Penulis: Fani Ratu Rahmani | Aktivis dakwah dan Pemerhati Remaja
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pembunuhan terhadap seorang remaja putri berusia 16 tahun terjadi pada Jum’at (10/1/2025) di Lamongan. Pelaku juga masih berusia remaja. Motif pembunuhan pelajar oleh pelajar ini adalah penolakan cinta yang memicu pelaku melakukan kekerasan hingga menghilangkan nyawa korban di sebuah toko yang tidak beroperasi selama sebulan.
Sebenarnya miris melihat kondisi remaja yang demikian. Remaja yang notabene adalah pemuda harapan umat dan bangsa justru menjadi pelaku kerusakan. Bukankah mereka nantinya yang akan menjadi pemimpin di masa depan ? Jika mereka di usia sekarang saja justru menjadi pelaku kriminal, bagaimana masa depan umat dan bangsa ini? Apakah akan terwujud generasi emas 2045 atau generasi cemas kini dan nanti ?
Inilah hal yang perlu diurai dan dipahami. Mengapa kondisi remaja menjadi demikian ? Berawal dari peristiwa ini, kita bisa pelajari bahwa ini disebabkan banyak faktor. Mulai dari lemahnya kontrol emosi, minimnya pendidikan moral, dan pengabaian terhadap kesehatan mental di kalangan remaja. Lingkungan sosial yang kurang suportif juga berkontribusi memperburuk kondisi ini. Demikian juga media yang hari ini menjadi ‘guru’ generasi yang rendah literasi.
Pertama, kondisi remaja saat ini memang jauh dari agama, sehingga lalai dengan halal dan haram. Ini adalah kondisi yang berasaskan sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Adanya sekularisme justru membuat seseorang bertindak laku bukan dengan dasar halal dan haram, melainkan berdasar hawa nafsu dan materi saja. Terlebih, sekularisme mendikte ukuran kebahagiaan hanya dari materi atau terpenuhinya keinginan seseorang. Sehingga akhirnya tujuan dapat menghalalkan cara, demikian pula emosi dilampiaskan berdasar hawa nafsu.
Lalu, dari aspek pendidikan. Pendidikan kini bukan berdasarkan aqidah Islam. Pendidikan tetap saja sekuler, mencetak generasi yang sekuler pula. Kurikulum merdeka tidak cukup membantu untuk meraih terbentuknya moral generasi yang lebih baik. Yang ada, kurikulum ini semakin membuat generasi semakin liberal baik dari segi pemikiran maupun tingkah laku. Orientasi pembelajaran tetaplah akademik dan keterampilan yang dibutuhkan dunia industri, moral menjadi nomor ke sekian.
Dari segi media turut mempengaruhi generasi secara langsung maupun tidak langsung. Kita tahu bahwa dunia maya adalah tempat bernaung generasi sekarang. Konten yang beredar menjadi konsumsi mereka sehari-hari. Lalu, konten seperti apa yang terus berkelindan di tengah mereka?
Apakah konten yang memperbaiki pola pikir dan sikap mereka ? Atau justru konten yang rusak dan merusak ? Tentu, konten yang rusak dan merusak karena memang diatur dengan sistem yang sekuler pula.
Berbagai persoalan generasi jelas membutuhkan sistem yang mampu memberikan solusi komprehensif. Sistem ini adalah sistem Islam.
“…….Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim.” TQS An Nahl ayat 89.
Pertama, butuh sistem pendidikan Islam. Islam memiliki pandangan yang khas terkait pendidikan. Pendidikan dipandang sebagai salah satu jawaban bagi pembentukan dan perbaikan generasi. Oleh karena itu, wajib bagi sebuah negeri yang ingin membangkitkan generasi dari keterpurukan untuk menggantinya dengan sistem pendidikan Islam.
Berdasarkan buku Dasar-Dasar Pendidikan Negara Khilafah karya Syeikh ‘Atha bin Khalil dengan judul asli kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, sistem pendidikan Islam disusun dari kumpulan hukum syara’ yang berkaitan dengan pendidikan. Hukum-hukum tersebut terpancar dari akidah Islam.
Berbicara tentang sistem pendidikan, maka tidak lepas dari kurikulum. Kurikulum pendidikan Islam wajib berlandaskan akidah Islam. Sebab, kurikulum merupakan ruh yang dirancang untuk mewujudkan output pendidikan sesuai yang diinginkan. Ketika yang diharapkan generasi emas, maka menanamkan akidah Islam sebagai dasar pemikiran adalah suatu kewajiban.
Islam menjadikan pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga pada pembentukan akhlak mulia, pengendalian diri, dan pemahaman yang benar terhadap hubungan antar manusia, atau dengan kata lain membentuk kepribadian islam. Pendidikan dalam Islam akan mengajarkan generasi berperilaku sesuai dengan standar hukum syara’, baik di lingkungan keluarga, sekolah, hingga bermasyarakat dan bernegara.
Kedua, butuh sistem pergaulan berdasarkan Islam. Islam memiliki aturan yang jelas terkait pergaulan laki-laki dan perempuan untuk mencegah timbulnya fitnah dan perilaku yang melampaui batas.
Sistem pergaulan akan menjaga pergaulan sesuai dengan tuntunan syara. Dengan aturan ini, hubungan remaja laki-laki dan perempuan diarahkan agar tetap dalam batas yang wajar, mencegah terjadinya hubungan yang merusak moral atau memicu konflik emosional.
Karena pada hakikatnya kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah, sebagaimana dijelaskan pula dalam Kitab Nizham Ijtima’iy fil Islam oleh Syaikh Taqiyuddin An Nabhani.
Terakhir, bahwa kriminalitas yang dilakukan oleh remaja tersebut tidak bisa lepas dari sanksi. Usia pelaku bukan lagi anak-anak dalam sudut pandang Islam, meski menurut hukum positif masih demikian. Pembunuhan yang dilakukan adalah pembunuhan yang sengaja.
Sebagaimana dikutip dalam Kitab Nizham Al Uqubat. Pembunuhan sengaja adalah [perbuatan] seseorang memukul orang lain dengan sesuatu [benda/alat] yang pada umumnya dapat membunuh orang yang semisal korban, atau seseorang melakukan perbuatan kepada orang lain yang pada umumnya dengan perbuatan itu dapat membunuh korban.” (Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 89).
Sanksi pidana Islam untuk pelaku pembunuhan sengaja adalah salah satu dari 3 (tiga) jenis sanksi pidana syariah, bergantung pada pilihan yang diambil oleh keluarga korban (waliyyul maqtûl), yaitu pertama, hukuman mati (qishâsh); atau kedua, membayar diyat (tebusan/uang darah); atau ketiga, memaafkan (al’afwu). (Abdurrahman Al-Maliki, Nizhâm Al-‘Uqûbât, hlm. 91 & 109).
Hanya saja, penerapan syariat Islam dalam berbagai aspek secara menyeluruh seperti ini dapat dicegah sejak akar permasalahannya hilang yakni sistem kapitalisme. Dengan Islam Kaffah, para pelajar dapat mengoptimalkan potensinya untuk kebaikan dan amal shalih, sehingga menjadi generasi hebat taat syariat dan paham ilmu yang dipelajari. Bukan justru menjadi generasi yang sarat dengan kriminalitas dan pelaku kerusakan. Semoga segera terwujud tegaknya islam di muka bumi ini, aamiin. Wallahu a’lam bish shawab.[]
Comment