Pacaran, Dari Dosa Hingga Berujung Maut

Opini232 Views

 

 

Penulis: Devy Rikasari | Member Komunitas Pena Dakwah Cikarang

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Malang nian nasib Wiwin, sudah berbadan dua tanpa ikatan pernikahan, justru nyawanya malah habis di tangan kekasihnya sendiri. Wanita berusia 19 tahun ini cekcok dengan kekasihnya lantaran sudah 2 bulan tidak haid, disinyalir ia hamil akibat hubungan terlarang keduanya. Alih-alih bertanggungjawab, sang kekasih, Herdis, malah menghabisi nyawanya di kebun durian di daerah Tasikmalaya. (detiknews.com, 30/11/2023)

Tak kalah menghebohkan. Beberapa waktu lalu warga Bogor dikagetkan dengan penemuan jenazah seorang wanita berusia 22 tahun. Di wajahnya banyak luka, diduga akibat dibekap. Pihak kepolisian telah menangkap pelaku pembunuhan, yang ternyata adalah pacar korban. (kompas.com, 4/12/2023).

Tentu tak pernah terbayangkan oleh pasangan yang sedang dimabuk asmara bahwa mereka akan meregang nyawa di tangan kekasihnya sendiri. Ada satu ungkapan yang sering kita dengar, “buat orang pacaran dunia serasa milik berdua, sementara yang lain ngontrak.”

Begitulah, kehidupan yang semakin sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan telah merasuk semakin dalam. Hingga kita tidak lagi merasa aneh jika melihat muda-mudi sedang bermesraan padahal belum menikah. Bahkan, ada saja orang tua yang khawatir jika anaknya belum punya pacar.

Jika diingatkan tentang resiko hamil di luar nikah, ada sebagian orang tua yang santai saja toh sudah tau siapa yang akan menghamilinya. Simpel, kalau hamil ya tinggal dinikahkan.

Apakah benar sesimpel itu?

Nyatanya tidak. Apalagi bagi seorang muslim yang meyakini Allah dan hari akhir, di mana salah satu konsekuensinya adalah merasa takut bermaksiat, baik dalam kondisi sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Sebagaimana firman Allah SWT. dalam Qur’an surat Ar Ra’du ayat 21:
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.”

Karena itu, muslim yang beriman tentu akan selalu mengaitkan semua tindak-tanduknya dengan syariat Allah. Mudahnya, ia akan bertanya dahulu sebelum berbuat, apakah Allah rida, apakah Allah membolehkan? Jika Allah meridai perbuatan tersebut, maka dia boleh melakukannya. Sebaliknya, jika Allah melarangnya, artinya Allah tidak meridai dan seorang hamba sudah seharusnya meninggalkan perkara tersebut.

Terkait dengan aktivitas pacaran, Allah sudah melarangnya dalam firman-Nya berikut.

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra: 32)

Memang dalam ayat tersebut tidak disebutkan kata pacaran secara tersurat, namun siapapun paham bahwa pacaran sarat dengan aktivitas berdua-duaan, pegangan tangan, saling memandang, dan segala hal yang mendekati permulaan zina.

Meski tidak semua pacaran berujung zina, namun semua tindakan zina dapat dipastikan diawali oleh pacaran. Karena itu, seorang muslim, muda maupun tua tidak selayaknya menempuh jalan ini untuk menyalurkan naluri berkasih sayangnya.

Ketika Allah melarang sesuatu tentu karena Ia mengetahui keburukan dari hal tersebut. Demikian pula ketika Allah melarang pacaran, itu karena banyak mudarat di dalamnya.

Begitu banyak kejadian hamil di luar nikah yang berujung aborsi. Aborsi dilakukan untuk menutupi aib lantaran tidak ada pertanggungjawaban dari pihak lelaki.

Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, dimana 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja. Di Bandung menunjukkan 20% dari 1.000 remaja yang pernah melakukan seks bebas. Diperkirakan 5-7% nya adalah remaja di pedesaan. Sebagai catatan, jumlah remaja di Kabupaten Bandung sekitar 765.762.

Diperkirakan jumlah remaja yang melakukan seks bebas sekitar 38-53 ribu. Kemudian, sebanyak 200 remaja putri melakukan seks bebas, setengahnya kedapatan hamil dan 90% dari jumlah itu melakukan aborsi. (www.smakaquinasruteng.sch.id, 4/12/2023).

Tidak hanya itu, dikutip dari ABC news, ada riset yang dilakukan oleh peneliti dari University of Georgia, Brooke Douglas. Riset ini menemukan bahwa remaja yang tidak pacaran justru memiliki mental yang sehat lantaran jarang depresi. Sebaliknya, remaja yang pacaran lebih rentan depresi.

Kalaupun tidak ada dampak negatif secara materil, pacaran tetap berdampak negatif. Para pelaku pacaran sering berdalih dengan pacaran bisa lebih semangat ibadah, belajar atau bekerja. Terkesan positif. Padahal jika diteliti lebih jauh, ini sangat berbahaya terhadap amal. Alih-alih mendapat pahala, justru berdosa karena suatu amalan dilakukan karena pacar bukan karena Allah. Motivasi beramal seperti ini juga sangat lemah karena akan sangat fluktuatif tergantung relasi pacarannya.

Na’udzubillahi min dzalik.
Sudah lah berdosa, berdampak negatif bahkan berpotensi buruk terhadap nyawa.

Last but not least, sebagai seorang muslim, selain senantiasa menyandarkan perilaku dengan aturan Islam, penting juga untuk meluruskan niat. Bahwa niat kita melakukan atau meninggalkan sesuatu itu bukan semata-mata ada manfaat atau mudaratnya. Akan tetapi, landasan perilaku seorang muslim adalah hukum syara. Apa yang dibolehkan menurut syara’ sudah pasti baik untuk kita. Sebaliknya, apa yang dilarang syara’ tentu buruk untuk kita. Wallahu’alam bi ash shawab.[]

Comment