Pandangan Islam Terhadap Tindak Kriminalitas Remaja

Opini520 Views

 

 

Penulis: Revista Rizky | Mahasiswi Pascasarjana Universitas Negeri Malang

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Baru-baru ini kita dikejutkan kembali adanya pemberitaan remaja membunuh satu keluarga di Penajam Paser Utara. Sadis bukan main, seorang remaja yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas ini rela membunuh satu keluarga akibat dendam si pelaku terhadap satu keluarga (para korban) karena cintanya bersama anak dari korban ditolak.

Sadisnya ia membunuh satu persatu anggota keluarga tersebut dari Ayah, Ibu, kedua adik mantan pacar, dan terakhir membunuh mantan pacarnya dengan menggunakan parang. Sebelum pelaku melancarkan aksinya, terlebih dahulu ia bersama kawan-kawannya berpesta minuman keras.

Kasus yang terjadi ini bukanlah satu-satunya kasus yang ada di Indonesia berkaitan dengan moral dan tindak kriminal di mana pelakunya adalah remaja usia 15-18 tahun.

Menurut data dari Direktoral Jenderal Permasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, seperti ditulis kompas (14/2/2024) tercatat 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Per 26 Agustus 2023, sebanyak 1.467 anak berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukum sebagai narapidana.

Betapa miris potret remaja Indonesia hari ini, ada begitu banyak remaja menjadi narapidana di usia yang masih sangat muda. Bukannya duduk fokus belajar menuntut ilmu, mereka justru disibukkan dengan urusan pemenuhan terhadap keserakahan dan percintaan yang kemudian berakhir dengan terseretnya mereka sebagai pelaku tindak kriminal.

Potret remaja hari ini, harusnya menjadi alarm bagi masyarakat dan negara. Meningkatnya kasus pelanggaran hukum yang dilakukan remaja sejatinya menjadi keprihatinan bersama untuk mengatasinya. Alih-alih mengatasi kasus pelanggaran hukum yang dilakukan anak, negara justru berfokus pada pembangunan infrastruktur negara dan pertumbuhan ekonomi.

Jika kriminalitas yang dilakukan oleh remaja tidak segera mendapat perhatian maka akan membahayakan kualitas sumber daya manusia. Apalagi mengingat remaja merupakan pembawa arah perubahan bagi bangsa. Jika moralitas dan nilai-nilai dalam diri remaja diberi kebebasan, perubahan seperti apa yang diinginkan dari potret remaja hari ini?

Jika ditelisik, tindak kriminalitas yang kian meningkat dan moralitas remaja yang semakin memprihatinkan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, dari sistem keluarga. Banyak remaja Indonesia hari ini menjadi pelaku kriminal biasanya dilatarbelakangi oleh keluarga broken home.

Komunikasi yang kurang antar kedua orang tua sehingga menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga dapat berdampak pada perilaku anak. Anak akan cenderung berperilaku negatif sesuai dengan apa yang telah ia lihat atau saksikan.

Padahal keluarga merupakan madrasah utama bagi anak itu sendiri. Jika anak mendapatkan pola asuh yang salah, tentu akan berpengaruh pada pola pikir dan sikap mereka yang juga salah.

Kedua, krisis identitas dan kontrol diri yang lemah. Masa remaja adalah masa di mana para remaja mencari sesuatu yang dapat memberi kesenangan dan kebahagiaan semata, seperti kebahagiaan materi – sehingga menjadikan mereka sebagai generasi hedon dan permitif.

Di samping itu, emosi labil remaja menjadi salah satu faktor krusial mengapa banyak remaja hari ini terjebak dalam tindak kriminal. Mereka cenderung sulit mengontrol emosi dan amarah jika tersinggung atau terbawa perasaan, sehingga emosi tidak terkontrol tersebut berwujud dalam kenakalan dan kekerasan.

Apalagi didukung oleh digitalisasi yang kian mengglobal, tentu generasi dihadapkan pada kebebasan untuk mengakses informasi yang sifatnya positif maupun negatif. Apa yang ditonton, itulah yang menjadi tuntunan.

Dari seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan tindak kriminalitas, hal ini tentu dipengaruhi oleh sistem kehidupan sekuler liberal.

Pasalnya pola pendidikan yang dipengaruhi oleh sistem sekuler liberal memperlihatkan bagaimana pandangan remaja terhadap agama bak asing bagi mereka, bahkan tampak hanya sebagai ibadah ritual – ditambah lagi remaja justru lebih akrab terhadap budaya hedonism dan liberal yang kian mencuat dipermukaan.

Cara pandang ini bukan hanya ada pada remaja. Tampaknya, seluruh kalangan individu, masyarakat dan  ahkan negara  memandang bahwa urusan agama hanya sebatas ibadah ritual. Sedangkan urusan kehidupan, agama tak perlu ikut campur – termasuk peran negara dalam mendidik generasi melalui sistem pendidikan yang diterapkan.

Padahal negara mempunyai peran besar dalam upaya penyelenggaraan sistem pendidikan. Negara bertanggung jawab pula terhadap masa depan generasi. Jika generasi bangsa baik maka baik pula peradabannya. Artinya kualitas peradaban ditentukan oleh kualitas generasi mudanya.

Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian penting pada sektor pendidikan untuk menghasilkan generasi yang bervisi besar dan berkepribadian mulia.
Islam mempunyai pengaturan  paripurna dalam kehidupan seluruh manusia, salah satunya mengatur bagaimana mengatasi angka kriminalitas di kalangan remaja.

Pertama, Islam memandang bahwa negara merupakan pelaku pelaksana kurikulum pendidikan berbasis akidah islam. Dengan kurikulum ini, semua perangkat pembelajaran merujuk pada penguatan akidah dan pemikiran islam pada generasi. Penanaman konsep bahwa islam mengatur kehidupan harus dipupuk sejak pra-balig hingga pendidikan tinggi.

Dengan begitu, akan tergambar cara bersikap dan beramal generasi sesuai tuntutan Islam.

Kedua, pembiasaan amar ma’ruf nahi mungkar di lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai tempat generasi tumbuh dan berkembang harus menjadi kontrol sosial yang efektif.

Dengan penegakan aturan sosial sesuai syariat Islam, masyarakat lebih mudah memberikan kontrol dan pengawasan terhadap perilaku maksiat dan kriminal. Angkat kriminalitas dapat dicegah dan diminimalisir dengan peran aktif masyarakat dalam berdakwah.

Ketiga, memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap individu secara layak. Pendidikan merupakan hak bagi setiap anak. Negara berperan untuk memenuhi setiap hak anak dalam pendidikan dengan biaya murah dan bahkan gratis. Para ibu berfokus mendidik anak-anaknya karena kewajiban nafkah hanya akan dibebankan kepada laki-laki. Negara membuka lapangan kerja dan memberi peluang hingga modal berwirausaha bagi laki-laki agar mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepada keluarga.

Tidak akan ada bias fungsi peran ayah dan ibu karena negara memberdayakan mereka sesuai tupoksi syariat Islam. Negara juga menegakkan sanksi berdasarkan ketentuan syariat Islam. Jika anak sudah akil baligh, ia menanggung perbuatannya sendiri. Siapapun pelakunya, usia remaja ataupun dewasa, akan diberlakukan sanksi yang sama.

Dalam Islam, usia remaja sudah terkategori sebagai mukalaf yaitu orang yang terkena taklif syara’. Artinya perbuatan mereka terikat dengan syariat. Jika melanggar, mereka mendapat sanksi atas perbuatannya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Telah diangkat pena dari tiga golongan, yakni orang gila sampai ia sadar, orang yang tidur hingga ia bangun, dan anak kecil hingga ia balig” (HR.Ibnu Majah).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa masa kecil, tidur, dan gila termasuk dari faktor-faktor hilangnya suatu validitas (dalam beramal), yaitu validitas seseorang akan hak-hak yang disyariatkan atas dirinya. Atas dasar ini, anak-anak, orang gila, dan orang yang tidur tidaklah dibebani perintah dan larangan dalam syariat Islam.

Oleh karena itu, selama generasi diasuh dengan sistem sekuler, tidak akan terbentuk profil generasi saleh dan salihah. Sampa berapa lama kita disuguhkan berita-berita kerusakan generasi yang semakin parah? Mari selamatkan generasi dengan menerapkan nilai nilai Islam dalam kehidupan. Wallahu’alam bishawab.[]

Comment