Selamatkan Generasi Milenial Dari Perzinaan

Opini487 Views

 

 

 

 

Oleh : Mangir Windi Antika, S.Pd, Praktisi Pendidikan

________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Bicara soal generasi, maka kita tahu bahwa itu bukan sesuatu yang remeh temeh. Justru kehadiran mereka teramat berharga, terlebih lagi mereka adalah generasi milenial. Sebab mereka merupakan penerus estafet perjuangan suatu bangsa.

Keindahan masa muda terhiasi dengan bentuk fisik yang kuat, pemikiran yang berlian, serta sejuta harapan digantungkan ke pundaknya. Hasal al-Banna pernah berkata “Dalam setiap kebangkitan sebuah peradaban di belahan dunia mana pun maka akan kita jumpai bahwa pemuda adalah salah satu irama rahasianya”.

Dari sini jelas bahwa kebangkitan peradaban suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari semangat darah muda. Sebab pemuda merupakan aktor pembaruan peradaban dan aktor yang berada di garda terdepan penoreh tinta emas perubahan pada setiap zamannya, yang kisah-kisahnya senantiasa harum dalam kertas-kertas sejarah.

Dalam sejarah Islam kita mengenal pemuda terbaik dimasanya adalah Az Zubai bin Awwam. Ia adalah sosok pemuda teman diskusi Rasulullah, anggota pasukan berkuda, tentara yang pemberani, pemimpin dakwah Islam di zamanya dalam usia 15 tahun.

Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang ksatria berkuda Muslim paling berani disaat usianya baru menginjak 17 tahun dan dikenal sebagai pemanah terbaik. Zaid bin Tsabit pemuda jenius mahir baca tulis sejak usia 13 tahun hingga diberi tugas maha berat dari Rasulullah yaitu menghimpun wahyu. Serta Muhammad Al-Fatih di usia 21 tahun telah berhasil menaklukan kota Konstantinopel dan masih banyak lagi.

Sejarah pun telah mencatat bahwa perjalanan panjang negeri ini, tak terlepas dari peran para muda yang tidak mampu didaftarkan satu persatu disini. Mereka adalah aktor yang siap mengangkat sejata, siap membawa bambu runcing hingga siap mengorbankan jiwanya demi memukul mundur para penjajah.

Oleh karena itu, pantas jika pemuda disebut sebagai agen penentu maju atau mundurnya suatu bangsa. Tak heran Ir Soekarno pernah berkata “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.”

Di masa pandemik hari ini tanah air kita kembali diguncangkan oleh generasi muda, tapi bukan karena prestasi yang berlian melainkan dengan fakta yang teramat mengiris hati. Lagi dan kagi kita dikejutkan dengan penemuan janin. Kali ini janin tersebut ditemani daun-daun kering. Janin tersebut tak berdaya dan tak bersalah dibuang oleh orang tuannya sendiri.

Warga di Kelurahan Marikurubu Kecamatan Ternate Tengah, Kamis (24/6/2021) dihebohkan dengan temuan janin di semak-semak pohon salak yang dibungkus dengan kain putih. Janin ini ditemukan dalam keadaan sudah membusuk dan diperkirkan berada di semak-semak lebih dari 4 hari. Kasus ini masih dalam penyelidikan kepolisian. (indotimur.com)

Tak hanya berita itu, pada bulan lalu pun terdengar berita sepasang kekasih berusia 20 dan 21 tahun berstatus mahasiswa di Ternate di duga telah melakukan aborsi di kosannya. (indotimur.com)

Persoalan aborsi ini, berentetan tiada habisnya. Pada tahun lalu di Jakarta Pusat telah ditemukan klinik aborsi yang sudah menggugurkan 32 ribu janin. (cnnindonesia.com). Ada juga seorang pelajar putri di Jambi dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan.

Ternyata dibantu kekasihnya yang masih berusia 18 tahun mengaborsi janin dalam kandungannya yang masih berusia 5 bulan. (Kompas.com). Dan masih banyak lagi kasus aborsi hingga pembuangan bayi di negeri ini.

Sungguh sangat sedih melihat generasi muda hari ini, menghancurkan masa depannya dan masa depan generasi penerusnya.

Beberapa bulan lalu tepatnya pada Jumat 12 Maret 2021 satuan Polair Polresta Samarinda, Kalimantan Timur, membongkar praktik prostitusi dengan korban seorang pelajar SMA usia 17 tahun. Hati ini tambah teriris melihat kenyataan bahwa mucikarinya juga seorang siswi usia 19 tahun, yang tak lain teman nongkrong korban. (Merdeka.com)

Sungguh teramat pahit melihat kenyataan ini. Generasi milenial yang seharusnya mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka, malah justru terbawa arus liberalisme yang dihembuskan oleh penjajah. Pada akhirnya mereka terjebak dalam jurang pergaulan bebas.

Miris sungguh miris, zina sudah menjadi hal biasa. Padahal perilaku tercela ini salah satu dosa besar. Bahkan sekedar mendekati zina pun dilarang, seperti berkhalawat (berdua-duaan laki-laki dan wanita yang sudah baligh tanpa mahram), bercumbu, merayu dsb, Allah SWT berfirman: “Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk” (TQS Al-Isra’(17):32)

Keharaman zina juga ditunjukkan dengan ancaman yang amat keras bagi para pelakunya. Allah SWT pernah memperlihatkan kepada Nabi SAW. azab yang disiapkan bagi pelaku zina, sebagaimana sabdanya:

“Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku. Keduanya memegangi kedua lenganku. Lalu keduanya membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras. Aku bertanya, “Suara apa itu?” Dia menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka…”

Kemudian aku dibawa. Tiba-tiba aku melihat sekelompok orang yang tubuhnya menggelembung sangat besar. Baunya sangat busuk. Pemandangannya sangat mengerikan. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?” Dijawab, “Mereka adalah pezina laki-laki dan wanita.” (HR Ibnu Hibban)

Mengapa kasus perzinaan terus terjadi? Mengapa generasi hari ini menghancurkan masa berlian mereka? Padahal masa muda adalah masa dimana mereka dapat mengembangkan potensi dan mengukir prestasi setinggi langit.

Banyak faktor yang menyebabkan generasi milenial di Tanah Air ini terbawa arus budaya seks bebas. Pertama: Peran keluarga sebagai wadah pendidikan dan pembinaan bagi setiap anggotanya, terutama anak-anak, tidak berjalan dengan baik.

Banyak orang tua lalai dalam mendidik buah hati mereka. Banyak orang tua malah menanamkan nilai-nilai sekuler-liberal dalam keluarga. Mereka memberikan kebebasan berperilaku kepada anak-anaknya. Keluarga macam inilah yang rentan terpapar virus pergaulan bebas termasuk LGBT.

Kedua: Masyarakat semakin kurang peduli. Banyak pemilik rumah kos, juga tetangga kanan-kiri yang tidak lagi peduli dengan apa yang dilakukan oleh penghuninya. Akibatnya, perilaku seks bebas di lingkungan masyarakat seperti kos-kosan makin merambat.

Masyarakat pun seperti sudah menutup mata melihat generasi milenial berpacaran, bahkan pulang larut malam. Belakangan, masyarakat juga sudah seperti menerima bila ada pasangan yang menikah dalam keadaan hamil. Ini membuat kalangan muda tidak merasa takut lagi melakukan perzinaan.

Ketiga: Negara abai terhadap pembinaan moralitas generasi milenial. Persoalan moral dipandang sebagai urusan personal semata, bukan menjadi tanggung jawab Negara. Negara lebih banyak mengambil kebijakan kuratif, menangani korban pergaulan bebas, ketimbang mengambil tindakan preventif (pencegahan). Misalnya Negara lebih sibuk menangani korban aborsi ataupun penularan penyaki kelamin, termasuk HIV/AIDS di kalangan remaja.

Alih-alih melarang pergaulan bebas di generasi milenial, negara jusrtu mengkampanyekan bahaya pernikahan dini. Padahal presentase kasus nikah dini amat rendah dibandingkan dengan perilaku pacaran dan seks bebas di kalangan pelajar. Toh tak sedikit yang melakukan pernikahan dini karena mereka sudah terlanjur hamil di luar nikah.

Berarti masalahnya bukan pada pernikahan. Lagi pula mengapa mesti nikah yang dipersoalkan, yang itu sah secara hukum agama, sementara pacaran yang jelas mendekati zina justru dibiarkan?

Sebetulnya yang menjadi akar dari persoalan ini adalah Negara memberlakukan sistem kehidupan sekuler-liberal. Dalam sistem kehidupan seperti ini, setiap individu diperbolehkan untuk melakukan apa saja, termasuk dalam perilaku seksual. Tidak heran bila kemudian perilaku seks bebas, LGBT dan berbagai perilaku menyimpang lainnya semakin marak. Nilai-nilai sekuler-liberal itu menginjeksi masyarakat lewat bacaan, tontonan, lagu-lagu, penyuluhan, dsb.

Untuk mengatasi persoalan ini, maka banyak hal yang bisa dilakukan. Pertama: Pencegahan pergaulan bebas pada generasi milenial harus dimulai dari keluarga.

Orangtua harus menjalankan fungsinya sebagai pendidik dan pembina anak. Sedini mungkin nilai-nilai keislaman harus menjadi pedoman dalam pendidikan keluarga. Nilai-nilai sekuler-liberal harus dicampakkan. Orang tua patut mewaspadai tontonan, bacaan dan penggunaan gawai pada anak-anak. Ini sebagai salah satu bentuk realisasi firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api nerka…”(TQS At-Tahrim (66):6).

Orang tua wajib menanamkan pemahaman pada generasi milenial bahwa kedudukan mereka sudah menjadi mukallaf dihadapan Allah SWT. Artinya, amal perbuatan mereka kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Oleh sebab itu mereka wajib menjaga diri dari perkara yang telah Allah SWT haramkan.

Kedua: Mayarakat tidak boleh membiarkan lingkungan tercemari seks bebas, khususnya oleh generasi milenial. Sikap cuek terhadap kerusakan akhlak hanya akan menambah persoalan sosial dan mengundang murka Allah SWT, Nabi SAW bersabda: “Jika zina dan riba telah tersebar luas di suatu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah” (HR.Hakim)

Karena itu masyarakat tidak sepantasnya membiarkan seks bebas apalagi menerima itu sebagai sebuah kewajaran perilaku generasi muda. Padahal itu adalah kemungkaran yang semestinya dihentikan.

Ketiga: Negara harus berperan dalam menjaga akhlak masyarakat, termasuk mencegah berbagai perbuatan yang mendekati zina. Sekolah-sekolah harus mendidik dan memperingati para pelajar agar tidak melakukan aktivitas pacaran di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Sanksi pun harus diberikan kepada para pelajar bila melanggar aturan tersebut.

Syariah Islam telah memperingatkan akan kerasnya sanksi untuk para pezina. Allah SWT berfirman: “Pezina wanita dan pezina laki-laki, cambuklah masing-masing dari keduanya seratuskali cambukan…” (TQS An-Nur:2)

Keharaman zina dan kerasnya sanksi yang dijatuhkan adalah bentuk perlidungan terhadap umat manusia. Perbuatan zina telah nyata merusak kehormatan dan mengacaukan nasab bayi yang lahir.

Bila nasab anak yang masih jelas dikatahui ayah biologisnya saja sudah dirusak oleh perbuatan zina. Bagaimana dengan nasib bayi-bayi yang dibuang oleh orangtuanya? Sungguh malang nasib mereka. Selain itu kerasnya sanksi juga sebagai bentuk penghapus dosa pelaku zina.

Jelas telah nampak kerusakan yang ditimbulkan oleh aturan hidup selain Islam. Liberalisme telah merusak keluarga kaum Muslim dan menghancurkan masa depan kaum muda kita. Sadarilah kerusakan ini!
Tidak ada lagi jalan keluar yang dapat menyelamatkan generasi milenial dan masyarakat melainkan dengan syariah Islam.

Sudah saatnya kita kembali pada aturan-aturan Allah SWT yang telah menjamin kebaikan dan keberkahan hidup semua manusia baik muslim maupun non muslim. Sungguh hanya dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah (totalitas), kehidupan dan kehormatan seluruh umat manusia kan terlindungi.[]

Comment