Penulis: Sutiani, A. Md | Aktivis Dakwah Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Puluhan siswi SMA di Desa Padaluyu, Kecamatan Cikadu, Cianjur jalani tes kehamilan. Adanya siswi yang hamil usai libur semester menjadi alasan pihak sekolah melakukan tes tersebut.
Kepala SMA tersebut mengungkapkan bahwa tiga tahun lalu salah seorang siswa berhenti sekolah akibat hamil.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti tes kehamilan puluhan siswi di SMA tersebut dan menilai sebagai tindakan diskriminatif yang menjadikan perempuan sebagai objek.
“Prihatin dengan tindakan tersebut, sebab menempatkan anak perempuan sebagai objek seksual,” ujar Komisioner KPAI Ai Maryati, Rabu (22/1/2025). Menurut dia, jika tujuan pihak sekolah untuk mengantisipasi pergaulan bebas, maka seharusnya dilakukan edukasi dan literasi secara menyeluruh. (detikjabar, 22/01/2025)
Kebijakan tes kehamilan ini jelas membuktikan maraknya pergaulan bebas yang terjadi hari ini karena tidak ada batasan antara kehidupan laki-laki dan perempuan. Mereka hidup dalam kebebasan mengikuti budaya Barat seperti fun, food, fashion dan film termasuk budaya pacaran standar kebahagiaan memiliki pasangan di usia sekolah.
Mirisnya banyak generasi remaja mengabaikan aturan agama dalam bergaul dengan lawan jenis sehingga tidak mampu menjaga kehormatan mereka. Inilah tabiat dari sistem yang rusak mulai dari sistem informasi, pendidikan dan sistem sanksi yang diterapkan.
Sistem pendidikan sekuler berhasil membuat generasi ikut arus dalam kehidupan kapitalis sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dipakai saat ibadah ritual saja sementara bergaul dengan lawan jenis mengikuti aturan diri sendiri – alhasil terjadilah ikhtilat (campur baur), pacaran hingga zina menjadi hal biasa dan berujung hamil di luar nikah.
Media informasi dalam sistem sekuler juga mendukung mereka menjadi generasi liberal, sebab hampir semua tayangan di media, sinetron, konten-konten, series dan iklan berbau pornografi.
Hal ini akan menjadi pemicu membangkitkan rangsangan gharizah nau (naluri seksual). Adanya rangsangan terus menerus yang tentunya ini akan membangkitkan syahwat yang harus di penuhi. Kondisi remaja yang lemah iman akan melakukan tindakan haram seperti perzinahan. Tambah parahnya sistem sanksi yang diterapkan negeri ini tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Ketika perzinahan terjadi atas dasar suka sama suka maka tidak dikenai sanksi pidana.
Negara juga lalai dalam pembentukan kepribadian generasi. Negara justru membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung generasi hidup dalam pergaulan bebas. Tes kehamilan yang dilakukan setelah masa liburan bukanlah solusi untuk mengatasi maraknya pergaulan bebas. Pergaulan bebas tidak akan pernah tuntas jika sistem kapitalis sekuler masih tertancapkan di bumi ini.
Islam yang diterapkan secara kaffah (sempuna) akan mampu menghilangkan perilaku perilaku yang salah di tengah masyarakat.
Islam mengajarkan pada umatnya segala aktivitas kehidupan harus berlandaskan pada hukum syara yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Semua perkara wajib terikat pada hukum Allah termasuk peran negara.
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Islam melindungi serta peduli terhadap kondisi anak-anak sehingga tidak akan mungkin terjadi perilaku kemaksiatan seperti pacaran hingga berzina karena anak adalah aset negara yang harus dijaga maka peran islam akan dipastikan mendapatkan lingkungan yang sehat dan menjamin keselamatan generasi dari hubungan yang haram.
Ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan hakikatnya mereka terpisah kecuali hanya boleh dalam hal kesehatan, pendidikan, muamalah (jual beli), ibadah umroh atau haji dan peradilan. Maka untuk budaya pacaran tidak dibenarkan dalam islam karena termasuk berdua-duaan yang dilarang karena ketiganya adalah setan.
Solusi dari mekanisme tersebut yang pertama adalah ketakwaan individu. Masyarakat dibentuk setaat mungkin sehingga mampu memilah dan memilih segala perbuatan yang baik dan buruk, memahami segala aktivitas kita diawasi oleh Allah dan segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Maka tidak ada yang berani untuk melakukan tindakan kemaksiatan.
Kedua peran keluarga, ayah sebagai Qowwam (Pemimpin) akan membimbing keluarganya kejalan yang benar dan tugas ibu sebagai Madrasatul Ula pendidik bagi anaknya. Jika fungsi keluarga ini sesuai dengan aturan Islam maka ini menjadi salah satu bentuk perlindungan.
Kemudian kontrol masyarakat adanya bentuk kepedulian umat melalui amar ma’ruf nahi munkar – saling menasehati masyarakat jika melihat tindakan yang mengarah pada kemaksiatan.
Terakhir peran negara – menindak tegas terhadap pelaku yang melakukan tindakan maksiat tersebut. Negara memberikan sanksi dengan efek jera dan penebus dosa sehingga tidak akan berani bahkan takut untuk melakukan tindakan keharaman.
Islam mengharamkan perbuatan zina dan menutup media informasi yang menaikkan rangsangan atau yang berbau pornografi. Allah swt telah menurunkan islam sebagai sebuah sistem dengan banyak kebaikan dan keberkahan bagi seluruh alam semesta. Wallahu a’lam Bisshawwab.[]
Comment