Oleh : Rachmawati, S.H, Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 di Kota Malang
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Ada pepatah mengatakan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Pepatah ini diartikan betapa pentingnya menuntut ilmu, meski harus menempuh jarak yang sangat jauh. Menurut kamus Bahasa, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran atau pelatihan. Karena pendidikan adalah sebuah proses, maka membutuhkan waktu yang tidak sebentar dengan beberapa tahapan sampai akhirnya mendapatkan hasil.
Orang tua adalah pihak yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Saat ini pendidikan anak, tidak sepenuhnya dilakukan oleh orang tua. Sebagian besar orang tua mempercayakan pendidikan anaknya pada pendidikan formal baik sekolah maupun pondok pesantren. Meski demikian, peran orang tua dalam memilih sekolah atau Ponpes, tetaplah penting.
Memilih Sekolah Yang Tepat Untuk Buah Hati
Pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap anak, dengan bersekolah anak-anak akan mendapat kesempatan untuk belajar banyak hal dalam mempersiapkan masa depannya. Saat ini banyak sekali pilihan sekolah, orang tua kadang bingung meyekolahkan anaknya di mana. Pertimbangan yang paling baik adalah pertimbangan kenyamanan belajar, keamanan, baik fisik maupun psikis, kurikulum, dan biaya. Tidak kalah penting adalah pertimbangan dari diri anak yaitu karakter, kecerdasan dasar dan gaya belajar anak.
Saat ini banyak sekolah alternatif, antara lain, fullday school, home schooling, sekolah alam, dan yang baru saja diluncurkan oleh Menteri Pendidikan yaitu sekolah dengan kurikulum merdeka belajar. Sekolah formal yang mirip dengan home schooling, karena siswa hanya akan difokuskan pada minat dan bakat masing-masing anak.
Anak dengan dominan otak kiri, akan lebih mudah untuk bersekolah di manapun. Karena anak dominan otak kiri kepribadiannya, menyukai keteraturan dan disiplin dalam mengerjakan tugas.
Sekolah formal tidak masalah buat mereka. Meski demikian, orang tua tetap harus memilih sekolah yang membuat anak nyaman. Lingkungan sekolah, kurikulum, tugas-tugas harian, biaya pendukung dll.
Sebelum mendaftarkan anak, gali informasi tentang sekolah yang jadi prioritas. Mau ke sekolah umum atau madrasah. Mata pelajaran di sekolah umum dan madrasah mempunyai perbedaan. Madrasah memiliki mata pelajaran keagamaan yaitu, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Bahasa Arab, Fiqh, Qur’an Hadist, Aqidah Akhlak. Dengan demikian anak-anak yang bersekolah di madrasah akan mendapatkan 5 mata pelajaran keagamaan selain mata pelajaran umum seperti sekolah umum.
Ada lagi satu mata pelajaran yang sangat penting yaitu pelajaran baca Al Qur’an.
Tambahan mata pelajaran ini tentu menambah hari belajar dan beban belajar anak, maka sebelum memutuskan mendaftar ke madrasah, orang tua harus bisa mengukur kemampuan anak, baik fisik maupun psikis.
Jika orang tua tidak mampu mendampingi belajar di rumah karena kesibukan bekerja, orang tua harus memastikan anak ada pendamping belajar di rumah. Hal ini untuk menghindari anak stress, karena tidak tahu harus bertanya kepada siapa saat dia tidak mengerti materi pelajarannya, atau tidak bisa mengerjakan PRnya.
Secara fisik anak juga harus kuat dan mandiri, karena belajar di madrasah berlangsung selama 6 hari, yaitu hari senin sampai dengan hari sabtu. Berbeda dengan sekolah formal yang hanya 5 hari yaitu hari Senin sampai hari Jum’at.
Berbeda dengan anak otak kiri, anak dengan dominan otak kanan tidak suka keteraturan, lebih suka seni, ingin bebas berkekspresi, dll. Bagi anak otak kanan, belajar tidak harus di kelas, belajar bisa dimana saja, kapan saja dengan siapa saja, tidak suka berseragam, bagi mereka seragam juga mengungkung kebebasan mereka.
Kemana sebaiknya orang tua menyekolahkan anak-anak seperti ini?
Home schooling atau sekolah alam adalah pilihannya. Anak introvert atau anak-anak yang ingin fokus mendalami sebuah profesi, misalnya atlet, desainer, cheft atau yang lainnya, lebih tepat jika memilih home schooling sebagai alternatif sekolah. Home schooling bisa dilakukan secara mandiri, atau mengikuti sebuah lembaga Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
Home schooling mengharuskan orang tua aktif dalam proses belajar anak. Mulai penyusunan kurikulum mandiri, jadwal belajar (kapan belajar out door, kapan indoor, kapan praktek, dll) menyusun portofolio dan rapot anak. Karena orang tualah yang akan mengawal kesusksesan anak dalam mengembangkan bakatnya.
Kurikulum bisa juga ikut pada lembaga tertentu. Anak tidak harus hadir di lembaga induk, dia belajar jarak jauh.
Home scooling bagus juga untuk anak-anak yang sulit fokus. Karena home schooling menerapkan program belajar one on one, atau satu guru satu siswa. dengan program ini anak akan sangat diperhatikan oleh guru/tutor.
Jam belajar juga tidak lama, karena dalam satu hari anak tidak diharuskan belajar dari jam 07.00 sampai 12.00, bisa jadi mereka belajar hanya 3 jam saja. Tutor sangat memahami kondisi siswanya, mengajar disesuaikan dengan gaya belajar anak.
Anak-anak kinestetik, akan mendapat banyak jeda lebih banyak dalam 2 jam belajar. Karena kebutuhan otaknya untuk bergerak. Jika anak auditori dan visual membutuhkan 3-4 kali jeda, maka anak kinestetik akan membutuhkan 8 kali jeda, yaitu setiap 15 menit. Jeda ini tidak lama, paling lama hanya 5 menit, asalkan dia sudah berjalan sebentar sudah cukup untuk mengembalikan fokusnya.
Untuk menghindari anak kurang sosialisasi, maka ada jadwal anak-anak dalam sebuah lembaga home schooling akan belajar bersama, sesuai jenjang kelas mereka. Dalam satu semester anak-anak wajib memiliki proyek karya, yang akan dipresentasikan di depan tutor dan teman-temannya.
Saat ini banyak lembaga-lembaga home schooling dari SD,SMP maupun SMA. Mata pelajaran wajib hanyalah mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Selebihnya anak bisa fokus pada pengembangan bakatnya. Anak-anak yang ikut home schooling akan mendapatkan Ijazah Kejar Paket A/B/C, atau bisa juga mendapatkan ijazah dengan nama sekolah induknya. Ijazah diakui secara nasional, bisa digunakan untuk melanjutkan kuliah di dalam negeri maupun di luar negeri.
Ada lagi alternatif sekolah, yaitu sekolah alam. Sekolah alam berbeda dengan home schooling, karena di sekolah ini, pembelajaran tetap klasikal. Sekolah alam pertama kali digagas di Denmark oleh Ella Flatau pada 1950. Flatau mendirikan Walking Kindergarten yang memiliki jalan-jalan ke hutan sebagai kurikulumnya. Ternyata ide ini disambut baik oleh orang tua yang mendaftar ke sekolah tersebut. Metode ini cepat di terima di masyarakat Denmark, banyak sekolah mengadopsi metode ini, bahkan akhirnya metode ini sampai juga di Indonesia.
Secara umum sekolah alam sama dengan sekolah regular, hanya berbeda di sarana dan media belajar. Sekolah alam menitik beratkan sarana dan media belajar pada alam. Anak-anak tidak belajar di ruang belajar yang tertutup, tetapi belajar di tengah alam terbuka, seperti gazebo-gazebo, di bawah pohon, rumah pohon, atau ada juga yang memanfaatkan gerbong kereta yang sudah tidak terpakai sebagai ruang belajar.
Kurikulum sekolah alam biasanya mengikuti kurikulum Pendidikan Nasional, atau kurikulum sekolah Internasional. Tapi ada juga sekolah alam yang memiliki kurikulum tambahan misalnya kurikulum pengembangan karakter atau yang lain. Karena kurikulumnya sama, maka anak-anak yang bersekolah di sekolah alam akan mempelajari semua materi pelajaran, seperti anak-anak yang belajar di sekolah regular.
Mendukung anak saat proses belajar
Setelah memutuskan memilih sekolah yang cocok untuk buah hati tercinta, maka selanjutnya peran orang tua adalah mendampingi Ananda dalam proses belajar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua saat anak-anak belajar di sekolah, antara lain : pertama memahamkan anak tentang manfaat belajar.
Kebanyakan anak-anak belum memahami mengapa mereka harus belajar setiap hari, baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua harus bisa menyampaikan alasan tentang hal ini, sampaikan dengan bahasa anak, supaya mereka mengerti bahwa belajar adalah kebutuhan hidup manusia bahkan sangat dianjurkan dalam agama dan berpahala.
Setiap manusia selalu belajar, sejak bayi dilahirkan, mereka sudah mulai belajar, yaitu belajar bicara, belajar berjalan, belajar makan dll. Oleh karena itu belajar sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kedua, keteladanan. Kalau kita menyuruh anak kita belajar atau membaca buku, maka kita harus memberi contoh, yaitu secara demonstratif kita membaca atau sibuk belajar di depan anak-anak. Dengan demikian anak akan mengerti bahwa belajar dan membaca buku itu penting dan dilakukan setiap orang, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Ketiga, kenali gaya belajar anak. Dengan mengenali gaya belajar kita bisa memahami dan membantu anak dalam belajar. Pengertian orang tua terhadap gaya belajar anak akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dan ini akan memotivasi mereka untuk belajar.
Gaya belajar atau modalita ada tiga, yaitu visual ( anak peka pada penglihatannya), auditori ( anak peka pada pendengarannya) dan kinestetik ( anak peka pada perasaan dan gerak tubuhnya).
Anak visual, lebih suka belajar dengan membaca sendiri, duduk dengan tenang di meja belajarnya, dia akan nyaman belajar jika lingkungan sekitarnya rapi dan bersih. Mereka akan sangat terganggu jika ada orang lalu lalang di sekitarnya, atau ada gambar-gambar, apalagi kalau ada televisi di dekatnya, maka konsetrasinya akan hilang dan dia akan asyik melihat obyek yang menarik itu.
Cara mudah mengenali anak visual, adalah, jika dia berfikir, bola matanya mengarah ke atas. Tempo bicara anak visual sangat cepat, sampai seringkali salah kata dan mengulang-ulang.
Anak auditory lebih suka belajar dengan mendengarkan. Alangkah bijaksananya, jika orang tua anak auditory membantu membacakan materi pelajaran di samping ananda, sambil menunjuk kalimat yang dibaca. Hal ini secara tidak langsung mengajari anak auditori untuk membaca, merangsang kecerdasan visualnya. Anak auditory akan sangat terganggu dengan suara-suara di sekitarnya. Kalau ada orang berbicara di sekitarnya atau musik, maka dia akan konsentrasi mendengarkan dan lupa dengan belajarnya.
Cara mudah mengenali anak auditori adalah jika dia berfikir, bola matanya kesamping, lurus dengan telinga. Tempo bicara anak auditory agak lambat, sangat menata cara bicara, sehingga merdu dan indah.
Anak kinestetik lebih suka belajar dengan banyak jeda. Dia tidak bisa belajar dengan duduk lebih dari 15 menit, dia butuh menggerakkan badannya sebentar supaya bisa fokus kembali. Adakalanya mereka mengetuk-ngetukkan pinsil ke meja, memotong-motong penghapus, memukul-mukul giginya dengan pensil, atau menggigit pensilnya.
Biasanya orang tua tidak sabar dengan anak-anak seperti ini, dianggap tidak sungguh-sungguh belajar, sehingga anak akan dimarahi, padahal bergerak adalah kebutuhan otak anak. Anak kinestetik lebih suka belajar dengan berpindah-pindah tempat.
Cara mudah mengenali anak kinestetik adalah jika anak berfikir, maka bola matanya akan mengarah ke bawah, anak kinestetik tempo bicaranya lambat dan mendekat pada orang yang diajak bicara, bahkan sering kali mereka harus menyentuh orang yang diajak bicara.
Ke empat. Pilih waktu dan durasi belajar yang tepat. Pilihlah waktu belajar ketika anak dalam kondisi rileks dan kenyang, dengan durasi belajar yang pas dengan usianya. Misalnya setelah makan malam, selama 1-1,5 jam. Dalam rentang waktu itu harus ada jeda. Jeda akan mengembalikan fokus anak. Jika anak bisa belajar dengan baik dan tenang selama durasi belajarnya, berilah reward, walaupun hanya berupa pujian ataupun cium sayang dan pancaran mata bangga.
Waktu belajar harus sama tiap hari, jangan berubah-ubah, supaya anak akhirnya terbiasa belajar di jam belajarnya tanpa diingatkan lagi.
Kelima, dampingi anak saat belajar. Orang tua yang mau meluangkan waktu untuk mendampingi anaknya belajar, adalah orang tua yang sangat dicintai anak-anaknya. Karena kadang tidak semua informasi yang diberikan guru di sekolah diserap sempurna oleh anak-anak. Adakalanya mereka belum memahami penejelasan guru. Ketika mengulang pelajaran di rumah, baru dia merasa ternyata dia belum mengerti materi tadi siang, kalau ada Ayah atau Ibu yang mendampingi mereka belajar, maka dia akan tahu harus bertanya kepada siapa. Anak akan merasa senang ada orang tua yang bisa menerangkan pelajaran di sekolahnya. Dia juga akan bangga punya orang tua yang bisa segala materi pelajarannya. My parents is my hero.
Selain pendidikan formal, orang tua juga masih dituntut untuk berperan dalam pendidikan non formal. Pendidikan karakter, adab atau sopan santun, juga yang paling penting adalah pendidikan dalam mempraktekkan ajaran agama, sehingga kelak saat anak sudah dewasa, mereka terbiasa beribadah dengan baik, hubungan antar manusia juga baik.
Keakraban orang tua dan anak, akan memaksimalkan pendidikan anak, Pendidikan dikatakan berhasil, jika anak berkembang secara keilmuan sesuai usianya.. Mari terus berusaha menjadi orang tua yang terbaik bagi anak-anak kita. Semoga mereka menjadi penerusu perjuangan kita. Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.[]
Comment