Selama Pandemi, Konten Negatif Makin Masif

Opini532 Views

 

Oleh: Linda Ariyanti, A.Md, Tenaga Pendidik dan Aktivis Dakwah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Negeri ini telah dilanda pandemi kurang lebih selama dua tahun. Selama itu pula kegiatan masyarakat dialihkan melalui berbagai platform media digital. Tujuan utamanya untuk mengurangi resiko penularan Covid-19.

Namun sayangnya, kebijakan ini justru menambah masalah baru. Bukan terpapar covid-19 namun masyarakat justru terpapar konten negatif karena penggunaan komunikasi digital yang massif selama pandemi.

Hal inilah yang disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam World Economic Forum (WEF) Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021. Politikus Nasdem itu menyampaikan marak konten negatif yang menyesatkan selama pandemi.

Johnny menjelaskan pemerintah memiliki tiga pendekatan untuk meredam sebaran konten negatif di internet yaitu di tingkat hulu dengan menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital ke masyarakat.

Di tingkat menengah, Kominfo juga mengambil langkah preventif dengan menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital.

Menurut dia, langkah ini diterapkan jika menemui akun yang mendistribusikan kabar bohong terkait COVID-19 seperti vaksinasi. Kemudian, di tingkat hilir, ia menambahkan, Kominfo juga mengambil tindakan demi mencegah penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan di ruang digital. (www.viva.co.id, 18/09/2021).

Konten Negatif Tetap Massif

Pemerintah memang telah berupaya meredam sebaran konten negatif di media, namun faktanya konten negatif terus diproduksi. Semua ini disebabkan karena beberapa factor.

Pertama edukasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak bersandar pada aspek mendasar yakni ketakwaan.

Hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh ideology yang dianut bangsa ini yaitu kapitalisme sekuler. Agama dipisahkan dari kehidupan sehingga saat menentukan solusi dari beredarnya konten negatif tidak dikaitkan dengan aturan Islam dan ketakwaan.

Kedua, peredaman konten negative hanya dilakukan pada media dan tidak diiringi regulasi yang melarang sektor lain menyebar aktifitas negatif, seperti sector pergaulan, ekonomi dan politik yang masih toleran terhadap pornografi dan manipulasi.

Ketiga, tidak ada definisi yang baku terhadap makna konten negatif. Hal ini sangat mempenagruhi pengambilan kebijakan karena bergantung pada definisi personal.

Sehingga wajar jika upaya yang dilakukan pemerintah belum mampu mengatasi masifnya peredaran konten negatif yang merusak kehidupan masyarakat.

Islam telah menetapkan bahwa apa saja yang Allah swt haramkan merupakan konten negatif. Keharaman tersebut meliputii berbagai aspek kehidupan, baik dalam aspek ekonomi, politik dan juga aspek pergaulan (jinsiyah) yang hari ini sangat mendominasi konten media. Di tengah kehidupan masyarakat sekuler yang tidak terikat hukum syara’, suatu hal yang wajar jika konten-konten negatif sangat mudah diterima dan disebarluaskan.

Peran Strategis Media dalam Islam

Dalam Islam, media massa (wasaail al’ilam) berfungsi strategis dalam melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda` al-islami) baik di dalam maupun di luar negeri (Sya’rawi, 1992). Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat Islam yang kokoh.

Di luar negeri, media massa berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam dan sekaligus untuk membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia (Ghazzal, 2003).

Di tengah masyarakat Islam, tidak ada tempat bagi penyebaran pemikiran dan pemahaman yang rusak dan merusak, pemikiran sesat dan menyesatkan, kedustaan dan berita manipulatif.

Karena baik negara maupun warga negara terikat dengan pemahaman hukum syara’ yang melarang penyiaran berita bohong, propaganda negatif, fitnah, penghinaan, pemikiran porno dan a-moral, dan sebagainya. Sehingga media menjadi alat konstruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat.

Berbeda nyata dengan media massa yang mengabdi pada ideologi kapitalisme sekuler dan sistem negara demokrasi liberal, media massa telah menjadi alat destruktif untuk menghancurkan nilai-nilai Islam, dan membejatkan moral.

Karenanya seruan penyadaran itu wajib ditujukan untuk mewujudkan lembaga penyiaran atau media massa sesuai dengan ketentuan Islam, dengan terlebih dulu merealisasikan adanya sistem Islam yang dengannya terwujud lembaga dan media massa Islam yang konstruktif membangun peradaban yang mulia. Wallahua’lam bishshowab. []

Comment