ilustrasi:aristajupiter |
“Rasanya orang yang menunaikan haji tahun ini, banyak sekali”, komentar salah satu Malaikat.
“Betul” Jawab yang lainya
“Berapa kira – kira jumlah keseluruhan?”
“Tujuh ratus ribu”
“Pantas”
“Eh, kamu tahu nggak, dari jumlah tersebut berapa kira – kira yang mabrur”, selidik Malaikat yang mengetahui jumlah orang – orang haji tahun itu.
“Wah, itu sih urusan Allah”
“Dari jumlah itu, tak satupun yang mendapatkan haji Mabrur”
“Kenapa?”
“Macam – macam, ada yang karena riya, ada yang tetangganya lebih memerlukan uang tapi tidak dibantu dan dia malah haji, ada yang hajinya sudah berkali – kali, sementara masih banyak orang yang tidak mampu, dan berbagai sebab lainya”.
“Terus?”
“Tapi masih ada, orang yang mendapatkan PPhala haji mabrur, tahun ini”
“Lho katanya tidak ada”
“Ya, karena orangnya tidak naik haji”
“Kok bisa”
“Begitulah”
“Siapa orang tersebut?”
“Sa’id bin Muhafah, tukang sol sepatu di kota Damsyiq”
Mendengar ucapan itu, Hasan Al-Basyri langsung terbangun. Sepulang dari Makkah, ia tidak langsung ke Mesir, tapi langsung menuju kota Damsyiq ( Siria ). Sesampai disana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.
“Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Hasan Al-Basyri.
“Betul, kenapa?” Jawab tukang sol itu singkat.
Sejenak Hasan Al-Basyri kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya. Akhirnya, iapun menceritakan perihal mimpinya.
“Sekarang saya tanya, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur, barang kali mimpi itu benar” selidik Hasan Al-Basyri sambil mengakhiri ceritanya.
“Saya sendiri tidak tahu, yang pasti sejak puluhan tahun yang lalu saya memang sangat rindu Makkah, untuk menunaikan ibadah haji. Mulai saat itu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Dan pada tahun ini biaya itu sebenarnya telah terkumpul”
“Tapi anda tidak berangkat haji”
“Benar”
“Kenapa?”
“Waktu saya hendak berangkat ternyata istri saya hamil, dan saat itu dia ngidam berat” “Terus?”
“Ngidamnya aneh, saya disuruh meminta sup daging yang dia cium, saya cari sumber daging itu, ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin sup yang ia masak, meskipun sedikit. Ia bilang tidak boleh, hingga saya bilang bahwa dijual berapapun akan saya beli, dia tetap mengelak. Akhirnya saya tanya kenapa?
“Daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan” katanya.
“Kenapa?” tanyaku lagi.
“Karena daging ini adalah bangkai keledai. Kami ambil bagian kaki yang belum membusuk. Bagi kami daging ini halal. karena andai kami tak memakannya tentulah kami akan mati kelaparan,” Jawab sang janda sambil menahan air mata.
Mendengar ucapan tersebut sepontan saya menangis, lalu saya pulang dan saya ceritakan kejadian itu pada istriku, diapun menangis. Akhirnya uang yang bertahun tahun saya kumpulkan untuk bekal haji itu saya berikan semuanya untuk janda itu”.
Mendengar cerita tersebut Hasan Al-Basyripun tak bisa menahan air mata.”Kalau begitu engkau memang patut mendapatkan Haji Mabrur.” Ucapnya. Wallahu a’lam.
Kisah ini diceritakan oleh Imam dan Khotib Masjid Rohmah, Cairo Egypt. Shahih tidaknya tidak disebutkan. Meski demikian kisah ini dapat menjadi renungan.[Sumber]
Comment