Salah Kaprah Aktualisasi Pendidikan Seks Komprehensif Bagi Anak Usia Dini

Opini498 Views

 

 

Oleh: Adira, S.Si, Praktisi Pendidikan

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kontroversi terkait pendidikan seks anak usia dini mencuat kembali setelah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik pernyataan salah seorang publik figur yang mengaku temani anak menonton film dewasa. Publik figur tersebut menyatakan bahwa langkah itu sebagai salah satu bentuk pendidikan seks usia dini bagi anak-anaknya.

Ketua KPAI, Susanto seperti dilansir suaramerdeka.com (27/6/2021), tidak membenarkan tindakan tersebut. Susanto berpendapat,  walaupun didampingi oleh orang dewasa, konten pornografi memiliki dampak negatif bagi tumbuh kembang anak.

Mencermati perkembangan dunia terkait rekomendasi pendidikan seks usia dini, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengeluarkan rekomendasi pendidikan seksual komprehensif yang berbasis hak dan kesetaraan-keadilan gender.

“Pendidikan Seksualitas Komprehensif (CES) adalah proses pengajaran dan pembelajaran berbasis kurikulum tentang aspek kognitif, emosional, fisik dan sosial seksualitas. Ini bertujuan membekali anak-anak dan remaja dengan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang akan memberdayakan mereka untuk mewujudkan kesehatan, kesejahteraan dan martabat mereka; mengembangkan hubungan sosial dan seksual yang saling menghormati….” (Sumber: UNESCO. 2017).

Rekomendasi dikeluarkan berdasarkan kajian dari Global Education Monitoring (GEM) Report yang mendapati 15 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun secara global. Sekitar 16 juta anak berusia 15-19 tahun dan satu juta anak perempuan di bawah 15 tahun melahirkan setiap tahunnya.

Dikotomi Program Global

Pendidikan seks usia dini merupakan agenda global yang harus dilaksanakan oleh negara-negara di dunia. Indonesia menjalankan salah satu program pendidikan seks bekerja sama dengan salah satu produsen kondom. Dalam program itu, diberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya pendidikan seks sejak dini.

Selain itu, disampaikan pula pentingnya memahami manfaat positif dari kondom, di antaranya mencegah kehamilan, mengurangi resiko penularan penyakit IMS, dan mengurangi resiko penyebaran HIV AIDS (kumparan.com, 21/10/2020).

Menilik realisasi program global ini, jelas bahwa arah pendidikan seks bukan pada penyelamatan generasi agar tehindar dari tindakan maksiat, namun lebih mengarahkan kepada safe sex atau “seks aman” meskipun terjadi di kalangan remaja dalam hubungan tanpa ikatan atas dasar suka sama suka dan tanpa paksaan.

Harapan pendidikan seks ideal untuk mencegah terjadinya kemaksiatan melalui pergaulan bebas pada agenda global bak menggantang asap. Pasalnya, orientasi pendidikan seksual dalam paradigma Barat dibangun di atas landasan kebebasan yang dijamin oleh legalitas Hak Asasi Manusia (HAM) berbasis kestaraan dan keadilan gender. Pengajaran seks dalam kurikulum dari usia dini dengan pengenalan secara lugas tentang aktivitas seks dan permainan peran yang banyak diadopsi Barat, justru semakin membingungkan anak. Alih-alih mencegah terjadinya aktivitas keharaman, sebaliknya naluri seksual anak berkembang bukan di saat yang tepat.

Salah Kaprah Pendidikan Seks

Agenda liberalisasi kental mewarnai program dunia terkait pendidikan seks. Belanda menyatakan bahwa Hungaria tak lagi punya tempat di Uni Eropa, setelah meloloskan rancangan undang-undang yang melarang konten isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di sekolah.

Salah kaprah pendidikan seks dunia jelas tegambar dalam upaya melindungi prilaku seks menyimpang. Presiden Komisi Eropa, Ursula Von Der Leyen menyatakan bahwa RUU yang diloloskan parlemen Hungaria mendiskriminasi orang-orang karena orientasi seksual.

Di sisi lain, rekomendasi seks komprehensif dikeluarkan terkait fakta meningkatnya pernikahan usia dini di kalangan remaja di dunia. Bagi UNESCO ini merupakan ancaman kesetaraan gender terhadap perempuan, padahal sesungguhnya yang menjadi ancaman nyata adalah prilaku seks bebas dan penyimpangan seksual.

Pengelolaan Naluri Seksual dalam Islam

Program CSE menyebabkan kerancuan penanaman nilai di dalam keluarga muslim. Arus liberalisasi pendidikan seks menjadi racun yang membahayakan generasi. Sebab, Islam memandang persoalan seksualitas sebagai sebuah upaya penataan naluri untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia di hadapan Allah SWT bukan sebatas pengetahuan tentang organ genital dan praktik hubungan yang sehat dan aman tanpa resiko kehamilan.

Aturan Islam secara paripurna memuat cara menata naluri seksual praktis dengan mengutamakan penjagaan individu agar tidak tergelincir pada kemaksiatan sebagai berikut;

(1) Islam menetapkan batasan aurat bagi laki-laki dan perempuan yang bisa ditampakkan dan tidak bisa ditampakkan.

(2) Islam menetapkan aturan pemisahan tempat tidur sejak anak berusia 10 tahun.

(3) Islam tegas mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan pemisahan yang sempurna kecuali dengan adanya hajat syari’, seperti dalam muamalah, pendidikan dan kesehatan. Diharamkan pula atas laki-laki dan perempuan berdua-duaan di tempat sepi (khalwat).

(4) Islam mengharamkan zina dan liwath (sodomi) dengan memberi sanksi tegas kepada pelakunya.

Demikian sebagian pengaturan Islam dalam memelihara naluri seksual. Penerapan setiap hukum dengan benar akan mewujudkan individu dan masyarakat yang bertakwa.

Negara sebagai institusi tertinggi bertanggung jawab penuh menjalankan aturan yang benar agar dapat mewujudkan kehidupan yang penuh kemuliaan.[]

Comment