parpol dalam transaksi tertutup partai mengerucutkan bahwa kekuasaan terpolarisasi pada satu titik.

Selain itu parpol harusnya menyadari bahwa permasalahan Pilkada bukan hanya kalah menang tetapi bagaimana langkah proses politik yang di ambil akan berdampak besar bagi pembangunan dan pelayanan public, maka fenomena kotak kosong pasti merugikan masyarakat. (Trbunnews.com 2/8/2024)

Melawan Kotak Kosong, di Mana Logikanya?

Fenomena kotak kosong adalah imbas dari bersatunya parpol yang ada dalam sebuah koalisi gemuk untuk mengusung satu bakal calon yang akan mau ke Pilkada. Bahkan peraturan untuk tetap diadakan pemilihan walaupun melawan kotak kosong juga sudah disiapkan KPU, yaitu undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Jika kotak kosong menang maka sudah disiapkan peraturan melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2018.

Tentunya ini adalah hal yang diluar logika, bagaimana bisa manusia melawan kotak kosong , benda mati tanpa visi dan misi. Sedangkan Pilkada adalah moment untuk mencari pemimpin dengan visi dan misi untuk membangun daerahnya.

Inilah system demokrasi, system yang menempatkan manusia untuk membuat hukum atas kehidupannya sendiri. Hukum yang bisa berubah sesuai dengan kepentingan, tidak peduli apakah peraturan itu baik untuk masyarakat atau tidak karena faktanya peraturan yang ada dilegalisasi oleh penguasa untuk kepentingan para kapitalis meskipun mendobrak logika.

System demokrasi juga menghasilkan sebuah hubungan mutualisme antara penguasa dan pengusaha, hubungan yang saling menguntungkan. Disahkannya peraturan KPU tentang dana kampanye para calon-calon ini yang bisa berasal dari para pengusaha dengan nilai nominal tertentu, membuat kepentingan yang ada akan saling terpenuhi, ada hukum balas budi.

Dari sini nampak bahwa system demokrasi mampu membuat kekuasaan yang ada bukan untuk kepentingan rakyat. System ini telah nyata dan terbukti memuluskan kepentingan pengusaha atau oligarki dan asing melalui agen-agen yang ada di pemerintahan dan partai politik.

Agenda mereka pun nyata yaitu untuk penguasaan kekayan sumberdaya alam di negeri ini untuk kepentingan mereka. Ketika kekayaan alam negeri ini dikuasai mereka, pihak yang paling dirugikan adalah rakyat Indonesia.

Hal ini dikarenakan oligarki dan asing tidak pernah mempedulikan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pada akhirnya kekuasaan ini tidak bisa membuat parpol yang berkuasa mengambil kembali apa yang menjadi hak rakyat dari para oligarki tersebut.

Sistem ini juga melahirkan politik yang pragmatis, hal yang tidak bisa dihindari dalam situasi ini. Loby-loby antar partai menjadi hal yang dapat dilihat seluruh masyarakat. Maka lahirnya kotak kosong imbas dari adanya koalisi gemuk yang mengusung hanya satu calon tertentu tidak biisa dihindari. Di samping itu partai politik dalam sistem ini terbukti tidak mampu membuat pengkaderan yang ideologis, karena dalam sesaat bisa berubah visi dan misinya.

Inilah sistem yang bahkan dalam sebuah buku Democracy Against Itself karangan Mark Chou (2014) di antaranya disebutkan, “By their nature, all democracies have the potencial to destroy themselves” (Secara alaminya, semua demokrasi memiliki potensi untuk menghancurkan dirinya sendiri). Saat ini sistem demokrasi sedang mempertontonkan kerusakannnya .

Pandangan Islam tentang politik

Hal yang berbeda dalam pandangan Islam terkait politik. Politik atau siyaasah itu sendiri maknanya secara umum adalah ri’aayah syu’uun al-ummah. Maksudnya adalah pengaturan berbagai urusan umat ini tidak boleh dengan sembarang peraturan, melainkan wajib menggunakan syariah Islam semata. Dari sini dapat dipahami bahwa politik dalam Islam itu adalah mengurusi urusan umat dengan Islam, dan yang mengurusi adalah negara atau Khalifah sebagai pemimpinnya.

Artinya partai politik yang memang bersandar pada aqidah Islamiyah , bukan pada yang lain. Maka kemenangan partai politik dalam Islam itu adalah ketika mampu menghantarkan seorang pemimpin yang bisa dan mampu menerapkan seluruh aturan Allah secara memyeluruh dan sempurna.

Adanya partai politik dalam Islam adalah untuk menjaga keberlangsungan sistem pemerintahan Islam tetap berjalan. Maka tidak boleh partai berkoalisi untuk kepentingan selain kepentingan rakyat. Jelas bahwa memilih pemimpin dalam Islam adalah untuk mencari seseorang yang dengannya aturan Allah bisa diterapkan di seluruh dunia agar keberkahan dan Rahmatan lil’alamin dapat terwujud.

Sudah tampak bagaimana sistem demokrasi sekuler telah banyak merugikan umat Islam. Kerugian terbesar umat Islam adalah ketika di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Islam hanya sebatas tataran ibadah saja tidak dapat diterapkan secara menyeluruh dan sempurna. Sistem demokrasi telah menghalangi umat Islam menerapkan syariahnya sendiri.

Karena itu sudah saatnya umat Islam sadar bahwa sistem politik demokrasi adalah sistem yang bathil yang bertentangan dengan Islam. Sistem yang membuat banyak kerusakan dan kerugian khususnya bagi kaum muslim.

Sudah saatnya kaum muslim menjadi pejuang syariah Islam bukan pejuang demokrasi. Mengeluarkan seluruh energi yang dimiliki untuk kemenangan Islam. Mempelajari Islam secara utuh adalah sebuah keharusan agar umat tidak takut pada syariatnya sendiri serta menjadikan dunia ini berkah dan selamat dengan Islam.[]

Comment