Oleh :Wanti ummu Nazba, Komunitas Muslimah Peduli Umat
__________
RADARINDONESIANRWS.COM, JAKARTA — Musim penghujan tiba dan beragam reaksi manusia menyikapi kedatangannya. Ada yang senang, ada yang biasa saja bahkan ada yang sangat sedih ketika musim itu tiba. Karena banyak wilayah di Indonesia yang terkena banjir saat musim hujan. Berikut salah satu fakta, wilayah yang terkena banjir saat musim hujan tiba.
Dilansir dari Liputan6.com, hujan yang mengguyur Jakarta serta sejumlah daerah, khususnya di daerah penyangga seperti Depok, Bekasi, Tangerang membuat sejumlah wilayah terdampak banjir.
Bahkan, tidak sedikit akibat banjir yang di Jakarta ini menelan korban dan meninggal dunia. Berdasarkan informasi BPBD DKI Jakarta, tembok roboh di MTSN 19 Jakarta yang membuat siswa luka dan meninggal dunia, akibat tidak bisa menahan volume air yang sudah meluap. Indonesia memang termasuk wilayah potensial bencana, terutama banjir.
Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang periode 1 Januari hingga 9 Oktober ini saja, sudah terjadi 2.718 kali bencana alam di Indonesia. Di antaranya, bencana banjir terjadi 1.083 kali, tanah longsor 483 kali, dan cuaca ekstrem 867 kali. Sisanya, bencana berupa kebakaran hutan, gempa bumi, gelombang pasang, dan abrasi.
Faktor cuaca, seperti adanya fenomena La Nina, peningkatan suhu permukaan laut, perubahan pola angin, dan lain-lain sering disebut-sebut sebagai penyebab utama banjir. Dalam hal ini, intensitas hujan tinggi, durasi lama, dan frekuensi yang sering berpeluang besar menimbulkan bencana hidrometeorologi.
Masalahnya, bencana banjir ini bukan hal baru. Hampir setiap musim penghujan bencana banjir pasti menjadi langganan. Risiko ekonomi dan sosial yang ditimbulkan pun sudah tidak terhitung lagi. Sementara masyarakat dipaksa menerima keadaan dengan alasan bahwa semua ini terjadi karena faktor alam.
Terjadinya banjir tidak semata disebabkan oleh faktor alam. Ada banyak hal yang harus diperbaiki dari perilaku manusia itu sendiri. Misalnya, masih kurang kesadaran dalam membuang sampah pada tempatnya, penebangan hutan secara liar, semakin banyak pembangunan daerah kawasan pabrik dll.
Utamanya terkait budaya dan kebijakan struktural dalam pembangunan. Begitupun dengan dampak yang ditimbulkan. Seringkali negara gagap melakukan mitigasi bencana sehingga berbagai dampak tidak terantisipasi dengan baik.
Para pejabat malah sibuk berpolemik saat bencana sudah terjadi. Alih-alih mencari solusi, masing-masing sibuk saling menyalahkan. Jadi wajar jika permasalahan banjir tidak pernah kelar. Bahkan masalah banjir semakin besar dan sulit diselesaikan.
Curah hujan yang tinggi tidak akan menjadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi, tanah resapan tidak dibeton, hutan-hutan tidak digunduli, dan sistem drainase dibuat terintegrasi.
Bukankah Allah Swt. telah menciptakan sistem hidup yang penuh keseimbangan? Kehadiran hujan itu sendiri sejatinya mendatangkan rahmat bagi seluruh alam, bukan menjadi laknat.
Semakin luas bencana banjir, justru menunjukkan semakin kental cengkraman kapitalisme. Eksploitasi lahan tambang, alih fungsi lahan dan lain sebagainya semakin tidak terkendali. Permukaan tanah pun makin turun akibat konsumsi air tanah untuk penunjang fasilitas hunian-hunian elit dan industrialisasi. Begitu juga dengan sungai, volumenya semakin menyempit akibat banyaknya produksi sampah dan sedimentasi dampak hunian di bantaran kali.
Begitulah ketika aturan islam tidak diterapkan di tengah-tengah umat, akibatnya berbagai persoalan terjadi menimpa kita semua. Kemudian bagaimana islam menangani bencana banjir ini?
Agar kejadian banjir ini tidak terulang terus menerus, maka perlu ada upaya yang ditempuh dengan serius dan sungguh-sungguh dengan melibatkan rakyat terlebih pemerintah.
Untuk mengatasi banjir, Islam memiliki solusi dengan kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir. Kebijakan untuk mencegah terjadinya banjir adalah sebagai berikut:
Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan dan sebagainya, negara menempuh upaya-upaya seperti:
Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.
Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir dan keperluan irigasi. Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.
Negara memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain), dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut.
Negara membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase,dan memecah penumpukan volume air, atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman. Secara berkala, mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan.
Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu. Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.
Tak hanya itu, Islam pun memberikan solusi dalam menangani korban banjir, seperti penyediaan tenda, makanan, obat-obatan dan pakaian, serta adanya keterlibatan masyarakat sekitar yang berada di dekat wilayah yang terkena bencana banjir.
Itulah berbagai solusi yang ditawarkan Islam mengatasi permasalahan banjir. Hanya Islam yang memberi aturan secara sempurna mengatasi berbagai problematika, termasuk banjir.Wallahu a’lam bi ash-shawab.[]









Comment