Membuka Pikiran dengan Teknik “Clustering” oleh: Hernowo

Berita525 Views
”Pemetaan Pikiran adalah alat pembuka pikiran yang ajaib.”
—JOYCE WYCOFF

Ketika
memulai menjalankan free writing ala Elbow, tentu saja saya tidak
langsung merasakan kebebasan menulis. Meskipun saya sudah memahami bahwa
free writing ini tanpa koreksi (sensor) dan tanpa melihat lagi apa yang
sudah ditulis (editing), tetap saja kebiasaan—atau paradigma menulis
dengan cara—membaca kembali yang sudah ditulis dan mengoreksi yang
sempat salah-tulis tetap belum dapat saya hilangkan. 
Kadang
bahkan saya harus memperbaiki kesalahan tulis yang elementer—yang
sepele, kecil-kecil, dan tidak berarti. Padahal, sekali lagi, menulis
bebas merupakan kegiatan menulis tanpa disertai mengoreksi. 
Juga,
saya sudah memahami bahwa free writing ini merupakan kegiatan
memproduksi saja—mengungkapkan pikiran saja. Menulis saja. Titik.

Entah
perlu berapa kali berlatih menulis bebas untuk mengubah paradigma
menulis mengoreksi itu. Yang jelas, saya masih belum dapat menghilangkan
kegiatan mengoreksi dan memperbaiki tulisan yang sudah saya tulis. 
Tentu
saja, jangan salah: memperbaiki tulisan itu tetap penting. Namun, dalam
paradigma free writing, memproduksi dan memperbaiki itu tidak boleh
dibarengkan. Keduanya harus dipisah secara tegas dan jelas. 
Hanya,
betapa susahnya mengubah paradigma. Saya, ternyata, masih harus
bolak-balik ke kalimat atau paragraf sebelumnya. Ini tentu sangat
menjengkelkan dan bahkan mengesalkan sekali. 
Sampai
akhirnya saya menemukan bahwa kegiatan mengoreksi tulisan itu ternyata
merupakan kegiatan berpikir otak kiri. Di samping fungsi otak kiri itu
untuk berpikir rasional dan memastikan sesuatu, ternyata otak kiri juga
memiliki kebiasaan mengoreksi atau meragukan hal-hal yang sudah
dihasilkan oleh otak kanan.

Apabila pada tulisan saya
sebelum ini saya menegaskan bahwa menulis bebas ala Elbow ini merupakan
kegiatan menulis dengan menggunakan otak kanan, rupanya tidak lantas
otomatis otak kiri dapat dimatikan. Otak kiri tetap terus bekerja.
Bahkan saya merasakan bahwa kegiatan otak kiri—yang bersifat
mengoreksi—itu sulit sekali saya matikan meskipun hanya sejenak. 
Nah,
terkait dengan fungsi otak kiri dan otak kanan inilah kemudian saya
menemukan gagasan Joyce Wycoff yang ditunjang oleh Gabriele Lusser
Rico. 
Kedua tokoh yang concern terhadap
kegiatan menulis dengan cara yang baru ini menemukan hal baru dan
berbeda—khususnya dalam membuka pikiran untuk memulai menulis. 
Wycoff
dan Rico tetap merujuk ke temuan Tony Buzan yang disebut “mind mapping”
(memetakan pikiran). Keduanya juga tetap menekankan pentingnya
memanfaatkan otak kanan. 
Hanya, keduanya
berpendapat bahwa apabila Anda ingin dapat menulis secara lancar dan
mudah, Anda perlu berlatih membuka pikiran dengan menggunakan metode
“mind mapping”.

Seperti kita ketahui, teknik memetakan
pikiran ini dipakai Buzan untuk mengingat dengan memanfaatkan fungsi
otak kiri dan, terutama, otak kanan (menggunakan gambar, warna, dan
emosi). 
Di tangan Wycoff dan Rico, teknik
“mind mapping” ini dimanfaatkan untuk menulis. Menulis dalam konteks
apa? Dalam konteks untuk membuka pikiran dan, dalam tahap yang lebih
canggih, untuk menemukan (membangun) gagasan. 
Wycoff—seperti
pernyataannya yang saya kutip di awal tulisan ini—secara khusus
menunjukkan, dalam bukunya Menjadi Superkreatif dengan Pemetaan Pikiran,
bahwa teknik “mind mapping” ini merupakan “alat” yang canggih untuk
membuka pikiran. 
Jadi, sebelum saya menulis bebas, saya kadang bermain-main terlebih dahulu dengan teknik pemetaan pikiran ini. 
Misalnya,
agar pikiran saya membuka, saya memancing pikiran saya dengan
menunjukkan satu kata: kursi, bunga, atau langit. Satu kata itu kemudian
saya letakkan di tengah (di pusat kertas). Lalu dari pusat yang berisi
satu kata yang saya pilih itu, saya secara cepat dan spontan memancarkan
garis-garis ke berbagai penjuru angin dan di setiap garis itu—di atas
garis tentu saja—saya bubuhkan satu kata secara sembarang atau acak.
Kegiatan ini sangat membantu saya dalam membuka pikiran saya.

Teknik
“clustering” Rico hampir sama dengan teknik membuka pikirannya Wycoff.
Hanya, kalau tekniknya Rico dimanfaatkan untuk mengelompokkan kata—yang
merupakan simbol yang mewakili pikiran atau gagasan. 
Memang
agak lebih rumit. Namun, gagasan Rico ini juga amat bermanfaat bagi
seorang penulis apabila si penulis tersebut mengalami kemacaten atau
kebuntuan dalam menulis. 
Sekali lagi, inti
teknik-teknik yang dikembangkan Wycoff dan Rico ini ada pada gambar dan
gerakan corat-coret yang kemudian membuat pikiran dapat mengembara ke
mana-mana. 
Dan sebelum menjalankan free
writing, berdasarkan pengalaman saya, akan bagus jika pikiran diminta
melakukan pemanasan (baca: pengembaraan) terlebih dahulu dengan
mengikuti saran Wycoff dan Rico.[]
_____________
*  Hernowo – pelatih senior di lembaga pelatihan InterMedia

Tak
ada penulis yang tidak mengenal Hernowo, penulis dan editor handal
Indonesia. Lewat bukunya yang sangat terkenal, “Mengikat Makna” lulusan
Teknik Industri ITB, CEO dari Mizan Learning Center ini telah mengompori
dan menginspirasi ribuan penulis. Prestasinya mencengangkan. Hanya
dalam kurun waktu empat tahun mampu melahirkan 24 buku. Padahal beliau
memulainya di usia 44 tahun.

Comment