Oleh : Widya Soviana, Dosen dan Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat
_________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam sistem kalender Hijriah. Bulan Muharram termasuk bulan yang memiliki banyak keutamaan dan keberkahan, sehingga umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah seperti puasa Tasua (9 Muharram) dan puasa Ayura (10 Muharram). Allah Subhana wa ta’ala berfirman dalam surah At Taubah ayat 36 yang artinya:
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram, itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan itu”. Dan Nabi Shalallahu’alaihi wa salam secara khusus menyebutkan dalam sabdanya:
“Setahun berputar sebagaimana keadaanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi, Satu tahun itu ada dua belas bulan, Diantaranya ada empat bulan haram (suci), Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram, Satu bulan lagi adalah Rajab yang terletak antara Jumadil akhir dan Sya’ban.
Setiap tahun umat Islam memperingati 1 Muharram sebagai momentum hijrahnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam dari Kota Mekkah Al Mukarramah ke Kota Madinah Al Munawarah. Peringatan tahun baru diharapkan mampu membangkitkan semangat perubahan untuk menjadi insan yang lebih bertakwa.
Perubahan tersebut mustahil terwujud apabila pemikiran dan perasaan tidak dibina secara totalitas dengan aqidah dan syariah Islam. Bulan Muharram semestinya menjadi momentum perubahan bagi umat Islam secara menyeluruh (kaffah). Sebagaimana hijrahnya Baginda Nabi Shalallahu’alaihi wa salam yang tidak saja mendakwahkan ajaran Islam, namun telah menerapkan ajaran Islam secara sempurna kepada umat manusia.
Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa salam tidak hanya menjadi seorang Rasul, namun juga menjadi kepala negara dan pemimpin bagi umat Islam pada waktu itu. Yang kemudian dilanjutkan oleh Khulafur Rasyidin sebagai Khalifah bagi umat Islam.
Sejak saat itu, umat Islam telah diakui sebagai umat yang baru dengan kepemimpinan seorang Nabi dan Rasul. Sehingga siapa saja yang menjadi seorang muslim, maka hendaknya ia berhijrah menuju Kota Madinah dan meninggalkan tempat tinggalnya.
Peristiwa tersebut telah dilakukan oleh para sahabat dengan meninggalkan tanah dan harta yang dimilikinya. Sehingga Allah Subhana wa ta’ala pun meridhai mereka, sebagaimana yang diabadikan dalam Al Qur’an surah At Taubah ayat 100 yang artinya:
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam diantara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Itulah kemenangan yang agung”.
Kaum Ansar dan Muhajirin hidup dibawah satu kepemimpinan umat Islam, sehingga eksistensinya telah menjadikan umat Islam tersebar di seluruh penjuru dunia saat ini. Seruan dakwah tak hentinya menggema di berbagai penjuru negeri. Sebagian besar memilih dan memeluk Islam, sebagian lagi terjamin tetap dengan keyakinannya.
Umat Islam terus menjadi mercusuar peradaban dunia, menjadi disegani dalam sistem politiknya, menjadi acuan dalam sistem ekonominya serta menjadi rujukan dalam keimuannya. Semua ini terwujud, karena akidah dan syariah Islam menjadi landasan kehidupannya.
Umat Islam kala itu memeluk Islam secara kaffah, yakni mengambil akidah Islam dan menerapkan syariah Islam di segala sektor kehidupannya. Berbagai kebijakan dan sumber hukum yang berlaku di dalam wilayahnya merujuk pada wahyu. Sehingga, berbagai keberkahan tampak di dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Tidak ada satu pun aturan yang diterapkan pada umat Islam melainkan berdasarkan syariah Islam.
Keadaan ini sangat berbeda dengan yang terjadi saat ini, di mana kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara tidak di atur dengan syariah Islam. Berbagai problematika terus terjadi dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat.
Dalih terhadap Hak Azazi Manusia (HAM) tak mampu mengontrol keadaan masyarakat yang menyimpang. Kerusakan moral dan kemiskinan menjamur di mana-mana. Kehidupan masyarakat semakin sempit dengan naiknya harga berbagai kebutuhan, sedangkan pendapatan yang diperoleh tidak juga bertambah.
Oleh karenanya, sudah semestinya disadari adanya kesalahan dari sistem yang ada saat ini. Selanjutnya mencontoh kembali, apa yang dilakukan oleh umat Islam terdahulu.
Dengan mengambil syariah Islam sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Sehingga, dapat memperoleh keberkahan dari Allah Subhana wa ta’ala, yaitu kebaikan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat nantinya. Sebagaimana Allah Subhana wa ta’ala berfirman di dalam Al Qur’an:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS Al Araf, 96).
Bulan Muharram yang menjadi permulaan dalam tahun baru Islam, seharusnya menjadi semangat bagi seluruh umat Islam dan negeri-negeri kaum muslimin untuk berhijrah secara kaffah. Sebagaimana seruan Allah Subhana wa ta’ala di dalam Surah At Tahrim ayat 8:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, Pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambi mereka berkata, Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami, Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.[]
Comment