Meyly Andyny*: Stunting Penyebab Generasi Dalam Kondisi Genting 

Opini468 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Berbagai permasalahan yang terjadi belakangan ini telah melewatkan satu kondisi yang tak kalah penting dalam bidang kesehatan, yaitu masalah stunting.

Sampai sejauh ini, Indonesia belum bisa melepaskan diri sepenuhnya sebagai negara dengan status gizi buruk. Jumlah balita stunting masih berada di atas batas yang ditetapkan WHO.

Dilansir laman Kompas.com (26/2/2019), World Health Organization (WHO) menetapkan batas toleransi stunting (bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita.

Di Indonesia, sebanyak 7,8 juta atau sekitar 35,6 persen dari 23 juta balita pada 2017 menderita stunting. Sebanyak 18,5 persen berkategori sangat pendek dan 17,1 persen berkategori pendek. Angka tersebut memicu reaksi WHO untuk menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

Balita/baduta (bayi dibawah usia lima tahun/ bayi dibawah usia dua tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas.

Pada akhirnya secara luas stunting akan menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.

Miris, hal itu terjadi di tengah sumber daya alam yang berlimpah. Bagaimana tidak, Indonesia memiliki semboyan gemah ripah loh jinawi yang menggambarkan betapa kaya raya alam kita, alam Indonesia.

Namun sayang beribu sayang gemah ripah loh jinawi hanya sebagai semboyan belaka, tak semua rakyat mampu merasakan kekayaan yang dimiliki Indonesia.

Terdapat kesenjangan yang sangat lebar antara si kaya dan si miskin. Bahkan yang lebih menyayat hati ialah pihak swasta atau asing yang menguasai dan sekaligus menikmati hasil SDA tersebut. Semua itu terjadi akibat jebakan sistem Kapitalis-Liberal yang diterapkan di negeri ini.

Kapitalisme cenderung abai terhadap kesejahteraan rakyat. Bahkan ketika mengalami suatu masalah, termasuk masalah stunting, kapitalisme cenderung tidak bersungguh-sungguh mengambil tindakan demi mengentaskan masalah yang terjadi. Hal ini sejatinya tidak memberikan masalah tuntas, bahkan terkadang menimbulkan masalah baru.

Solusi tuntas dalam mengentaskan masalah, termasuk masalah stunting takkan bisa kita dapatkan dari sistem lapitalisme.

Solusi tuntas hanya akan kita dapatkan ketika sistem Islam diterapkan. Dalam sistem Islam, negara berperan besar dalam menjamin kesejahteraan masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan penyediaan lapangan kerja yang banyak dengan gaji yang memadai. Negara juga takkan membedakan antar si kaya dan si miskin.

Setiap rakyat mendapat perlakuan yang sama, bahkan perhatian negara cenderung lebih besar kepada rakyat menengah ke bawah agar mereka juga sejahtera. Negarapun sangat peduli dan memperhatikan kesehatan rakyatnya.

Seluruh jaminan yang diberikan kepada rakyat tentunya dengan pelayanan terbaik. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki untuk kesejahteraan rakyat. Pelayanan ini pun diberikan keseluruh pelosok negeri, tanpa adanya kesenjangan sedikit pun.

Dengan begitu masalah stunting dapat dientaskan dengan mudah dan optimal sehingga generasi yang ada adalah generasi yang sehat, cerdas, dan membanggakan.]]

*Mahasiswa Pendidikan Matematika
FKIP UMSU

Comment