Oleh: Hasni Tagili, M. Pd, Aktivis Perempuan Konawe, Sulawesi Tenggara
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sadono Sukirno, dalam bukunya Makro Ekonomi (2002: p.15), menyebutkan bahwa inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Lumrah terjadi, kenaikan harga saat Ramadhan yang disebabkan oleh inflasi.
Lebih lanjut, Kepala Badan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat, Tati Iriani, S. H., M. M, dalam acara media gathering di Bandung menyatakan bahwa kondisi harga komoditas pangan yang fluktuatif dapat merugikan petani sebagai produsen, pengolah pangan, pedagang, hingga konsumen.
Hal tersebut berpotensi menimbulkan keresahan sosial karena didorong oleh meningkatnya harga input produksi atau karena kebijakan pemerintah. Kenaikan harga bahan pangan juga digolongkan sebagai komponen inflasi bergejolak karena mudah dipengaruhi oleh masa panen.
Di Sulawesi Tenggara sendiri, hasil sidak sembako dan daging dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Lulo, ditemukan kenaikan pada beberapa harga kebutuhan pokok, misalnya cabe rawit dan daging ayam. Akan tetapi, semua kebutuhan pokok tersedia dan dipastikan aman untuk menghadapi datangnya bulan suci Ramadhan (Inilahsultra.com, 12/04/2021).
Terkait kenaikan harga tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kendari, Andi Sulolipu, meminta Disperindagkop Kota Kendari mengambil langkah untuk menstabilkan kenaikan harga beberapa komoditi. Ia berharap, Disperindagkop Kendari nanti yang akan bisa memberikan gambaran kepada pedagang untuk menstabilkan harga.
Adapun penyebab terjadinya inflasi bermacam-macam. Mulai dari masih beredarnya produk impor, perilaku korup pejabat, dan gaya hidup konsumtif masyarakat pada umumnya.
Hal ini diperparah dengan ketidaktegasan aparat hukum menindaki oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terkait kasus permainan harga akibat penimbunan dan monopoli komoditas pangan.
Alhasil, inflasi jelang Ramadhan dalam beberapa tahun terakhir tak pernah berada di bawah 0,7%, bahkan terkategori tinggi. Inilah kesalahan secara sistemik akibat pengurusan pangan yang berbasis kapitalisme.
Dalam ekonomi Islam, inflasi benar-benar dihindari. Rasulullah Saw. mengembalikan pengaturan ekonomi mengikuti mekanisme supply and demand (persediaan dan permintaan) di pasar.
Meski demikian, bukan berarti negara kemudian sama sekali tidak melakukan intervensi. Tentu ada. Namun, intervensi yang dimaksudkan tidak bersifat merusak persaingan di pasar.
Jika terjadi kenaikan harga barang karena supply yang kurang sementara demand-nya besar, maka negara dapat melakukan intervensi pasar dengan cara menambah supply barang di wilayah tersebut, dimana supply barang didapatkan dari wilayah lain yang masih termasuk wilayah negara Islam, agar harga barang tersebut dapat turun dan normal. Cara ini jelas tidak merusak pasar.
Ketika wilayah Syam mengalami wabah penyakit yang mengakibatkan produksi barang berkurang, kebutuhan barang di wilayah tersebut disuplai dari Irak. Kebijakan ini dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab guna menjaga kestabilan kondisi pasar pada masa itu (lihat kitab Ash-Shahihain).
Lebih lanjut, terdapat beberapa kebijakan dalam sistem pemerintahan Islam untuk mengendalikan stabilitas harga, di antaranya yaitu jika berkurangnya supply barang karena penimbunan, maka negara bisa menjatuhi sanksi tazir, sekaligus kewajiban melepaskan barang pemiliknya ke pasar. Namun, jika kenaikan harga tersebut terjadi karena penipuan, maka negara bisa menjatuhi sanksi tazir, sekaligus hak khiyar, antara membatalkan atau melanjutkan akad.
Jika kenaikan harga terjadi karena faktor inflasi, maka negara juga berkewajiban untuk menjaga mata uangnya, dengan standar emas dan perak. Termasuk tidak menambah jumlahnya sehingga menyebabkan jatuhnya nilai nominal mata uang yang ada.
Dengan mempelajari fakta sejarah ini, tidakkah kita tergerak untuk mengurus ekonomi berdasarkan aturan Allah Swt? Aturan yang datang dari Sang Maha Sempurna. Wallahu ‘alam bisshowab.[]
_____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.
Comment