Selebrasi Hari Anak Nasional dan Jaminan Sistem Islam pada Anak

 

 

Penulis : Yenni Sarinah, S.Pd  | Jurnalis, Pegiat Literasi Islam Selatpanjang – Pekanbaru, Riau

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, – Anak adalah aset berharga bagi keberlangsungan suatu identitas bangsa dan Negara. Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) hendaknya menjadi momentum penting dalam upaya meningkatkan hak hidup layak bagi anak tanpa diskriminasi dan zonasi. Lalu, apakah Peringatan Hari Anak Nasional setiap tahunnya hanya sekedar Selebrasi? Bagaimana perspektif Islam dalam hal ini?

Anak kelak akan tumbuh menjadi orang dewasa, menggantikan para pendahulu yang satu persatu berpulang kehadirat ilahi. Faktanya, tidak mungkin ada orang dewasa tanpa melalui fase anak-anak. Tugas kita yang telah berada di usia yang tidak lagi anak-anak adalah memastikan anak-anak terlindungi dari tindak kriminalitas yang mengganas.

Memastikan mereka terdidik sebaik mungkin sesuai dengan penerapan kurikulum yang handal, hingga terbentuk karakter baik dan tangguh yang akan menentukan masa depan bangsa Indonesia. Ini adalah harapan besar bangsa yang butuh tindakan faktual, bukan sekedar selebrasi semata.

Telah kita pahami bersama bahwa Pemerintah tengah kejar target menuju Indonesia Layak Anak (IdoLA) pada tahun 2030 mendatang dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan dari peringatan Hari Anak Nasional (HAN).

Namun, target ini tampaknya berjalan di tempat. Masih banyak pekerjaan rumah bersama bagi kita semua untuk saling bersinergi dengan program IdoLa 2030 yang belum selesai untuk membersamai tumbuh kembang anak-anak Indonesia.

Merujuk data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 4.683 aduan sepanjang tahun 2022. Dari jumlah itu, sebanyak 2.113 aduan terkait perlindungan khusus anak. Ada 1.960 aduan terkait lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Sebanyak 429 aduan terkait sektor pendidikan dan budaya, 120 aduan terkait sektor kesehatan dan kesejahteraan, serta 41 aduan terkait pelanggaran hak kebebasan anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat 3 kategori anak yang berhadapan dengan hukum sepanjang tahun 2022. Pertama, anak sebagai pelaku, yang jumlahnya mencapai sekitar  5.237. Kedua, anak sebagai korban yang jumlahnya mencapai 4.980. Ketiga, anak sebagai saksi yang jumlahnya mencapai 4.243 anak.

Perayaan dan Harapan di Hari Anak Nasional

Perayaan Hari Anak Nasional yang jatuh setiap tanggal 23 Juli dan di tahun ini telah sampai pada peringatan ke 39 tahun. Peringatan HAN hendaknya menjadi momentum penting untuk menggugah kepedulian dan partisipasi semua komponen bangsa Indonesia dalam menjamin pemenuhan hak anak atas hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Peringatan Hari Anak digelar setiap tahun dengan acara meriah, termasuk pemberian penghargaan Provinsi, Kabupaten dan Kota Layak Anak. Selebrasi berupa penghargaan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai bentuk apresiasi terhadap komitmen dan inovasi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, komisi perlindungan anak daerah, organisasi profesi, aparat penegak hukum, kelompok masyarakat, dan perorangan yang telah berkontribusi aktif terkait perlindungan anak tidaklah salah.

Namun perlu juga diperhatikan nasib anak yang kian memprihatinkan mulai dari stunting yang masih menjadi headline pemberitaan. Kekerasan termasuk kekerasan seksual pada generasi muda bangsa yang juga masih berada dalam daftar panjang dan belum terselesaikan. Layanan kesehatan yang tumpang tindih di atas berbagai kepentingan. Jaminan pendidikan yang masih minim hingga masih banyak masyarakat yang tidak tersentuh pendidikan minimal 12 tahun. Jaminan keamanan dan sebagainya masih perlu dicarikan solusi tuntasnya.

Seperti kian bertambahnya kekerasan pada anak, anak bermasalah dengan hukum, tingginya angka anak yang mengalami stunting (kurang gizi), meningkatkan angka perokok anak, dan sebagainya.

Sehingga harapan yang ditunggu terselenggara secara nyata di antaranya dengan program pengasuhan berbasis komunitas, pengasuhan berbasis kegiatan atau hobi, pengasuhan berbasis budaya dan pengasuhan berbasis interaksi dunia maya.

Sistem Islam Jamin Perlindungan Hak Anak

Islam memandang anak sebagai karunia  berharga yang berstatus suci. Karunia berharga ini sebagai amanah yang harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua khususnya, karena anak sebagai aset orang tua dan aset bangsa. Islam telah memberikan perhatian besar terhadap perlindungan anak-anak.

Sistem Islam memiliki mekanisme komprehensif dalam upaya memberikan jaminan kesejahteraan, juga layanan pendidikan dan kesehatan serta perlindungan akan keamanan.

Perlindungan dalam Islam meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Hal ini dijabarkan dalam bentuk memenuhi semua hak-haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, menghindarkannya dari kekerasan, dan lain-lain.

Allah swt berfirman: ”Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir (terhadap kesejahteraannya). Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. Annisa’: 9)

Kandungan ayat tersebut memerintahkan agar kita memiliki rasa khawatir meninggalkan anak keturunan yang lemah. Lemah dalam hal fisik, psikis, ekonomi, kesehatan, intelektual, moral dan lain sebagainya. Ayat ini mengandung pesan agar kita melindungi anak cucu kita bahkan yang belum lahir sekalipun.

Memberi perlindungan pada anak meliputi beberapa perkara : Pertama, menyayangi anak meskipun anak zina. ”Tidaklah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi kaum muda dan tidak menghormati kaum tua”. (HR. Tirmidzi).

Kedua, berlaku adil dalam pemberian. Perintah untuk berlaku adil dan tidak membeda-bedakan anak atas jenis kelaminnya juga dijelaskan dalam beberapa hadis, di antaranya:”Berbuat adillah di antara anak-anakmu, berbuat adillah di antara anak-anakmu, berbuat adillah di antara anak-anakmu” (HR. Ashabus Sunan, Imam Ahmad dan Ibnu Hibban).

Perintah Rasulullah SAW kepada para orang tua untuk berbuat adil terhadap anak-anaknya dilakukan dalam semua pemberian, baik berupa harta (materi) maupun kasih sayang (immateri).

Nabi saw pernah tidak mau menjadi saksi terhadap perkara Nu’man bin Basyir yang menghibahkan harta kepada salah satu anak laki-lakinya dari seorang istri bernama Ammarah binti Rawahah. Akhirnya Nu’man mencabut kembali hibahnya.

Ketiga, menjaga nama baik anak. Tidak boleh mencela atau berkata kasar pada anak. Anas bin Malik, seorang sahabat yang ikut membantu rumah tangga. Nabi saw sejak kecil menuturkan, bahwa selama 10 tahun di sana Nabi saw tidak pernah menghardik atau mengeluarkan kata-kata kasar. (HR. Muslim)

Keempat, segera mencarinya jika hilang. Salman al-Farisi dalam riwayatnya mengatakan: ”Ketika kami sedang duduk di sekitar Rasulullah, tiba-tiba datanglah Ummu Aiman dengan langkah yang bergegas melaporkan:

”Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami kehilangan al-Hasan dan al Husain. Nabi segera memerintahkan:

”Bangkitlah kalian semua, carilah kedua anakku itu! Tiap-tiap orangpun segera pergi ke segala arah, sedangkan aku pergi bersama Nabi dan beliau terus mencari hingga sampai ke sebuah lereng bukit.

Ternyata di sana dijumpai al-Hasan dan al-Husain saling berpelukan erat ketakutan karena di dekat mereka ada seekor ular. Dengan segera Rasulullah saw mengusir ular-ular itu sehingga menghilang ke dalam celah-celah bebatuan.

Kelima, melindungi anak dari pergaulan yang buruk. Nabi saw telah berpesan berkaitan dengan pergaulan anak hendaklah orang tua mencarikan teman bergaul yang baik. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:

”Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh sebab itu hendaklah seseorang memperhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya”. (HR. Abu Dawud).

Keenam, melindungi anak dari kekerasan. Diperbolehkan menerapkan sanksi pada anak jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

1). Anak sudah menginjak usia 10 tahun ke atas. Itu juga dalam perkara penting seperti salat yang wajib bukan lainnya.

2). Pukulan tidak boleh berlebihan sehingga mencederai. Nabi saw membolehkan pukulan tidak lebih dari 10 kali pukulan.

Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan para gubernur untuk diteruskan kepada para guru (mu’allim) agar tidak memukul muridnya lebih dari tiga kali berturut-turut.

3) Sarana yang digunakan adalah bahan yang tidak membahayakan dan objek yang dipukul juga bukan bagian fisik yang vital. 4) sanksi pukul dilakukan dengan hati-hati dan tidak keras, yaitu jangan sampai mengangkat ketiak.

Ketujuh, menjaga anak dari penelantaran nafkah. Orang tua tidak boleh menelantarkan kebutuhan anaknya baik sandang maupun pangan.

Allah berfirman, “ dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut”.(QS. Al-Baqarah: 233). Penelantaran kebutuhan anak merupakan suatu dosa bagi orang tua. Nabi saw bersabda: “Cukup berdosa seseorang yang menyia-nyiakan nafkah orang yang menjadi tanggungannya”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Dikisahkan, ada seorang bekas budak Abdullah bin ’Amr berniat satu bulan bermukim di Baitul Maqdis. Abdullah bertanya kepadanya, ”Apakah engkau telah meninggalkan nafkah yang mencukupi keluargamu untuk satu bulan? Orang itu menjawab, ”Tidak”.

Maka Abdullah menyuruhnya kembali agar terlebih dahulu mencukupi nafkah selama satu bulan kepergiannya.

Riwayat-riwayat di atas cukup jelas menggambarkan bahwa dalam agama Islam anak wajib mendapatkan perlindungan, baik dari keluarganya, masyarakat, maupun negara.

Dari sinilah perlunya sinergi yang tepat sasaran antara keluarga, masyarakat dan negara dalam memberi jaminan keamanan bagi anak.

Jika negara abai, masyarakat lalai, keluarga pun tidak peduli, maka kehancuran generasi adalah keniscayaan.

Sudah saatnya kita kembali kepada Islam, karena ide apapun yang akan direalisasikan jika bukan dalam naungan Islam, maka akan penuh rintangan sebagaimana sistem kapitalisme yang menjerat kekuatan negara dari berbagai sendi penopangnya. Wallahu a’lam bish-shawab.[]

Comment