Perdagangan Manusia dan Krisis Generasi Tak Berujung

Opini827 Views

 

 

Laela Faridah S.Kom.I, Pemerhati Generasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — PRFMNews melansir berita bahwa pelaku perdagangan manusia di Bandung merupakan mahasiswi yang menjual dua orang perempuan ke pria hidung belang pada Jum’at (28/1).

Menurut pemaparan Wakasat Reskrim Polrestabes Bandung AKP Joko bahwa pengungkapan kasus perdagangan manusia ini terendus ketika pihak keluarga korban melaporkan anaknya pergi dan tidak pulang selama tiga hari, kemudian Tim Reskrim Polrestabes Bandung melacak keberadaan korban dan membuahkan hasil. Ternyata korban diketahui masih berusia 14 tahun, serta mengaku dipaksa untuk melayani pria hidung belang di salah satu apartemen di wilayah kota Bandung.

Dalam melancarkan aksinya, tersangka dibantu oleh salah satu teman prianya. Para tersangka mempromosikan korban melalui salah satu aplikasi digital, dan diaplikasi tersebut korban ditawarkan ke pria hidung belang dengan harga Rp. 700.000,- untuk sekali kencan. Oleh karena itu akibat dari perbuatan mereka para tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara”.

Selanjutnya perdagangan manusia di era modern ini seolah sudah menjadi problem abadi. Karena memang ada rantai permintaan abadi. Yakni bisnis perdagangan manusia yang menghasilkan cuan juga terus eksis karena sistem nilai liberal sekuler yang mempromosikan nilai-nilai kebebasan akut di masyarakat seperti lingkaran setan yang tak berujung.

Tindakan perdagangan manusia yang dilakukan oleh kaum muda, serta didukung oleh industri hiburan dan media telah secara massif terus merasuki generasi muda, generasi yang rusak mentalnya, kosong secara spiritual, gagal mendefinisikan realitas kehidupan, dan tidak memiliki tujuan hidup. Generasi seperti ini rentan terpikat dengan gaya hidup hedonis dan pragmatis serta terperangkap kubangan kriminalitas.

Inilah yang disebut sebagai the age of abundance knowledge oleh Proff James Duderstadt yakni zaman keberlimpahan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun tidak menjawab krisis kemanusiaan, krisis ekonomi, krisis moral, krisis politik dan krisis generasi.

Oleh karena itu para penguasa muslim harus menyadari bahwa untuk mengatasi perdagangan manusia dan krisis generasi ini sesungguhnya hanyalah Islam.

Sejarah gemilang peradaban Islam terbukti menjamin kehormatan dan keamanan masyarakat. Sistem hukum, sosial dan politik ekonominya berpadu menjamin tumbuh kembangnya generasi emas yang kuat, produktif dan bertakwa. Lihatlah perempuan hebat di masa keemasan Islam, menggambarkan bahwa semakin tinggi ilmu maka semakin beradab/bermoral.

Dari sekian banyak muslimah yang menjadi mutiara ilmu umat Islam, ada satu yang namanya harum karena memiliki visi keilmuan Islam yang luar biasa dialah Fatimah al Fihriy muslimah asal Tunisia, yang mendirikan masjid yang dinobatkan sebagai universitas tertua di dunia di Tunisia. Universitas menjadi pusat kajian ilmu yang cukup berpengaruh. Dari sinilah mulanya ilmu berkembang dan tercetak generasi dengan profesi beragam. Tapi, siapa sangka seorang muslimahlah yang berada dibalik pembangunan universitas pertama di dunia.

Dari paparan singkat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa dunia pendidikan saat ini gagal dalam mencetak generasi mulia yang menjunjung kesucian dan keluhuran tingkah laku. Oleh karena itu, sebagai muslim yang meyakini Allah sebagai pencipta kita, tidak ada lagi keraguan bahwa setiap jengkal kehidupan adalah untuk beribadah kepada-Nya. Maka sudah seharusnya momentum menjadi mahasiswa ini diiringi dengan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT dengan menempa diri agar menjadi hamba yang lebih taat kepada Allah SWT bukan menjadi pelaku sekaligus korban kriminalitas rendahan. Benarlah perkataan Imam al-Ghazali :

“_Jika anak dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja seperti membiarkan binatang ternak, maka ia akan sengsara dan binasa. Dosanya pun akan dipikul oleh orang tua dan walinya.”[]

WaLLAHU A’lam Bishshawab.

Comment