Suriani, S.Pd.I: Dokter Tumbang, Aset Istimewa Bangsa pun Melayang

Opini444 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Jawa Timur sejak dicap sebagai kota Zona Hitam terus mengalami kondisi yang memprihatinkan. Tingkat attack rate Covid-19 meningkat 75 persen di wilayah Surabaya Raya, yakni kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik.

Pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo mengatakan jika ketika PSBB attack rate-nya 90 per 100.000 penduduk maka ketika masa transisi naik jadi 150,7 per 100.000. Artinya ada 150 orang tiap 100.000 penduduk di Surabaya yang terinfeksi Corona.

Hal inilah yang membuat Surabaya menjadi daerah dengan attack rate tertinggi dibanding kota-kota lain di Indonesia. (CNNIndonesia.com, 22/6/2020)

Tak hanya itu, case fatality rate (CFR) atau tingkat kematian di Surabaya Raya juga terpantau masik naik, yaitu mencapai 7,8 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi dari nasional yang mencapai 5,6 persen. Kematian yang tinggi ini adalah buah dari peningkatan kasus positif Covid-19 yang menyebabkan rumah sakit berlebihan kapasitas. Rumah sakit tidak mampu menampung para pasien positif Covid-19, akhirnya meninggal sebab tidak mendapatkan penanganan medis secara optimal.

Tenaga medis sebagai perjuang pertama dan utama hadapi Covid-19 juga tak lepas dari ancaman virus tersebut. Pada Sabtu malam (20/6), sebanyak 22 dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Airlangga dilaporkan terinfeksi virus corona. Ke-22 dokter tersebut bertugas di RSUD dr. Soetomo, Surabaya. (CNNIndonesia.com, 21/6/2020)

Lalu dirilis oleh Kumparan.com pada 22/6/2020, selama bulan Juni tercatat 9 orang dokter meninggal dunia karena corona. Catatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sudah 38 orang dokter meninggal dunia karena covid-19.

Untuk data nasional sendiri, penambahan jumlah kasus Covid-19 berkisar antara 800 hingga 1.200 orang setiap hari. Angka ini menurut dr. Panji Fortuna Hadisoemarto, salah satu dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran merupakan kondisi di mana Indonesia masih dalam bahaya. (Kompas.com, 22/6/2020)

Ironinya lagi, Indonesia kini menjadi negara dengan kasus infeksi virus Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara, melampaui Singapura. Indonesia memiliki kasus. Data pada Rabu (17/6), Indonesia memiliki sekitar 41.431 orang positif Covid-19, sekitar 16.243 sembuh dan 2.276 meninggal. Adapun Singapura sebanyak 41.216 kasus, dengan 26 paseien meninggal, sementara Filipina dengan 26.781 kasus dengan kasus meninggal sebanyak 1.103 orang. (CNNIndonesia.com, 17 Juni 2020)

Dokter Tumbang, Aset Terbaik Bangsa pun Hilang

Dokter merupakan aset istimewa bangsa untuk menyehatkan masyarakat Indonesia. Masyarakat sangat membutuhkan keahlian medis para dokter untuk mengatasi berbagai penyakit yang mungkin mengancam kesehatan masyarakat. Covid-19 muncul sebagai penyakit tak hanya mengancam populasi manusia, tapi juga mengancam stabilisasi sosial, politik hingga ekonomi. Dalam hal ini tentu saja keberadaan para dokter sangat dibutuhkan untuk memberi penanganan terhadap rakyat yang terpapar.

Meski telah banyak dokter yang berguguran, namun perjuangan melawan dan bertahan dengan peralatan seadanya terus dilakukan. Sebanyak 260 juta jiwa rakyat Indonesia harus diselamatkan dari ancaman Covid-19 dengan mengandalkan 32.000 dokter specialis dan 50.000 dokter umum saja. Tentu saja jumlah ini sangat tidak sebanding.

Kehilangan satu dokter saja akan menjadi musibah bagi negeri ini. Sebab mencetak seorang dokter terlebih dokter specialis tentu bukanlah hal yang mudah. Terlebih bila bangsa ini kehilangan puluhan dokternya di tengah kasus Covid-19 yang terus bertambah tiap hari, hal ini akan berdampak pada penanganan pasien yang kian tidak optimal.

Di mana peran Negara?

Gugus Tugas peercepatan penanganan Covid-19 meminta agar masyarakat harus saling melindungi selama pandemi agar tak banyak yang harus mendapat perawatan di rumah sakit, sebab jumlah tenaga medis di Indonesia terbatas. Arahan tersebut mengandung narasi agar masyarakat harus berusaha berjuang sendiri dalam menghadapi pandemi.

Demi melindungi tenaga medis pun rakyat yang diarahkan untuk mentaati protokol Kesehatan Covid-19.

Covid-19 yang tengah menjadi ancaman dunia global ini tentu saja tak sanggup dihadapi sendirian oleh masyarakat. Demikian pula tenaga medis tak bisa ditempatkan di garda terdepan sendirian melawan virus yang kini menggoncang stabilisasi ekonomi global.

Terlebih secara kapasitas masyarakat dan tenaga medis tentu saja tidak mumpuni hadapi serangan corona. Butuh peran negara dalam menangani serangan Covid-19 yang kian memanas.

Negara sebagai institusi tertinggi memiliki seluruh instrument dalam menghasilkan kebijakan yang solutif. Negara juga seharusnya menjadi garda terdepan menghadapi Covid-19.

Tentu saja dengan dukungan seluruh elemen terkait. Pemerintahlah yang memiliki wewenang untuk melakukan upaya memutus rantai penyebaran virus corona dengan membatasi aktifitas masyarakat di luar rumah.

Demikian pula melakukan edukasi maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mentaati protokol kesehatan Covid-19 saat berada di luar rumah. Termasuk negaralah yang berhak menetapkan sanksi terhadap bentuk pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan jika upaya sosialisasi maksimal telah dilakukan.

Demikian pula menjamin kebutuhan warga selama mereka menahan diri untuk tidak berada di tempat-tempat yang berpotensi terjadi penularan.

Hal tersebut akan meminimalisir penularan yang membuat kurva Covid-19 akan melandai. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Wacana New Normal yang dicanangkan oleh pemerintah di saat kondisi Indonesia masih abnormal justru akan menjadi pemicu semakin tingginya kasus Covid-19. Berdampak pula pada keselamatan para dokter dan tenaga Kesehatan yang kian terancam.

Alih-alih memberi perlindungan, pemerintah justru membawa dokter, tenaga Kesehatan dan rakyat Indonesia pada kondisi yang kian mengkhawatirkan.

Bila rakyat dan dokter serta para medis harus berjuang sendiri, lalu di mana peran negara sebagai pelindung seluruh tumpah darah Indonesia?

Selesaikan Pandemi dengan Solusi Islam

Dalam pandangan Islam, negara sebagai mas’ul atau penanggungawab atas seluruh urusan rakyat punya kewajiban untuk menyelesaikan seluruh persoalan yang menimpa rakyatnya dengan solusi yang datang dari Allah Swt. Berlepas tangan dari tugasnya mengurusi segala urusan rakyat tentu saja menjadi pelanggaran terhadap syariat Allah Swt.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia selayaknya menjadikan Islam sebagai solusi menyelesaikan Covid-19.

Semakin tingginya kasus Corona di negeri ini sudah cukup menjadi bukti bahwa sistem Demokrasi yang lahir dari Ideologi Kapitalisme terbukti gagal menuntaskan pandemi ini. Bila terhadap negara Amerika sebagai induk dari kekuasaan ideologi kapitalisme saja terbukti kapitalisme gagal mengentaskan pandemi ini, pantaskah Indonesia masih berharap solusi dari Kapitalisme?

Islam memiliki sistem politik dan ekonomi yang kuat dan tetap akan stabil walau dunia diperhadapkan pada persoalan apapun, termasuk pandemi. Sistem ekonomi yang kuat, kondisi keuangan negara yang stabil, politik yang tak terpengaruh hegemoni bangsa lain, serta perhatian pemimpin (khalifah) terhadap keselamatan rakyatnya menjadikan khalifah mampu melahirkan kebijakan solutif, akurat dan efektif. Upaya penyelesaian secara masif akan dilakukan oleh khalifah dengan melibatkan seluruh ahli dan mengerahkan seluruh potensi sains dan teknologi demi mencari jalan keluar.

Khalifah takkan mengambil kebijakan yang dapat membahayakan jiwa rakyat, sebagaimana kebijakan New Normal yang diambil oleh pemerintah Indonesia. Sebab dalam pandangan Islam, satu jiwa manusia sangatlah berharga, terlebih lagi jiwa seorang dokter yang keahliannya sangat dibutuhkan untuk menjamin kesehatan masyarakat banyak.

Khalifah bahkan akan mendorong rakyat Indonesia untuk berkarya sesuai bidang mereka demi menciptakan kemaslahatan bagi umat dan agama. Termasuk mencetak banyak dokter dan tenaga medis yang akan diberi proteksi dan reward setinggi-tingginya atas setiap pekerjaan dan jasa mereka. []

Comment