Penulis: Ummu Zahra | Pemerhati Sosial
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dalam sebuah kanal Youtube dengan 2 juta subcriber berisikan tentang podcast/wawancara. Beberapa bulan terakhir fokus mengundang narasumber yang memiliki pengalaman seks bebas.
Narasumber kebanyakan wanita yang bercerita awal mula perjalanannya terjun dalam dunia seks bebas tanpa rasa malu ataupun penyesalan karena telah melakukan hal tersebut. Seperti halnya kasus perselingkuhan, suka sama suka, hubungan badan sedarah, threesome, hubungan tak wajar antara murid dan guru, pemain video porno dan lain sebagainya.
Tanpa sebuah pengakuan perzinaan di atas, di berbagai media sosial lain pun terungkap fakta bahwa begitu mudahnya seseorang melakukan hubungan badan tanpa dilandasi perkawinan yang sah.
Akal yang tunduk pada hawa nafsu, lebih mengedepankan pelampiasannya daripada menahan/menundanya. Apa penyebab terangsangnya seksualitas pada pria dan wanita? Bukankah fitrahnya memang manusia memiliki naluri tersebut?
Dalam pandangan Islam naluri melestarikan keturunan atau gharizah nau, secara alamiah terjadi pada manusia sejak organ reproduksi matang/setelah mengalami masa pubertas. Pada saat itu muncul rasa ketertarikan pada lawan jenis yang berawal dari suka sama suka, namun jika hal tersebut dilanjutkan dengan pacaran atau berdua-duaan yang mengarah kepada perzinaan. Bisa jadi tidak hanya sekali karena secara alamiah tubuh akan menginginkannya kembali.
Maka dari itu Allah Swt mengingatkan kita dengan firman-Nya: “Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Isra: 32).
Allah memberikan kita akal agar berfikir sebelum bertindak, mengetahui benar dan salah beserta konsekuensinya. Dengan akal itu pula menjadi pembeda antara manusia dan hewan. Jika pada masa tersebut kita belum mampu/layak menikah, kita bisa menunda/menahan naluri tersebut dengan menutup aurat, menundukan pandangan, mencari kegiatan positif bahkan berpuasa.
Minimnya pembinaan dari keluarga akan tarbiyah jinsiyah (pendidikan seksual usia dini dan remaja), kurangnya pengawasan di masyarakat terhadap remaja yang campur baur, pergaulan yang bebas antara pria dan wanita yang tidak ada batasannya, serta tontonan yang dapat mengundang syahwat, semuanya berkontribusi menjadi penyebab terjadinya perzinaan.
Tidak tegasnya negara dalam mengatasi perzinaan juga menimbulkan dampak negatif yang semakin meluas. Seperti, pernikahan di bawah umur, angka perceraian yang tinggi, peningkatan praktek aborsi, penelantaran/pembuangan bayi, penyakit HIV/AIDS, mental health, dan rusaknya nasab seorang anak.
Jika hal ini dibiarkan terus menurus akan rusaklah sebuah tatanan keluarga bahkan sebuah negara. Butuh aturan yang mampu menyelesaikan problematika umat sampai keakarnya. Aturan yang dapat membawa kesejahteraan di masyarakat, seperti peradaban beberapa ribu tahun lalu yang berhasil menjadi peradaban cemerlang dan menjadi negara adidaya.
Dengan tuntunan/pedoman Al-quran dan As-sunnah dapat memberikan pengajaran dan praktek berkehidupan sekaligus memberikan kesejahteraan bagi seluruh alam – tidak hanya manusianya, tetapi juga hewan dan tumbuhan. Karena Allah memang menciptakan manusia untuk menjadi pengatur/pemimpin di bumi.
Allah berfiman “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (QS Al-Baqarah: 30).
Makna dari khalifah sebagai pengatur adalah melaksanakan perintah-perintah Allah, memakmurkan bumi, dan memanfaatkan apa yang ada di dalamnya, bukan membuat aturannya sendiri dan menerapkannya.
Sedang makna khalifah sebagai pemimpin adalah masing-masing kalian adalah seorang pemimpin, ia akan dimintai pertanggung-jawabannya tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa/president akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang laki-laki/pemimpin keluarga akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita/pemimpin bagi rumah dan anaknya akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang budak/pemimpin harta tuannya akan dimintai pertanggung-jawabannya. Ingatlah, masing-masing dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. (HR. Bukhari)
Untuk mengatasi masalah perzinaan, dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, Allah telah menurunkan peraturan-Nya melalui kalammullah:
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin” (QS An-Nur: 2).
Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bersungguh-sungguh melaksanakan hukuman zina dan tidak bisa dicegah oleh rasa belas kasihan kepada pezinanya, sehingga membuat ketetapan Allah menjadi terabaikan. Allah mensyariatkan pelaksanaan cambuk 100 kali disaksikan oleh khalayak umum supaya bisa menjadi pelajaran bagi semuanya.
Hukum Allah ini bersifat jawabir/penebus dosa bagi pelaku zina dan jawazir/pencegah agar yang lain tidak melakukan hal serupa. Dengan demikian terjagalah kehormataan dan kemuliaan seorang wanita dan nasab anak akan terjaga dengan baik. Wallahualam Bishshawab.[]
Comment