Penulis: Luthfiah Jufri, S.Si, M.Pd | Komunitas Muslimah Hijrah Polman
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tak lama lagi, 27 November 2024 akan dilaksanakan pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, secara serentak di Seluruh Indonesia.
Sama seperti Pemilu 2024 dalam menetukan Presiden dan Wakil Presiden yang telah diselenggarakan pada 14 Februari 2024 Silam, Pilkada 2024 ini juga memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilih kepala daerah yang diinginkannya. Konon, suara mereka bakal diperebutkan demi kemenangan bakal calon.
Dalam sistem demokrasi suara rakyat adalah suara Tuhan, itulah mengapa mereka begitu dielu-elukan oleh para calon pemimpin apalagi menjelang Pilkada, karena kekuasaan mereka tergantung pada suara rakyat. Orang perorang akan incar dengan iming-iming hadiah plus-plus atau serangan- serangan fajar demi mendapatkan kursi kekuasaan.
KPU dan MK telah menetapkan pasangan Prabowo – Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden yang akan memimpin Indonesia periode 2024—2029 mendatang. Prabowo berupaya membangun koalisi besar dengan merangkul parpol di luar koalisi pemenangan.
Partai Koalisi Pendukung Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat, pasangan Prabowo-Gibran terhitung baru memiliki 280 dari 580 kursi di DPR atau sekira 43,18%. Sementara yang dibutuhkan 50%. Jadi, butuh satu lagi tambahan parpol besar agar kedudukannya di kursi kekuasaan benar-benar aman.
Parpol yang sudah memberi sinyal adalah Nasdem dan PKB. Kedua partai besar ini sebelumnya merupakan motor Koalisi Perubahan yang mengusung pasangan Anies-Muhaimin dengan narasi “perubahan’, keduanya rela meninggalkan gerbong besar perubahan dan bergabung dengan kubu lawan. Tentunya, koalisi ini tidak cuma-cuma – ada harga yang harus dibayar baik dari pihak Prabowo atau pun pihak Anis. Lawan jadi kawan demi keamanan kursi kekuasaan.
Inilah fakta perebutan kursi kekuasaan sudah mengakar dari atas hingga ke bawah, koalisi partai besar diatas sangat mempengaruhi penetuan calon kepala daerah karena penentuan calon kepala daerah tergantung parpol maupun gabungan parpol yang memiliki kursi minimal 20% di DPR/DPRD. Jadi, tidak heran jika tiap parpol akan terus berupaya mendapatkan suara sebanyak mungkin.
Partai politik di kursi kekuasaan DPR/D menjadi terbuka untuk siapa saja yang penting punya massa, kekuatan modal dan popularitas. Publik figure, pengusaha besar, infulencer akan menjadi sasaran utamanya. Parpol pun tersandera dengan kepentingan pribadi dan elit oligarki. Pun saling tawar menawar. Inilah transaksi politik yang menciptakan beragam negosiasi politik. Dalam pilkada dan pilpres, misalnya parpol-parpol yang semula tampak berseberangan bisa menyatu karena kepentingan yang sama.
Partai Politik dalam Pandangan Islam
Politik dalam pandangan Islam adalah Riayah syu’unil Ummah atau pengaturan berbagai urusan umat. Pengaturannya menggunakan syariah Islam semata. Seluruh aspek kehidupan diatur oleh Islam, example : makan, minum, jual beli, bergaul atau interaksi di masyarakat, tata kelola pendidikan, ekonomi hingga bernegara.
Pentingnya politik dalam Islam tecermin dalam ungkapan Imam Al-Ghazali berikut, “Sesungguhnya, dunia adalah ladang bagi akhirat. Tidaklah sempurna agama, kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan fondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.” (Ihya ‘Ulumuddin, 1/17).
Contoh politisi dan negarawan terbaik telah ada pada diri Rasulullah ﷺ, khulafaurasyidin, serta para pemimpin Islam terdahulu. Orientasi politik dalam Islam bukanlah meraih kekuasaan setinggi-tingginy seperti memburu kemenangan di Pemilu, Pileg, Pilkada dsb. Kekuasaan hanyalah jalan untuk menegakkan hukum-hukum Allah SWT menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Hingga terwujudnya political awarnes berbasis Aqidah Islam. Wa’allahu’alam bisshowab.[]
Comment