Terperangkap FOMO, Gen Z Kehilangan Makna Hidup 

Opini254 Views

 

 

Penulis: Poppy Kamelia P.BA(Psych), CBPNLP, CCHS, CCLS | Islamic Parenting Coach, Penulis, Pegiat Dakwah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Generasi Z, yang tumbuh di era digital, menghadapi tantangan yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Salah satu fenomena yang mendominasi gaya hidup mereka adalah Fear of Missing Out (FOMO), sebuah perasaan takut tertinggal dari tren dan perkembangan terbaru.

FOMO, yang diperparah oleh interaksi intensif melalui media sosial, membuat banyak anak muda terjebak dalam siklus konsumsi yang tak ada habisnya. Mereka berusaha keras untuk selalu up-to-date, mengikuti tren, membeli barang-barang eksklusif, hanya demi menjaga citra di hadapan dunia maya.

FOMO bukan sekadar rasa takut ketinggalan, tetapi kini menjadi pintu masuk bagi gaya hidup materialistik dan konsumerisme yang merusak. Banyak anak muda yang rela berhutang hanya untuk membeli barang-barang yang tidak mereka butuhkan, demi memenuhi ekspektasi sosial yang dibentuk oleh kapitalisme.

Sistem ini menciptakan standar kehidupan yang berpusat pada materi, menilai manusia dari apa yang mereka miliki, bukan dari siapa mereka sebenarnya.

Dalam sebuah survei terbaru, ketergantungan pada utang konsumtif di kalangan anak muda meningkat drastis akibat dorongan FOMO, (Kompas.com, 11/10/2024).

FOMO mendorong Generasi Z untuk berperilaku narsistik, selalu ingin diakui dan mendapatkan validasi dari dunia luar. Mereka mengejar eksklusivitas, seperti fenomena demam monster Labubu, yang semakin memperkuat pola konsumsi berlebihan tanpa makna yang mendalam.

Sebagaimana yang disampaikan oleh sosiolog Universitas Airlangga Nur Syamsiyah SSosio MSc kepada Jawa Pos pada Jumat (11/10/2024).

”Hal itu menciptakan persepsi bahwa memiliki Labubu berarti turut menjadi bagian dari tren global yang dipopulerkan sosok yang sangat diidolakan.”

Sistem kapitalisme hari ini, dengan segala kedok kebebasannya, pada akhirnya menggerus potensi anak muda untuk mengembangkan diri dan berkarya secara lebih produktif. Mereka mengejar kenikmatan sesaat, tanpa menyadari bahwa di balik itu semua, mereka kehilangan esensi hidup yang sebenarnya.

Sejatinya, sebagai umat yang beriman, kita harus ingat bahwa tujuan hidup ini tidaklah sekadar mengejar dunia. Islam datang dengan membawa jalan hidup yang jelas dan mulia. Islam memandang pemuda, termasuk Generasi Z, bukan sebagai konsumen produk kapitalis, tetapi sebagai agen perubahan yang bisa menggerakkan roda kebaikan dan kemuliaan.

Dalam Islam, pemuda adalah tonggak peradaban. Mereka adalah generasi yang akan memimpin umat menuju kejayaan, bukan sekadar pengikut tren yang tak bermakna.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56). Ayat ini mengingatkan kita bahwa tujuan hidup manusia bukanlah untuk tenggelam dalam kenikmatan dunia yang fana, tetapi untuk menyembah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Sayangnya, demokrasi liberal dan kapitalistik dengan segala tipu dayanya membuat banyak anak muda lupa akan tujuan hidup ini. Mereka sibuk mengejar perhatian dan validasi dari manusia, padahal yang paling penting adalah mencari ridha Allah.

FOMO, dalam pandangan Islam, adalah refleksi dari hati yang tidak tenang. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk menjauhi sikap iri dan tamak, serta selalu bersyukur atas apa yang kita miliki.

Dalam sebuah hadits, beliau bersabda, “Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kalian.” (HR. Muslim).

Hadits ini mengajarkan kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh apa yang orang lain miliki, tetapi fokus pada apa yang telah Allah berikan kepada kita.

Generasi Z, dengan segala potensi dan kekuatannya, bisa menjadi agen perubahan yang besar. Namun, mereka harus terlebih dahulu melepaskan diri dari jeratan kapitalisme dan materialisme yang menyesatkan.

Islam menawarkan solusi yang komprehensif, bukan hanya sebagai agama, tetapi sebagai sistem hidup yang sempurna. Sistem ini mengarahkan generasi muda untuk hidup sesuai tujuan penciptaan mereka, yaitu memaksimalkan potensi sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.

Islam menuntun manusia untuk tidak tenggelam dalam arus dunia yang fana, tetapi memusatkan perhatian pada kehidupan yang lebih kekal, yaitu akhirat.

Generasi Z perlu diajak untuk kembali kepada nilai-nilai Islam, di mana kesederhanaan, kepedulian, dan kebersamaan lebih diutamakan daripada kepemilikan materi

Hanya dengan kembali pada Islam, generasi ini bisa bangkit dari keterpurukan dan menjalani hidup yang bermakna.

Generasi Z perlu melepaskan diri dari cengkraman demokrasi liberal – kapitalistik dan menemukan jati diri mereka sebagai agen perubahan, bukan sekadar konsumen.

Sudah saatnya mereka bangkit dari jeratan FOMO dan memilih jalan yang lebih bermakna, yaitu dengan berperan aktif dalam membangun kembali peradaban yang mulia.

Islam menawarkan solusi menyeluruh yang mampu melejitkan potensi Gen Z dan membawa mereka pada kehidupan yang lebih produktif, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk umat dan kemanusiaan.

Mari, kita dorong Generasi Z untuk keluar dari jebakan kapitalisme dan kembali kepada sistem yang menawarkan kehidupan yang adil, penuh makna, dan berkualitas.

Hanya dengan ini, mereka akan mampu memainkan peran mereka sebagai pemuda yang membawa perubahan besar untuk dunia di bawah bimbingan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Wallahu A’lam Bisshawaab.[]

Comment