Meraih Taqwa Totalitas Pada Malam Lailatul Qadar yang Terbatas

Opini548 Views

 

 

Oleh: Putri Hanifah, CHt., C.NNLP, Learning Facilitator Experiential Learning

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Gimana target Ramadanmu? Sudah bergerak berapa persen di detik-detik terakhir menuju garis finish? Seharusnya sih sudah 90% karena Ramadan tinggal beberapa hari saja. Itu baru target pribadi, bagiamana dengan target yang sifatnya keumatan?

Sudahkah kita membuatnya? Karena hidup bukan soalan aku aja, tapi hubungan kita dan saudara kita diluar sana seperti satu tubuh (seharusnya) kalau sama sekali belum terbuat, penghujung Ramadan inilah jawabannya.

Meski terhitung sudah telat dalam membuat target keumatan, tak apa untuk disusulkan daripada tidak sama sekali. Tapi di balik kejadian ini ngerasa nggak sih, kok taqwa rasanya baru bisa dirasakan sendiri? Padahal Allah sendiri menempa kita selama tiga puluh hari itu nggak lain dan nggak bukan supaya kita menjadi insan yang bertaqwa (la’allakum tattaqun)

Taqwa sendiri adalah menjalankan perintahnya dan menjauhi laranganNya. Bagaimana dengan kondisi kita hari ini? Uniknya syariat Islam bukan hanya mengatur soalan habluminallah saja, jika kita sudah aman pada aspek habluminallah saja eits masih ada 95% syariat yang belum kita jalankan. Habluminannafsi mengambil porsi 5% dengan rincian makanan, minuman, pakaian, akhlaq.

Sedangkan sisanya? Yes, apalagi kalau bukan habluminannas. Secara logis manusia adalah makhluk sosial yang aktivitasnya lebih banyak berinteraksi dengan orang lain, maka tak heran urusan habluminannas porsinya menempati 90% karena begitulah kenyataannya.

Habluminannas atau hubungan manusia dengan manusia lain adalah hubungan bagaimana Islam mengatur urusan mereka agar tidak terjadi kekacauan, bayangkan jika aspek ini diatur berdasarkan hawa nafsu manusia sendiri tentu keinginan manusia satu dengan manusia lain saling bertentangan akhirnya menimbulkan kekacauan.

Pertanyaannya apakah itu nilai yang seorang muslim perjuangkan? Habluminannas adalah bagaimana Islam mengatur urusan ekonomi, urusan pemerintahan, urusan sosial, urusan pergaulan, urusan politik luar negeri, urusan pendidikan dll.

Tak heran jika negeri ini penuh dengan masalah tak berkesudahan, sebab solusi yang ditawarkan selalu solusi parsial.

Akibatnya negeri ini tak kunjung diberkahi oleh Allah lantaran belum beriman dan bertaqwa.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al-A’raf: 96)

Jika hari ini target keumatan jauh dari memperjuangkan itu semua, berarti taqwa kita memang belum 100% sebab di bulan mulia ini khususnya lailatul qadar, Allah memberikan tiket agung hanya kepada umat Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadan.

Apapun yang beririsan dengan Al-Qur’an menjadi sesuatu yang istimewa. Bulan Ramadan yang di dalamnya terdapat lailatul qadar menjadi istimewa karena menjadi bulan diturunkannya Al-Qur’an. Nabi Muhammad menjadi utusan Allah yang namanya bersanding dengan Allah, lantaran lewat perantara beliau Al-Qur’an bisa sampai kepada umatnya.

Orang yang memuliakan Al-Qur’an juga menjadi istimewa termasuk mereka yang memperjuangkannya juga menjadi istimewa karena beririsan dengan Al-Qur’an.

Selain menjadi bulan diturunkannya Al-Qur’an, lailatul qadar adalah tiket agung yang nilainya lebih dari seribu bulan. Seandainya kita kalkulasi hidup kita dengan usia, niscaya ibadah kita tak sanggup menyaingi nilai tersebut.

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3)

Pada malam ini juga menjadi malam yang penuh dengan keberkahan “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhon: 3).

Ditambah lagi di malam ini malaikat Jibril turun “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” (QS. Al Qadr: 4).

Nggak kalah dahsyat bin esklusif lagi pada malam ini “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

Dulu sahabat saja mengisi ramadhan termasuk di dalamnya lailatul qadar dengan memfutuhati wilayah demi wilayah untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada Allah saja.

Tak heran pada bulan agung ini terdapat beberapa perang yang digelar seperti perang badar, perang tabuk, perang khandak, fathu makah, pembebasan Andalusia oleh Thariq bin Ziyad, pada 6 Ramadhan 233H, Khalifah Al Mu’tashim menaklukkan Amuriyah untuk melindungi seorang muslimah yang jilbabnya ditarik oleh tentara Romawi, pada 24 Ramadhan 658 H, Perang Ain Jalut. Pasukan muslim berhasil mengalahkan tentara Tartar (dipimpin oleh Qutus dan Baibaras). Pada 26 Ramadhan 928 H, Kota Belgrad berhasil ditaklukkan Khalifah.

Jika mau berkaca, rasanya kualitas kita hari ini terpaut jauh dengan kualitas para sahabat. Padahal Islam yang dipeluk sama, Al-Qur’an yang dijadikan pedoman sama, Rasulnya sama, tapi mengapa kualitas keislaman kita beda?

Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan karena kekuatan sistem. Hari ini sulit rasanya bagi kita untuk mewujudkan ketaqwaan total 100% karena sistem hari ini tidak pernah mengizinkan Islam untuk mengatur kehidupan,  itulah sekuler kapitalis.

Jalan inilah yang diambil oleh masyarakat eropa kala itu ketika dipimpin oleh kaum gerejawan dengan agama nasrani. Rakyat menjadi korban kesewenan-wenangan gereja yang memimpin kala itu.

Para ilmuwan yang pendapatnya tidak sejalan dengan kaisar dan gerejawan dihukum dengan cara yang sangat hina. Rakyat juga diperas mati-matian untuk melayani kaisar.

Walhasil jalan tengahlah yang diambil dengan memisahkan agama dengan kehidupan. Inilah awal kehancuran dan kerusakan.

Jika kita ingin meraih predikat takwa pada bulan mulia ini,  mala jalan satu-satunya adalah memperjuangkan islam dalam segala aspek kehidupan.[]

_____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment