RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Memasuki pekan ke-3 diberlakukannya lockdown di berbagai daerah, angka penyebaran virus Covid-19 semakin meningkat. Hingga tanggal 28 maret 2020 korban wabah Virus Corona ini sudah mencapai 1155 orang, 59 dinyatakan sembuh dan 102 dinyatakan meninggal dunia.
Tampaknya virus ini terus memakan banyak korban. Sementara pihak pemerintah yang berwenang belum memberlakukan lockdown secara total hanya menghimbau sosial distancing.
Wiku mengatakan masyarakat seharusnya sudah paham bahwa Indonesia memiliki pekerja lapangan yang tinggi.
Mereka hidup dari menggunakan upah harian. Karena itu, sistem lockdown jika diterapkan, akan sangat berpengaruh kepada mereka.”Itu salah satu yang menjadi kepedulian pemerintah, supaya aktivitas ekonominya bisa tetap berjalan. Dengan lockdown, semua orang ada di rumah dan aktivitas ekonominya sulit berjalan dan itu secara ekonomi berbahaya,” kata Wiku.
Saat ini, ia mengatakan langkah paling efektif yang bisa diterapkan adalah social distancing atau menjaga jarak sosial antar masyarakat. Kesadaran untuk menjaga jarak Social Distancing), menjaga kebersihan diri, dan melakukan etika batuk atau flu, dapat secara efektif menghambat penyebaran Virus Corona. (Bisnis tempo 18-03-2020).
Pemerintah terkesan tidak serius menghadapi Pandemi Covid-19 ini padahal korban terpapar sudah mencapai ribuan. Karena ketelatannya mengambil kebijakan lockdown lagi-lagi dr. Tifauzia Tyassuma memberikan pernyataannya “karena pemerintah lamban, maka siapkan saja kuburan massal”.
Tetap saja pemerintah bergeming bahkan Indonesia mengekspor peralatan APD. Padahal tim Medis sangat membutuhkan APD (Alat Pelindung Diri), mereka adalah para pejuang yang berada di garda terdepan menghadapi kasus pandemi ini. Juga membeli obat yang tidak tepat untuk mengatasi wabah corona.
Jangankan memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain, kebutuhan pokok pun tidak bisa mewujudkannya. Dalam mengatasi bencana wabah pun hanya Indonesia yang tidak memberlakukan lockdown secara nasional.
Bagaimanana kesiapan masyarakat Islam vs masyarakat kapitalis menghadapi bencana?
Rakyat Indonesia saat ini sedang dilanda kepanikan luar biasa, ketika lockdown diperpanjang sampai waktu yang tidak ditentukan itupun kebijakan kepala daerah masing-masing.
Bupati Tegal memberlakukan lockdown empat bulan ke depan sampai bulan Juli. Pro kontra di masyarakat pun tidak bisa dihindari, satu sisi mayarakat ingin selamat dari virus wabah dengan cara stay at home, satu sisi mereka harus keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sungguh sangat dilematis.
Bahkan yang paling kontroversi adalah pernyataan jubir dari stap khusus penanganan corona, bahwa orang miskin membantu orang kaya dengan tidak menularkan penyakit. Alih-alih menambah ketentraman masyarakat justeru makin memperkeruh keadaan. Betapa sakitnya hidup dalam sistem kapitalis seperti sekarang ini.
Bagai buah simalakama, begitulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan masyarakat Indonesia saat ini, pun dengan negara-negara lain seperti halnya di Inggris, kepanikan yang luar biasa ini mengakibatkan kondisi pannic buying di mana masyarakat tidak terkontrol dengan menyetok makanan untuk keluarga sendiri karena takut pasokan makanan dipasaran yang menipis tanpa memikirkan orang lain.
Video viral seorang perawat di Inggris menangis saat mau berbelanja untuk kebutuhannya seperti tisu dsb sudah kosong, rak-rak dagangan di supermarket pun tidak tersisa.
Dalam jumpa pers, George Eustice mendesak warganya untuk bertanggung jawab saat berbelanja dengan memikirkan orang lain.
“Lebih dari cukup makanan di sekitar kita, dan pasokan makanan kita masih bisa dikerahkan produksinya untuk melayani permintaan yang meningkat,” ujarnya.
“Berbelanja lebih dari yang dibutuhkan berarti tidak memikirkan kondisi orang lain yang lebih membutuhkan. Itu membuat hidup lebih sulit terutama untuk mereka yang bekerja di ‘garis depan’ pertarungan dengan virus corona; dokter dan perawat dan NHS (Layanan Kesehatan Nasional) dan staf pendukungnya.” (kompas.com 22-03-2020).
Munculnya Panic Buying ini malah menambah masalah baru, ketika kekhawatiran pada virus corona meningkat. Seiring itu juga kepanikan berbelanja melanda masyarakat. Masing-masing individu ingin menyelamatkan diri dan keluarga. Tidak memperdulikan lagi orang lain, yang ada dalam benak adalah takut mati kelaparan.
Individualistis sangat kentara dalam tatanan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Ini merupakan ciri kehidupan masyarakat yang terbius oleh sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan.
Ini sangat bertentangan dengan kehidupan yang Islami, apalagi Indonesia termasuk negeri mayoritas Islam. Namun pengaruh pemikiran kapitalisme ini telah mengakar dan menjadi budaya. Mementingkan diri sendiri dan keluarga di atas kepentingan umum.
Dalam konsep Islam, apapun musibah yang menimpa, harus disikapi sebagai ketetapan Allah. Maka kita diajarkan untuk bermuhasabah kemudian bertobat meminta ampunan-Nya dan memperkuat aqidah dengan menyandarkan diri hanya kepada sang Pencipta yaitu Allah swt. yang disebut dengan tawakal.
Allah berfirman dalam alquran Q.S Al-Ruum (30:41.)
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Selain itu ketauhidan pun harus dijaga. Meskipun saat sekarang ekonomi menurun dikarenakan adanya wabah, dan masyarakat harus berdiam diri di rumah kemudian menjaga jarak atau social distancing. Maka bukan menjadi sebuah persoalan.
Para kepala keluarga sulit mencari nafkah apalagi bekerja serabutan seperti halnya sebelum ada wabah. Namun ketika ketauhidannya sudah terjaga serta ketawakalannya pun dijaga, maka tidak akan terjadi yang namanya panic buying. Justeru akan saling membantu antar sesama, yang kaya akan membantu yang miskin.
Mereka tidak akan egois mementingkan perut sendiri dan keluarga, justeru saat itulah pahala sedang menanti.
Negara juga tidak akan abai terhadap rakyat, sebab tugas negara adalah meri’ayah rakyat. Maka jika terjadi wabah seperti ini, maka lock down akan dilakukan secara total. Kemudian memberikan bantuan makanan pokok kepada rakyat. Tidak memandang kaya atau miskin, sebab setiap warga negara berhak mendapatkan peri’ayahan dari penguasa.
Negara seharusnya sudah melakukan kajian ketika wabah virus corona sebelumnya muncul di wilayah Wuhan- Cina, bukan malah mengundang bencana tersebut masuk ke benteng pertahanan dalam negeri. Kemudian mengambil sebuah kebijakan preventif yaitu memberlakukan lockdown sedini mungkin. Serta pada saat terjadinya bencana hingga masa pemulihan untuk kembali berjalan normal seperti biasanya.
Itu ikhtiar dari sisi eksternal yang dilakukan oleh penguasa. Semaksimal mungkin akan memberikan pelayanan terbaik kepada rakyatnya.
Tidak hanya itu penguasa juga akan sangat takut dengan ancaman yang Allah kabarkan jika dalam meri’ayah umat tidak benar atau bahkan tidak adil serta tidak sesuai dengan hukum syara. Jika lalai dan abai maka akan menjadi penyesalan kelak di yaumil hisab.
Sebagaimana yang Allah swt. kabarkan melalui lisan Rosulullah saw, beliau bersabda: “Barang siapa yang diangkat menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpamemenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya dan kemiskinannya.
Atas dasar keimanan yang kokoh penguasa tidak akan ragu-ragu dalam mengambil sebuah kebijakan sebab nyawa rakyat satu saja adalah lebih berharga daripada dunia dan seisinya.
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Lalu Bagaimana Indonesia mengambil kebijakan-kebijakan untuk penanganan wabah virus corona ini?
Indonesia dari dulu selalu ada dalam cengkeraman asing. Sampai-sampai untuk urusan Virus Corona sekali pun tetap membuka diri menerima bantuan asing.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona Doni Monardo menjelaskan pemerintah terbuka bila ada bantuan dari negara lain yang ingin membantu penanganan virus corona di Indonesia. (voa indonesia.com 16-03-2020).
IMF pun telah menyiapkan dana sebesar US$50 miliar bagi negara berpenghasilan rendah maupun berkembang yang membutuhkan bantuan untuk menangani virus corona. Dari jumlah tersebut US$ 10 miliar akan akan dipinjamkan tanpa bunga bagi negara anggota termiskin melalui fasilitas pinjaman cepat. (D.Kadata.co.id/ 05-03-2020).
Bukan tidak mungkin Indonesia akan terjerat hutang kembali. Padahal hutang Luar Negari Indonesia (ULN) sudah mencapai Rp. 6.079 triliun pada akhir januari 2020.
WHO pun merekomendasikan pemeriksaan pada mereka yang menunjukan gejala serupa infeksi virus corona. WHO telah mengirimkan hampir 1.5 juta perangkat pemeriksaan ke 120 negara melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan ketersediaan perangkat pemeriksaan ke negara-negara yang paling membutuhkan. (musimah news.com).
Tidak ada yang gratis dalam paradigma kapitalis, utang yang mengandung riba tersebut memiliki potensi bahaya politis atas negeri. Karena menjadi alat campur kontrol pihak asing terhadap kebijakan pemerintah. Yang pada akhirnya utang dengan beban bunga yang tinggi akan menjerumuskan negeri dalam jebakan riba, kedaulatan negara pun terancam.
Padahal Islam telah melarang kepada umat muslim mengundang orang asing untuk mengurusi urusan dalam negeri kaum muslimin sebab akan mendatangkan bencana demi bencana. Allah swt berfirman dalam Q.S. An-Nisa;141 yang artinya : “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.
Maka sudah saatnya Indonesia berlepas diri dari cengkeraman global. Meskipun sangat tidak mudah memang melepaskan ketergantungan kepada pihak asing. Dan mencampakan sistem kapitalisme yakni sistem yang dibuat oleh manusia untuk mengurusi kehidupan umat manusia. Serta mengganti dengan sistem Islam yang telah dicontohkan oleh Rosulullah saw. Agar tercapai kedamaian dunia dan akherat. Wallohu’alam Bishowab.[]
Comment