Telaah dan Solusi Islam Terkait Tawuran Remaja

Opini133 Views

 

 

Penulis: Depi Fitriyani | Aktivis Dakwah Kampus

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dikutip dari media RadarBogor. Aksi tawuran antara geng motor kembali terjadi di wilayah Ciomas. Sebanyak 8 pelaku yang masih usia remaja itu kini ditangkap Polsek Ciomas.

Kapolsek Ciomas Kompol Iwan Wahyudi mengatakan, penangkapan para anggota geng motor itu dilakukan saat pihaknya tengah melaksanakan operasi pekat pada Minggu (30/6)/2024) dini hari. Mereka diamankan di Gang Abadi Desa Kotabatu, Ciomas usai terlibat tawuran.

“Tim berhasil mengamankan delapan remaja yang diduga terlibat dalam aksi tawuran. Dua di antara mereka kedapatan membawa senjata tajam berupa pedang,” ungkapnya dalam keterangan rilis.

Sementara, Kompol Iwan menyebut, barang bukti yang berhasil diamankan dari para pelaku tawuran berupa dua senjata tajam berupa pedang. Giat patroli ini merupakan bagian dari upaya preventif pihaknya dalam mencegah terjadinya aksi tawuran dan tindak kriminal lainnya di wilayah Ciomas.

Tawuran di kalangan remaja ini terus berulang dan kian meresahkan. Bagaimana tidak, ini bukanlah kasus yang pertama kalinya. Melainkan kasus tawuran pelajar masih terus terjadi di berbagai daerah Indonesia. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 ada 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar atau mahasiswa. Jawa Barat menjadi provinsi dengan lokasi kasus tawuran pelajar terbanyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan. Diikuti Sumatera Utara dan Maluku dengan masing-masing 15 desa/kelurahan yang mengalami kasus serupa.

Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang Januari—Juni 2022, sejumlah kekerasan pelajar terjadi di beberapa tempat. Berdasarkan catatan KPAI, kekerasan pelajar ada dua jenis, yaitu pengeroyokan dan tawuran.

Pengeroyokan biasanya terjadi pemukulan dengan tangan kosong oleh sekelompok pelajar menyasar satu korban yang mana kedua belah pihak saling mengenal. Sementara itu, tawuran pelajar umumnya terjadi antara sekelompok anak sekolah menghadapi sekelompok anak sekolah lainnya dan mereka kerap membawa senjata tajam.
Ini hanya sekelumit fakta tawuran yang sudah cukup membuat kita resah dengan nasib generasi hari ini.

Dunia remaja yang seharusnya menatap masa depan dengan penuh percaya diri dan optimisme tinggi justru di ambang kehancuran lantaran lebih dekat dengan aksi kekerasan, senjata tajam, hingga kematian. Ada apa dengan remaja kita? Mengapa karakter mereka begitu rapuh dan lemah?

Kenapa Remaja Gemar Tawuran?

“Masa muda masa yang berapi-api”. Sepenggal lirik yang populer ini memberikan pesan kepada para kawula muda tentang pentingnya semangat dalam hidup dengan memanfaatkan masa mudanya untuk hal-hal yang berguna, agar tidak menyesal ketika dimasa tua.

Namun sayang, lirik dengan pesan sejuta makna ini justru jauh panggang dari api. Jiwa muda yang seharusnya dimanfaatkan untuk berkarya, berprestasi dan menebar kebaikan tapi telah rusak sebelum tiba masa tua.

Dari sekian banyak deretan fakta rusak di atas, tentu terdapat faktor pemicu yang menyebabkan remaja gemar melakukan aktivitas tawuran. Fakor tersebut datang dari internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari diri remaja berupa faktor-faktor psikologis sebagai manifestasi dari kondisi internal remaja menanggapi nilai-nilai di sekitarnya. Faktor eksternal yang juga tidak kalah kuat pengaruhnya terhadap perilaku remaja.

Faktor Internal:

Pertama, krisis identitas. Ketidakpahaman remaja terhadap jati dirinya menjadikan mereka hidup tanpa tujuan sehingga kehilangan arah dan lupa hakikat hidup yang sebenarnya. Begitu latah mengikuti trend yang ada, baik dan buruk tidak lagi menjadi pertimbangan, tanpa bisa berfikir sebelum bertindak.

Remaja saat ini tidak memiliki pondasi akidah yang kuat, sehingga mudah sekali terpengaruh oleh gaya hidup bebas tanpa batas, seolah itu adalah kebanggaan tersendiri bagi jiwa remaja.

Maka sangat penting menanamkan nilai nilai akidah sejak dini kepada anak. Akidah Islam yang tidak hanya sekedar terucap di lisan atau keturunan saja tapi juga terwujud pada perbuatan keseharian

Kedua, lemahnya kontrol diri. Jika tidak paham terhadap jati dirinya, bagaimana mungkin bisa mengontrol diri sendiri. Hal ini disebebakan oleh pengaruh sistem sekuler sangat berdampak pada keimanan dan ketakwaan para remaja. Akidah sekuler telah menghilangkan peran remaja sebagai pelaku perubahan. Mereka justru menjadi pelaku maksiat dan kriminal.

Jiwa mereka tereduksi pemikiran sekuler liberal. Batinnya kering dan kosong dari keimanan dan nilai-nilai Islam. Jadilah mereka generasi yang mudah frustrasi, galau, bingung, emosi labil, cenderung meledak-ledak, merasa insecure, dan nirempati. Saat masalah menghinggapi, solusi sumbu pendek dilakukan, seperti tawuran, pengeroyokan, bunuh diri, bahkan pembunuhan.

Faktor Eksternal:

Di samping faktor internal yang berpengaruh mendorong remaja berbuat demikian, ternyata faktor eksternal merupakan faktor yang tidak kalah penting memberikan pengaruh besar terhadap tingkah laku remaja. Faktor eksternal ialah lingkungan sosial tempat mereka tumbuh dan berkembang, yang terdiri dari tiga aspek, yaitu keluarga, masyarakat dan Negara.

Pertama, keluarga. Keluarga adalah salah satu sekolah kehidupan bagi anak. Baik buruk, bahagia atau tidak bahagianya anak berawal dari rumah bersama keluarganya. Dalam hal ini peran orangtua sangat besar dalam memberi bekal pemahaman Islam kepada anak agar ia memiliki kepribadian yang sesuai dengan Islam. Dimulai dengan menanamkan akidah Islam sejak dini agar terbentuk dalam diri anak keimanan dan ketaatan kepada Allah sebagai penciptanya.

Kedua, masyarakat. Masyarakat merupakan faktor eksternal yang turut andil dalam mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Kehidupan masyarakat yang permisif (serba bebas), tentu akan mengajari anak untuk bersikap permisif juga. Nyatanya aktivitas kekerasan yang dilakukan oleh remaja menjadi kasus yang biasa pada masyarakat sekuler saat ini. Bahkan ada anggapan di kalangan mereka “kalo enggak bebas, ya gak gaul. Enggak ikut tawuran berarti pecundang”.

Remaja yang tidak kuat benteng akidah dan pendidikan dalam keluarga, tentu sangat mudah terpengaruh dengan anggapan-anggapan demikian. Akhirnya dengan mudah menerima ajakan dari sekelompok geng-geng untuk melakukan aktivitas tawuran tersebut.

Ketiga, negara. Faktor yang terpenting juga adalah negara, sebab dengan kebijakannya berupa aturan dan perundangan, akan bisa mengatur corak masyarakat dan individu seperti apa yang akan dibentuk oleh negara. Pribadi, keluarga serta masyarakat yang baik tidak akan terwujud jika negara tidak mengambil peran sentralnya, yaitu sebagai ro’in (penjaga dan pelindung) generasi dari pengaruh budaya dan pemikiran asing yang merusak moral generasi.

Jika sebuah negara telah melakukan pembiaran terhadap pemikiran sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) dan liberal (menjunjung tinggi kebebasan), maka sesungguhnya generasi yang terbentuk pun akan jauh dari Islam. Negara memiliki peran penting yakni menciptakan suasana ketakwaan pada setiap individu rakyat.

Dalam pendidikan, negara menerapkan kurikulum dan sistem pendidikan islam secara menyeluruh hingga terbentuklah generasi dengan kepribadian Islam yang terikat pada aturan Sang Pencipta. Sehingga tidak akan dijumpai remaja yang ugal-ugalan dalam mengisi masa mudanya, seperti terlibat tawuran dan kekerasan lainnya.

Terus, Solusinya Gimana?

Tawuran remaja ini merupakan masalah sistematis, sehingga tidak bisa hanya fokus pada remaja saja tapi butuh solusi yang juga sistematis. Untuk mewujudkan generasi yang bertakwa dan antitawuran, haruslah dilakukan secara komprehensif denga menerapkan sistem kehidupan Islam secara kaffah.

Penerapan sistem pendidikan Islam harus terlaksana secara tersadar, terstruktur dan tersistem dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian generasi, yaitu keluarga, masyarakat dan Negara.

Islam dengan sistem pendidikannya memiliki tujuan yang khas yakni menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah di muka bumi.

Dengan penerapan Islam ini, remaja tidak akan mengalami krisis identitasnya, dan tidak akan terombang-ambing serta terbawa arus terhadap hal-hal yang tidak Allah ridhoi. Remaja akan mampu menjadi generasi terbaik yang mengisi waktu mudanya untuk meraih ridha Allah, dengan menuntut ilmu, berbakti pada orangtua dan memberi manfaat bagi orang banyak.

Selain sistem pendidikan, Islam juga memiliki sistem sanksi yang efektif. Setiap orang yang sudah baligh harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan syariat. Jika terbukti melakukan tindakan kriminal, ia harus dihukum sesuai jenis pelanggarannya. Dalam hal ini melukai dan menghilangkan nyawa orang, aka nada sanksi Qishas.

Oleh karna itu, dengan penerapan sistem Islan masalah tawuran pelajar akan tersolusi nyata. Para pemuda pun akan menjadi generasi hebat, dan pembebas yang mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Wallahu ’alam.[]

Comment