Oleh : Septiyani, Aktivis Kampus
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Seorang pelajar lulusan SMA ditemukan tewas bunuh diri setelah gagal masuk perguruan tinggi favoritnya, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pasalnya ia telah bernadzar jika ia diterima di PTN impiannya itu, ia akan memberi santunan pada anak yatim. Dan bila sebaliknya tidak lolos, maka ia memiliki nazar akan suicide (bunuh diri).
Setelah hasil pengumuman keluar dan ternyata ia gagal maka ia benar-benar bunuh diri dengan cara minum semua obat yang diberi psikiater dan OD alcohol. (hops.Id)
Kasus ini mengingatkan kita pada peristiwa serupa yakni ditemukannya mahasiswa gantung diri di Kalimantan Timur. Mahasiswa berinisial BH ini gantung diri karena depresi kuliah selama 7 tahun tak kunjung selesai dan skripsi selalu ditolak dosen. (Kompas.com)
Semua ini telah jelas menunjukkan kepada kita gagalnya sistem sekuler kapitalis membangun kepribadian yang kokoh dalam pribadi pelajar. Pemisahan agama dari kehidupan telah membuat pelajar kehilangan jati dirinya.
Ia menjadi generasi yang materialistik, semuanya hanya berporos pada standar materi. Membuat generasi akhirnya bermental rapuh hanya karena kurangnya materi.
Ditambah dengan kondisi kehidupan dalam sistem kapitalis yang serba sulit termasuk sulit untuk mendapatkan pendidikan. Karena sistem kapitalis telah menjadikan pendidikan sebagai objek komersialisasi, pendidikan yang berkualitas hanya didapat oleh mereka yang punya materi.
Sedangkan mereka yang kehidupannya menengah ke bawah, harus bersusah payah untuk mendapatkan pendidikan berbiaya murah yang jumlahnya sangat sedikit itu. Maka dari itu, wajar banyak kita temukan pelajar yang bunuh diri karena tekanan hidup yang tinggi hingga depresi.
Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah melarang seseorang untuk bunuh diri. Sebagaimana terdapat dalam QS. An Nisa’: 29-30:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa’: 29-30)
Islam menjadikan pendidikan sebagai upaya menperoleh tsaqafah islam sehingga terbentuk generasi yang berkepribadian islam. Meniscayakan terbentuknya pelajar yang sholeh, yang akan menstandarkan perbuatannya berdasarkan ridha Allah, bukan materi sebagaimana sistem kapitalis ini.
Negara dalam konteks islam menjamin pendidikan menjadi akses yang mudah didapat bagi setiap orang. Karena pendidikan termasuk kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi negara.
Hal ini tertuang dalam Kitab Muqadimmah ad-dustur bagian kedua pasal 125 halaman 12 “Khilafah wajib menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok seluruh warga negara, orang-perorang dengan pemenuhan yang sempurna. Dan menjamin adanya peluang setiap individu dari rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap pada tingkat tertinggi yang mampu dicapai”
Sebagaimana ada dalam sejarah yang dilakukan Rasulullah SAW menjamin pendidikan rakyatnya, Rasul mewajibkan tawanan perang mengajarkan kaum muslimin sebagai tebusan pembebasan mereka.
Maka jelas dalam khilafah dipastikan tidak akan ada anak sekolah berhenti karena biaya dan putus kuliah karena depresi, semuanya telah dipermudah oleh negara. Negara yang akan membayar para pengajarnya.
Sebagaimana pada masa kegemilangan Islam, khalifah Al-hakam II pada tahun 965 M mampu membangun 80 sekolah umum di Cordoba dan 27 sekolah khusus bagi anak-anak miskin.
Semua itu hanya bisa dilakukan dalam sistem islam bukan sistem kapitalis sekuler yang meniscayakan pendidikan sebagai objek komersialisasi.[]
Comment