Solusi Islam Atasi Maraknya Kaum Nabi Luth Zaman Modern

Opini870 Views

 

 

Oleh: Yulia Hastuti, SE, M.Si, Pegiat Literasi

_______

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Aksi presenter Deddy Corbuzier ramai diperbincangkan warganet di media sosial. Pasalnya belum lama ini Deddy mengundang pasangan homoseksual Ragil Mahardika, konten kreator TikTok yang dikenal masyarakat karena menikah sesama pria asal Jerman, Frederik Vollert ke podcast Youtubenya yang telah menuai pro dan kontra. Akibatnya, sejumlah warganet yang kontra melontarkan umpatan dan kecaman atas konten Deddy, mereka menyerukan hastag unsubscribe Podcast Corbuzier di Twitter.

Mereka menilai mantan pesulap itu tidak bijak dalam memilih narasumber yang hadir di podcast-nya, karena dianggap tidak mempertimbangkan dampak yang dihasilkan dari konten yang diunggahnya. Mengingat kanal Youtubenya diikuti belasan juta pelanggan. Di podcast viral yang berjudul ‘G4y Viral Konten Sensitif’ pada Sabtu, (7/05/2022) kemarin, yang berdurasi sekitar satu jam dan telah ditonton jutaan mata.

“Orang sepintar dia (Deddy Corbuzier) dengan quotes khasnya “don’t make stupid people famous” bisa-bisanya ngundang Ragil, yang seorang LGBT, yang dimana sangat amat ditentang di negara ini.

“Ok, Ragil gak salah, dia kan cuma diundang, yang salah ya yang ngundang,” ucap akun sound01xx.

“Mengapa hal yg buruk dijadikan idola,” ucap saintbumi.

“Yang kaya gini jgn di kasih panggung om,” ucap ululazmi2811.

“Gilak ini mah malah dikasih panggung! Ga habis pikir ,” ujar ds141014.

Itulah beberapa komentar warganet yang justru kecewa dan sangat menyayangkan atas konten yang sangat tidak mendidik dengan memberikan ruang ekspresi untuk pasangan LGBT. (sindonews.com, 08 Mei 2022)

Sadar pro kontra terus bermunculan, pada Selasa (10/05/2022 Deddy corbuzier telah memutuskan untuk menurunkan konten podcastnya dengan Ragil dan Fred. Akun Youtubenya pun kini hanya diikuti 18, 6 juta subscriber dari yang semula 18,8 juta. Deddy Corbuzier pun memberikan klarifikasi dan permohonan maaf mengenai konten yang dinilai sensitif itu. “Kalo ini memang membuat kegaduhan, yang menggaduhkan masyarakat, gue minta maaf. Tapi tidak ada tujuan dan niat bahwa mengampanyekan. Bahkan gue selalu ngomong, gue tidak akan mendukung hal tersebut,” ucap Deddy. (www.merdeka.com, 10/5/2022)

Semakin gencarnya gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+) dipertontonkan ditengah masyarakat. Terlebih pasca pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada 12 April 2022 disahkan oleh Dewan Perwakila Rakyat (DPR). UU TPKS dinilai akan memperkuat Permendikbud Ristek Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan seksual di Perguruan Tinggi.

Padahal berkaitan penerapan tersebut mengundang sejumlah kritik karena UU ini dinilai tidak akan mampu mengatasi kekerasan seksual dan juga terdapat muatan liberalistik yang berpangkal pada ide feminisme. Ironisnya substansi ini (sexual consente) justru malah diadopsi dalam UU TPKS, yang memungkinkan membuka pintu zina, dari seks bebas hingga penyimpangan seksual lainnya, serta meminggirkan konsep keagamaan bahkan mempertengtangkannya.

Sebab, sama saja akan mengizinkan seks bebas dan penyimpangan seksual lainnya selama ada persetujuan (consent) dari pelaku seksual. Itu artinya zina, LGBT dan sejenisnya akan dibiarkan setelah RUU tersebut sah. Kedua regulasi di atas membuka pintu legalisasi perilaku LGBT, dan karena kampanye LGBT di media sebagaimana dilakukan oleh selebritas sebagai pelaku maupun pendukung LGBT harus ditentang keras.

Satu catatan penting adalah, kampanye LGBT sejatinya merupakan agenda politik yang diusungkan Barat. Sebab, perlindungan atas hak-hak LGBTmerupakan bagian dari kampanye HAM dan demokrasi, yang notabene adalah agenda politik luar negeri Amerika Serikat. Maka, berbagai langkahnya juga harus dipandang sebagai langkah politik.

Pada 2008, PBB secara resmi telah mengakui hak-hak kaum Luth modern melalui UN Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity (Deklarasi PBB terkait Orientasi Seksual dan Identitas Gender). Meski 54 negara yang identic sebagai negeri muslim menolak menandatangani deklarasi ini, namun 94 negara yang identik sebagai negara non-muslim ikut menyatakan kata sepakat.

Kekuatan LGBT semakin kuat kala Amerika Serikat sebagai negara adidaya pada Juni 2015 melegalkan pernikahan sesama jenis di seluruh negara bagiannya. Dampaknya, aktivis pro-LGBT di berbagai negeri muslim pun menginginkan negerinya mengikuti jejak Amerika, meski Al-Azhar pada 2013 mengeluarkan fatwa haramnya menikah sesama jenis. Langkah yang diambil Amerika ini merupakan langkah lanjutan atas legalisasi pernikahan sesama jenis yang sebelumnya diinisiasi oleh negara-negara Barat sebelumnya . Menurut Pew Research Center, sudah ada 30 negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis seperti Argentina, Australia, Belgia Brazil, Swedia, Taiwan, South Africa dan beberapa negara lainnya.

Barat telah menggunakan langkah politik yang serius dalam menyebarkan misi LGBT dengan salah satu programnya yaitu, “Being LGBT in Asia” yang diluncurkan UNDP dengan pendanaan US$ 8 Juta dari USAID pada 2014 hingga 2017, yang difokuskan pada Tiongkok, Filipina, Thailand, dan juga Indonesia. Keberlanjutan dari program sejenis dapat kita baca laporannya dalam situs-situs resmi mereka.

Begitulah kebebasan berekspresi yang berasal dari sistem manusia melahirkan liberasisasi perilaku manusia. Demokrasi mengizinkan manusia untuk berbuat apa saja karena dilindungi hak asasi. Perilaku abnormal yang bahkan binatangpun tidak melakukan seperti LGBT mendapat legitimasi hukum dalam demokrasi. Meskipun dalam Islam jelas perilaku LGBT adalah terlarang dan bahkan pelakunya dihukum mati, namun demokrasi justru membolehkan dan melindungi.

Padahal dalam sejarah perilaku kaum penentang Nabi Luth terbukti sebagai kemaksiatan yang mendatangkan azab pedih dari Allah. Rasulullah saw. bersabda “Sesungguhnya apa yang aku khawatirkan menimpa umatku adalah perbuatan umat Nabi Luth” (HR. At Tirmidzi). Imam Tirmidzi juga menuliskan hadist Nabi Saw, “Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya”. Jadi pantas saja kalau Nabi Luth berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu” (QS. Al-Ankabut:29-30)

Sangat disayangkan, menjamurnyak kaum Nabi Luth zaman now bukannya disikapi dengan serius oleh negara dan masyarakat, bahkan perbuatan mereka semakin didukung dan dilindungi. Kaum liberal semakin mendapat panggung dan terang-terangan dalam mengkampanyekan perbuatan menyimpang mereka, dengan alasan bagian dari kebebasan dan Hak Asasi Manusia.

Negara seakan melakukan pembiaran dan tidak menutup semua pintu penyebaran ide dan perilaku LGBT. Tentu menjadi bahaya bila ide umat Nabi Luth masa kini telah dianggap biasa dan semakin eksis seiring dengan maraknya apatisme yang masyarakat berikan. Padahal, tidak ada satu pun jaminan Allah swt. melindungi negeri ini dari azab sebagaimana yang telah menimpa kaum sodom dihancurkan karena mereka melakukan perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah swt.

Solusi yang sejatinya dapat menghapuskan praktek-praktek kemaksiatan seperti LGBT hanya dengan solusi yang sistematis, datang dari dzat pembuat hukum. Solusi yang datang dari hukum yang benar yaitu solusi Islam. Islam datang dengan aturan yang menyeluruh untuk mengatasi segala aspek kehidupan, termasuk problematika LGBT. Khilafah akan menjaga umat dan pemikiran-pemikiran sesat dan penyimpangan kaum sodom . Khilafah akan mengedukasi individu di ranah privat, seperti sistem bergaul antara lawan jenis dan sesama jenis dengan mengantisipasi penyimpangan-penyimpangan pada masyarakat.

Terkait sistem sanksi akan diberikan secara tegas, khilafah akan memberlakukan sistem uqubat yang menjadi tabani seorang khalifah. Apakah mereka akan dijatuhkan dari gedung yang tertinggi, apakah mereka akan dibakar ataukah mereka akan ditindih dengan tembok, yang pasti mereka akan dihukum mati, hukuman ini diberlakukan untuk pelaku homoseksual.

Ketika hukum Allah diterapkan maka tidak ada celah bagi para pelaku kemaksiatan. Bagi semua warga negara, baik muslim maupun non-muslim akan terjaga. Masyarakat akan terkondisikan hidup dalam suasana aman, iman dan mulia. Maka bila kita benar-benar peduli akan nasib para generasi penerus, sudah seharusnya kita bersungguh-sungguh meminta agar Islam diterapkan secara sempurna dalam setiap aspek kehidupan. Wallahu’alam bish shawab.

Comment